16.000 Fasilitator PNPM Telantar
A
A
A
JAKARTA - Sekitar 16.000 fasilitator Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) telantar. Mereka meminta dipekerjakan kembali mengingat ada dana Rp1 triliun yang belum terserap masyarakat dan juga dana desa.
Ketua Dewan Pakar Asosiasi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (AFPMI) Purwoko mengatakan, ada 16.000 fasilitator yang saat ini berhenti kerja.
Mereka diberhentikan secara mendadak per 29 Desember 2014 tanpa ada penjelasan atas kontrak Mereka.
Padahal, fasilitator ini dibutuhkan pemerintah untuk mendampingi perangkat desa untuk membuat (RPJMDes) sebagai syarat pencairan dana desa pada April nanti.
"Kami sudah beraudiensi dengan Pak Marwan (Menteri Desa). Sudah ditanggapi namun belum bisa berbuat banyak. Dia harus koordinasi dengan Presiden (Jokowi)," ujarnya, usai audiensi di Kantor Kemendesa, Selasa (13/1/2015).
Purwoko menambahkan, selain untuk dana desa, fasilitator butuh kejelasan kerja karena masih ada Rp1 triliun dana PNPM tahun anggaran 2014 yang belum terserap oleh desa.
Termasuk aset berupa sarana prasarana dan juga aset peningkatan kualitas hidup dan aset ekonomi senilai Rp10,8 triliun yang belum dilegalkan pemerintah.
Dia menegaskan, pasti akan ada konflik di masyarakat terkait pemutusan kontrak fasilitator ini atas kedua anggaran tersebut. Jangan sampai negara kembali tidak hadir dalam pemanfaatan hasil program kemasyarakatan ini mengingat sudah banyak program yang berakhir sia-sia.
Purwoko menerangkan, dari audiensi kemarin sudah menghasilkan keputusan. Seperti Kemendesa akan menyiapkan transisi dari PNPM yang semula ditangani Kemendagri ke format yang sesuai dengan UU Desa No 6/2014.
Transisi yang akan memakan waktu 1-6 tahun ini akan disusun dalam Standar Operasi Tata Kerja (SOTK) oleh Ditjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD).
Selain itu, Kemendesa membuka peluang asosiasi untuk terlibat dalam penyusunan untuk mempercepat implementasi UU Desa.
"Kami akan mengawal implementasi UU Desa di dalam satu kementerian. Kami memahami yang mempunyai otoritas tentang hal itu ada di Kemendesa," terangnya.
Sekjen AFPM Agung Zulianto menambahkan, kebijakan alih kelola program yang tidak dilakukan dengan skenario tidak tepat akan berdampak pada permasalahan hukum.
Di sisi lain implementasi UU Desa belum berjalan efektif terbukti dengan RPJMDes, RKPDes dan APBDES yang belum siap.
Belum lagi penggabungan Ditjen PMD dari Kemendagri ke Kemendes yang belum kelar akan berdampak serius pada PNPM dan implementasi UU Desa. Dalam hal ini mereka mengusulkan pemerintah menyelesaikan PNPM tahun anggaran 2014 dan perencanaan RPJMDes, RKPDes dan APBDes menggunakan facilitator yang sudah ada. Sekaligus dikelola oleh satuan kerja dalam satu Ditjen agar efektif.
Lalu, untuk mengamankan aset PNPM senilai Rp10,8 triliun itu pemerintah harus menyusun peraturan menteri tentang pedoman pelestarian dan pemanfaatan hasil kegiatan.
Sementara untuk mengefektifkan implementasi UU No 6 tentang Desa, pemenuhan tenaga pendamping desa profesional pada semua tingkatan lebih tepat menggunakan skenario transformatif. Artinya, fasilitator PNPM saat ini langsung digunakan sebagai pendamping desa profesional.
"Kami juga meminta pemerintah memastikan anggaran secara maksimal untuk alokasi dana desa dan alokasi tehnikal asistensi," terang Agung.
Ketua Dewan Pakar Asosiasi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (AFPMI) Purwoko mengatakan, ada 16.000 fasilitator yang saat ini berhenti kerja.
Mereka diberhentikan secara mendadak per 29 Desember 2014 tanpa ada penjelasan atas kontrak Mereka.
Padahal, fasilitator ini dibutuhkan pemerintah untuk mendampingi perangkat desa untuk membuat (RPJMDes) sebagai syarat pencairan dana desa pada April nanti.
"Kami sudah beraudiensi dengan Pak Marwan (Menteri Desa). Sudah ditanggapi namun belum bisa berbuat banyak. Dia harus koordinasi dengan Presiden (Jokowi)," ujarnya, usai audiensi di Kantor Kemendesa, Selasa (13/1/2015).
Purwoko menambahkan, selain untuk dana desa, fasilitator butuh kejelasan kerja karena masih ada Rp1 triliun dana PNPM tahun anggaran 2014 yang belum terserap oleh desa.
Termasuk aset berupa sarana prasarana dan juga aset peningkatan kualitas hidup dan aset ekonomi senilai Rp10,8 triliun yang belum dilegalkan pemerintah.
Dia menegaskan, pasti akan ada konflik di masyarakat terkait pemutusan kontrak fasilitator ini atas kedua anggaran tersebut. Jangan sampai negara kembali tidak hadir dalam pemanfaatan hasil program kemasyarakatan ini mengingat sudah banyak program yang berakhir sia-sia.
Purwoko menerangkan, dari audiensi kemarin sudah menghasilkan keputusan. Seperti Kemendesa akan menyiapkan transisi dari PNPM yang semula ditangani Kemendagri ke format yang sesuai dengan UU Desa No 6/2014.
Transisi yang akan memakan waktu 1-6 tahun ini akan disusun dalam Standar Operasi Tata Kerja (SOTK) oleh Ditjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD).
Selain itu, Kemendesa membuka peluang asosiasi untuk terlibat dalam penyusunan untuk mempercepat implementasi UU Desa.
"Kami akan mengawal implementasi UU Desa di dalam satu kementerian. Kami memahami yang mempunyai otoritas tentang hal itu ada di Kemendesa," terangnya.
Sekjen AFPM Agung Zulianto menambahkan, kebijakan alih kelola program yang tidak dilakukan dengan skenario tidak tepat akan berdampak pada permasalahan hukum.
Di sisi lain implementasi UU Desa belum berjalan efektif terbukti dengan RPJMDes, RKPDes dan APBDES yang belum siap.
Belum lagi penggabungan Ditjen PMD dari Kemendagri ke Kemendes yang belum kelar akan berdampak serius pada PNPM dan implementasi UU Desa. Dalam hal ini mereka mengusulkan pemerintah menyelesaikan PNPM tahun anggaran 2014 dan perencanaan RPJMDes, RKPDes dan APBDes menggunakan facilitator yang sudah ada. Sekaligus dikelola oleh satuan kerja dalam satu Ditjen agar efektif.
Lalu, untuk mengamankan aset PNPM senilai Rp10,8 triliun itu pemerintah harus menyusun peraturan menteri tentang pedoman pelestarian dan pemanfaatan hasil kegiatan.
Sementara untuk mengefektifkan implementasi UU No 6 tentang Desa, pemenuhan tenaga pendamping desa profesional pada semua tingkatan lebih tepat menggunakan skenario transformatif. Artinya, fasilitator PNPM saat ini langsung digunakan sebagai pendamping desa profesional.
"Kami juga meminta pemerintah memastikan anggaran secara maksimal untuk alokasi dana desa dan alokasi tehnikal asistensi," terang Agung.
(dmd)