Properti di Jakarta Over Value

Rabu, 07 Januari 2015 - 09:38 WIB
Properti di Jakarta Over Value
Properti di Jakarta Over Value
A A A
PERTUMBUHAN properti nasional secara umum memang menunjukkan pola perlambatan.

Tetapi, Indonesia Property Watch (IPW) melihat pasar properti mulai menggeliat di wilayahwilayah luar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) termasuk luar Jawa. Ali Tranghanda, Direktur Eksekutif IPW, mengatakan bahwa hal tersebut berdasarkan analisis potensi yang dilakukan IPW.

Menurut dia, perlambatan properti yang signifikan terjadi di Jabodetabek menyusul kenaikan harga properti yang tidak terlalu tinggi lagi, yakni secara rata-rata hanya berkisar antara 15 hingga 20% Sementara itu, penjualan juga merosot hingga rata-rata 49%. “Pengembang Jabodetabek mulai bertransformasi dari hunian landed ke apartemen dengan munculnya proyekproyek apartemen menengah dan bersiap ekspansi ke luar Jabodetabek,” ujar Ali.

Ali menuturkan, pasar properti di luar Jabodetabek diperkirakan akan mulai bergerak tahun ini setelah pasaran properti Jabodetabek ditengarai telah over value di beberapa titik secara umum. Dia memaparkan, potensi perkembangan diperkirakan akan mengarah ke wilayah Sumatera meliputi Medan, Riau dan Lampung, sebagian Kalimantan, Jawa Tengah, dan Manado.

Sementara itu, imbuh Ali, perkembangan pesat diperkirakan akan terjadi di Cikarang, Karawang, Malang, Surabaya, Makasar, Lampung, dan Balikpapan. Ali menuturkan, perkiraan tersebut didasarkan atas peningkatan harga tanah hasil survei IPW disertai dengan aktivitas pembangunan yang akan dan sedang dimulai di beberapa wilayah tersebut.

Dia menambahkan, Jabodetabek masih menjadi benchmark pasar properti secara nasional yang kemudian akan terjadi peningkatan pasar properti di wilayah lain di luar Jabodetabek. “Peningkatan ini juga merupakan supply driven karena ekspansi pengembang yang mulai mengincar wilayah-wilayah luar Jawa menyusul tingginya properti di Jabodetabek,” terang Ali.

Secara umum diperlihatkan bahwa segmen hunian landed mengalami pergeseran dari segmen atas ke segmen menengah (Rp500 juta-1 miliar) sedangkan di sektor apartemen juga terjadi pergeseran ke segmen menengah (Rp300-500 juta).

Rencana penghapusan subsidi Rumah Sederhana Tapak (RST) merupakan salah satu faktor yang membuat pengembang enggan membuat rumah murah di samping nilai profitnya yang juga rendah.

Rendra hanggara
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4579 seconds (0.1#10.140)