Harga Lada di Kaltim Tembus Rp136 Ribu/Kg
A
A
A
SAMARINDA - Harga lada di Kalimantan Timur (Kaltim) kini menembus angka Rp136 ribu per kilogram (kg).
Kepala Disbun Kaltim Etnawati mengatakan, kenaikan harga lada menjadi momentum yang baik dalam upaya mengembalikan kejayaan lada di daerah. Kaltim merupakan salah satu daerah sentra pembudidayaan lada terbesar di Indonesia.
“Apalagi lada Kaltim merupakan plasma nutfah asli daerah ini yang akan diusulkan untuk dijadikan benih unggul nasional," kata Etnawati, Senin (26/1/2015).
Menurut dia, lada putih asal Kaltim sudah terkenal di pasar dunia, selain lada putih asal Bangka (munthok white pepper) maupun lada hitam asal Lampung (Lampung black pepper).
Produksi lada asal Kaltim, kata Etnawati, sempat menurun karena harga yang kalah bersaing dengan komoditi lainnya. Selain itu, banyak lahan-lahan milik petani yang beralih fungsi ke usaha pertambangan.
Dia menjelaskan, pada era 1980-1990 di sepanjang jalan poros Samarinda–Balikpapan terhampar kebun-kebun lada milik petani. Pelintas jalan dapat dengan mudah melihat tumbuhan perdu ini berbuah.
Namun saat ini luasan kebun lada yang berada di pinggir jalan berkurang karena adanya pengembangan keanekaragaman komoditi lainnya, selain tanaman lada sesuai dengan potensi dan kebutuhan pangsa pasar saat itu.
“Harga penjualan tinggi, petani lada diharapkan dapat menikmati kembali penghasilan dari panen komoditi yang sempat mereka tinggalkan beberapa tahun terakhir ini, sehingga upaya mengembalikan kejayaan lada di Kaltim bukanlah hal mustahil,” ujar Etnawati.
Kepala Disbun Kaltim Etnawati mengatakan, kenaikan harga lada menjadi momentum yang baik dalam upaya mengembalikan kejayaan lada di daerah. Kaltim merupakan salah satu daerah sentra pembudidayaan lada terbesar di Indonesia.
“Apalagi lada Kaltim merupakan plasma nutfah asli daerah ini yang akan diusulkan untuk dijadikan benih unggul nasional," kata Etnawati, Senin (26/1/2015).
Menurut dia, lada putih asal Kaltim sudah terkenal di pasar dunia, selain lada putih asal Bangka (munthok white pepper) maupun lada hitam asal Lampung (Lampung black pepper).
Produksi lada asal Kaltim, kata Etnawati, sempat menurun karena harga yang kalah bersaing dengan komoditi lainnya. Selain itu, banyak lahan-lahan milik petani yang beralih fungsi ke usaha pertambangan.
Dia menjelaskan, pada era 1980-1990 di sepanjang jalan poros Samarinda–Balikpapan terhampar kebun-kebun lada milik petani. Pelintas jalan dapat dengan mudah melihat tumbuhan perdu ini berbuah.
Namun saat ini luasan kebun lada yang berada di pinggir jalan berkurang karena adanya pengembangan keanekaragaman komoditi lainnya, selain tanaman lada sesuai dengan potensi dan kebutuhan pangsa pasar saat itu.
“Harga penjualan tinggi, petani lada diharapkan dapat menikmati kembali penghasilan dari panen komoditi yang sempat mereka tinggalkan beberapa tahun terakhir ini, sehingga upaya mengembalikan kejayaan lada di Kaltim bukanlah hal mustahil,” ujar Etnawati.
(rna)