Penerimaan Pajak 2014 Terendah dalam Seperempat Abad

Rabu, 14 Januari 2015 - 10:37 WIB
Penerimaan Pajak 2014 Terendah dalam Seperempat Abad
Penerimaan Pajak 2014 Terendah dalam Seperempat Abad
A A A
JAKARTA - Perkumpulan Prakarsa mencatat perolehan pajak 2014 sebesar Rp1.143,3 triliun atau sekitar 91,75 % dari target Anggaran Pendapatan dan Belanaja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 sebesar Rp1.246,1 triliun merupakan terendah dalam seperempat abad atau 25 tahun terakhir.

Peneliti Kebijakan Ekonomi Perkumpulan Prakarsa Wiko Saputra mengatakan bahwa rendahnya capaian pajak tahun lalu merupakan pengulangan dari pemerintah sebelumnya.

"Kalau ini tidak ada perubahan dalam waktu yang singkat, bisa dikatakan pemerintah Jokowi-JK menemui jalan terjal merealisasikan janji politiknya," ujarnya di Jakarta, Rabu (14/1/2015)

Menurut dia, pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) perlu segera memperkuat kelembagaan perpajakan dengan beberapa kebijakan strategis.

"Kontribusi pajak sangat besar sekali hingga 70%-80% terhadap APBN," ujarnya.

Untuk itu, lembaganya memberikan tiga masukan kepada pemerintah agar target pemasukan pajak hingga Rp1.300 triliun pada tahun ini bisa tercapai.

Pertama, pemerintah diminta melakukan penataan kelembagaan perpajakan dengan memisahkan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan Kementerian Keuangan, termasuk memisahkan pengadilan pajak dengan menambah jumlah hakim serta lokasi persidangan pajak.

"Otoritas pajak yang baru harus ditempatkan langsung di bawah Presiden," kata dia.

Kedua, dia mengatakan, lakukan perbaikan bisnis administrasi perpajakan dengan mempertimbangkan model perpajakan self asessment, faktur pajak dan proses ekspor-impor yang lebih sederhana, akuntabilitas dan transparan.

"Pendataan atau sensus wajib pajak wajib ditingkatkan, termasuk analisa potensi pajak terutama wajib pajak korporasi dan orang pribadi," kata dia.

Masukan ketiga, lakukan revisi paket undang-undang perpajakan untuk memberikan kepastian hukum perpajakan, sinkronisasi aturan, respon terhadap perubahan sistem pajak internasional dalam rangka menghadapi Masyarak Ekonomi Asean (MEA), perubahan tata kelola pajak daerah, serta penguatan sistem kelembagaan, transparansi dan keterbukaan informasi.

"Hal itu tentu harus mendapatkan prioritas utama," tandasnya.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6324 seconds (0.1#10.140)