Membangun Optimisme

Selasa, 13 Januari 2015 - 13:59 WIB
Membangun Optimisme
Membangun Optimisme
A A A
Di pengujung tahun lalu, batin kita disentakkan dengan peristiwa duka yang menelan korban jiwa pada salah satu rute penerbangan sebuah maskapai.

Sesuatu yang tak pernah terbayangkan apalagi dipikirkan sebelumnya. Tidak ada yang menginginkan hal itu terjadi. Terlebih kehilangan orang-orang yang dekat dan yang paling kita kasihi. Namun apa daya. Hati bercampur aduk, sedih, kecewa, protes dan segala macam perasaan dan pikiran menghampiri kita.

Secara pribadi, lewat artikel ini, saya ingin menyampaikan perasaan turut berduka yang sedalamdalamnya bagi keluarga yang mengalami kehilangan pada peristiwa ini. Setelah kejadian ini tidak sedikit orang yang merasa takut dan khawatir untuk bepergian dengan pesawat terbang.

Bayangan kejadian ini juga menghampiri banyak orang sehingga memunculkan perasaan waswas, tidak enak dan pikiran yang serbamacam-macam. Lumrah memang perasaan demikian terjadi. Banyak rekan yang mulai berbincang tentang pengalaman terbangnya, kekhawatirannya dan bagaimana akhirnya melewati beberapa pengalaman yang kurang mengenakkan.

Saya sendiri pernah mengalaminya, ketika cuaca buruk dengan guncangan dan getaran yang amat hebat, tidak hanya seisi pesawat diguncangkan, tapi hati dan pikiran ini pun merasakan guncangan yang amat hebat. Kini, kita berada di tahun 2015, sebuah tahun yang baru dengan lembaran-lembaran baru.

Masih di hari-hari awal ini ada baiknya kita bertanya: Dengan apakah kita akan mengisi tahun yang baru ini? Dengan kekhawatiran kah? Atau dengan harapan? Dengan ketakutan atau dengan harapan? Tidak mudah memang mengusir kekhawatiran dan ketakutan yang menghantui kita. Selalu saja hal tersebut mengusik kita.

Ilustrasi yang saya ambil dari kejadian ini hanya sebuah contoh bagaimana diri kita begitu rentan terhadap pengalaman masa lalu, kejadian yang kita alami sendiri atau disaksikan oleh mata kepala kita. Kekhawatiran kita pada aspek yang lain juga semakin bertambah ketika kita mendengar berbagai prediksi bahwa tahun 2015 akan semakin sulit.

Laju inflasi yang lebih tinggi, pertumbuhan ekonomi melambat, dan merosotnya nilai tukar mata uang. Semuanya ini seakan membuat pesimisme yang lebih parah. Kita menjadi tidak yakin dengan bisnis/ usaha yang kita jalani saat ini atau kita merasa khawatir dengan pekerjaan kita karena mungkin akan ada pe-ngurangan jumlah karyawan sebagai bentuk efisiensi.

Hati pun gundah, langkah tanpa ada harapan, optimisme seakan sirna. Mungkin kah itu yang kita alami saat ini? Lalu bagaimana membangun kembali optimisme dalam diri kita di tengah situasi yang tidak menentu dan serba sulit? Membangun optimisme yang demikian harus dimulai dari sumbernya. Mari kita kembali kepada yang empunya kehidupan yaitu Tuhan.

Kita perlu memahami bahwa apapun yang terjadi dalam kehidupan kita berada dalam rancangan Yang Maha Kuasa. Ada hal-hal yang terjadi tanpa kita bisa mengendalikan sebagaimana kejadian penerbangan tersebut. Manusia hanya bisa berencana, namun Tuhan yang menentukan.

Dalam kesempatan ini, saya ingin mengajak Anda untuk menjadi lebih dekat lagi dengan-Nya, bersyukur atas kehidupan yang kita miliki saat ini dan bila tiba waktunya kita, biarlah kehendak-Nya yang terjadi. Ketika kita berserah penuh, kita tidak perlu lagi menjadi khawatir, pesimistis atau hilang harapan. Ketika kita harus berhadapandengankehilangan, kita sudah paham maknanya dalam kehidupan kita.

Ingatlah bahwa ketika dengan kekuatan sendiri, kita berusaha mengendalikan segala sesuatu. Kita juga akan terus menerus mengalami kekhawatiran dan ketakutan yang tak ada habis-habisnya. Bangun optimisme kita di atas dasar yang kuat, dan dasar tersebut adalah Tuhan Sang Pencipta.

Bagian berikutnya dari membangun optimisme adalah memupuk sikap hidup positif. Meski persoalan yang dihadapi susah, kita harus yakin dapat melewatinya. Meski ada guncangan yang mesti dihadapi, kita pasti dapat melewatinya. Sebuah lirik lagu selalu mengingatkan kita bahwa badai pasti berlalu, bukan? Jadi janganlah kita khawatir.

Lihatlah sesuatu dari sudut pandang yang berbeda untuk mendapatkan gambar lengkap. Misalnya: meski pertumbuhan ekonomi melambat, kita masih mencatatkan pertumbuhan yang positif, berbeda dengan berbagai negara yang pertumbuhannya bahkan minus. Meski laju inflasi tinggi, kita masih memiliki daya beli yang baik, dan lain sebagainya.

Optimisme dapat dibangun hanya apabila kita memutuskan untuk mengisi pikiran kita dengan harapan dan kabar baik. Berita buruk, pikiran negatif akan senantiasa datang, namun setiap saat juga kita dapat mengusirnya dengan pikiran positif dan kabar baik.

Kita akan menjadi seperti yang dikatakan tentang diri kita, bukan yang orang lain atau situasi katakan tentang diri kita. Ingatlah bahwa optimisme yang kita bangun akan mengalahkan situasi. Salam Go To the Next Level!

MEN JUNG, MM
Author – Go To The Next Level! menjung@gmail.com @menjung
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6743 seconds (0.1#10.140)