Indef: BI Harus Segera Lakukan Pelonggaran Likuiditas

Senin, 12 Januari 2015 - 15:25 WIB
Indef: BI Harus Segera Lakukan Pelonggaran Likuiditas
Indef: BI Harus Segera Lakukan Pelonggaran Likuiditas
A A A
JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eny Sri Hartati mengatakan, bahwa Bank Indonesia (BI) harus segera melakukan pelonggaran likuiditas.

Pasalnya, loan to deposite ratio (LDR) Indonesia sudah hampir 96-98%. Akan tetapi, menurut dia, yang jadi persoalan adalah LDR itu banyak yang mengalir ke sektor konsumtif, bukan ke produktif.

"Jadi, kalau sektor yang lebih banyak dibiayai itu sektor konsumtif menjadi tidak suistanable karena kalau produktif bisa menghasilkan lapangan kerja, sehingga bisa menciptakan pendapatan akan mendorong konsumtif. Tapi kalau produk konsumtif ini kan bisa terjadi double," kata Eny, Senin (12/1/2015).

Terkait normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS), menurut dia, sebetulnya yang harus dinormalisasi bukan hanya kebijakan moneter AS, tetapi juga kebijakan normalisasi moneter di Indonesia.

"Ya dampaknya kalau AS melakukan normalisasi, maka ‎akan mengurangi kuantitatif hedging. Kuantitaf hedging, artinya cenderung akan tapering off. Kalau tapering off, artinya modal yang sudah masuk ke Indonesia akan pulang kampung. Itu dampak dari normalisasi," terang dia.

Yang tak kalah penting, menurut dia, bagaimana kebijakan moneter Indonesia sudah didesain atau direncanakan untuk dinormalisasi. Jadi, tidak mungkin secara terus menerus ada pengetatan likuiditas.

"Sementara prasyarat untuk mengendorkan likuditas, ini kan bagaimana terkait dengan harga komoditas dan nilai tukar. Selain itu, terkait juga dengan neraca perdagangan," ujar dia.

Lebih lanjut Eny menuturkan, neraca perdagangan dan harga komoditas itu wilayahnya fiskal, sehingga kalau kebijakan moneternya normal atau tidak dalam pengetatan likuiditas, maka bauran kebijakan moneter dan fiskal sangat dibutuhkan

"Jadi bagaimana kita ini benar-benar mampu memberikan stimulus terhadap perekonomian, sehingga itu yang akan terkait dengan harga kom‎oditas termasuk juga kinerja neraca perdagangan," tuturnya.

Apabila ada stimulus fiskal, maka akan mendorong ekspor dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri tidak terlalu mengandalkan dominasi dari pemenuhan impor. Namun, apabila itu terjadi, maka kinerja neraca perdagangan akan cenderung defisit.

"Ini ke depan yang harus diharmoniskan. Jadi bagaimana kalau misalnya mulai APBN-P 2015,‎ pemerintah sudah punya komitmen stimulus yangg optimal, maka BI juga harus mengikuti dengan pengendoran likuiditas," kata Eny.

Pasalnya, kalau tidak dilakukan atau sekalipun pemerintah sudah mulai melakukan berbagai macam stimulus, tapi kalau likuditasnya tetap ketat atau suku bunga tetap tinggi, maka masih berat tantangan bagi dunia usaha terutama sektor riil.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6279 seconds (0.1#10.140)