Pemerintah Diminta Koreksi Pertumbuhan Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi VI DPR Hafisz Tohir meminta pemerintah mengoreksi target pertumbuhan ekonomi. Karena, harga komoditas kebutuhan bahan pokok masih tingi, meski harga BBM sudah turun.
Menurutnya, saat ini pasar sudah telanjur menaikkan harga kebutuhan pokok seiring kenaikan harga BBM.
"Harga kebutuhan pokok tidak mudah turun secara cepat mengikuti harga BBM yang dipatok pemerintah. Ini indikasi pasar tidak berpihak kepada pemerintah," ujar dia dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (28/1/2015).
Dia mengatakan, ada anomali dalam perekonomian nasional saat ini. Di beberapa negara di dunia harga BBM turun, Indonesia malah naik, bahkan tertinggi di 10 negara ASEAN.
Pada saat yang sama, harga kebutuhan pokok di beberapa belahan duni stabil. Sementara, di Indonesia tida mengalami penurunan.
Hal ini, lanjut Hafisz, menandakan terjadi salah manajemen dalam tata kelola perekonomian Indonesia.
"Pasar tidak berpihak lagi kepada rezim Jokowi. Ini bisa diartikan apapun yang dilakukan pemerintah akan selalu bereaksi negatif ke pasar. Kalau sudah sampai tahap ini maka sangat berbahaya terhadap pemerintahan Jokowi," ujarnya.
Pemerintah, lanjutnya, sebagai pemegang regulasi harus punya mekanisme untuk menurunkan harga.
"Segera tunjuk lembaga yang mampu melakukan operasi pasar untuk menekan harga, baik harga pangan maupun sandang. Penurunan harga ini mesti dilakukan dalam jangka pendek," ujar Hafisz.
Terkait pentingnya penurunan harga kebutuhan pokok, sebagai pemegang regulator perekonomian negara sudah saatnya pemerintah mengatur hal ini lewat berbagai kebijakan.
Asumsi makro harus dikoreksi, angka pertumbuhan ekonomi harus terukur dan disertai kebijakan strategis yang berpihak pada pertumbuhan sektor UKM sebagai penopang terbesar ekonomi negara.
Angka inflasi harus dikendalikan, naiknya harga harus diatur dalam mekanisme supply and demand yang baik. Jika ini dilakukan, dia yakin pasar akan membaik.
"Bukankah importir dan pedagang ini tunduk pada aturan pemerintah? Kecuali jika kita sudah tidak punya pemerintahan lagi. Ini persolan yang harus diselesaikan dalam jangka pendek," tandasnya.
Menurutnya, saat ini pasar sudah telanjur menaikkan harga kebutuhan pokok seiring kenaikan harga BBM.
"Harga kebutuhan pokok tidak mudah turun secara cepat mengikuti harga BBM yang dipatok pemerintah. Ini indikasi pasar tidak berpihak kepada pemerintah," ujar dia dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (28/1/2015).
Dia mengatakan, ada anomali dalam perekonomian nasional saat ini. Di beberapa negara di dunia harga BBM turun, Indonesia malah naik, bahkan tertinggi di 10 negara ASEAN.
Pada saat yang sama, harga kebutuhan pokok di beberapa belahan duni stabil. Sementara, di Indonesia tida mengalami penurunan.
Hal ini, lanjut Hafisz, menandakan terjadi salah manajemen dalam tata kelola perekonomian Indonesia.
"Pasar tidak berpihak lagi kepada rezim Jokowi. Ini bisa diartikan apapun yang dilakukan pemerintah akan selalu bereaksi negatif ke pasar. Kalau sudah sampai tahap ini maka sangat berbahaya terhadap pemerintahan Jokowi," ujarnya.
Pemerintah, lanjutnya, sebagai pemegang regulasi harus punya mekanisme untuk menurunkan harga.
"Segera tunjuk lembaga yang mampu melakukan operasi pasar untuk menekan harga, baik harga pangan maupun sandang. Penurunan harga ini mesti dilakukan dalam jangka pendek," ujar Hafisz.
Terkait pentingnya penurunan harga kebutuhan pokok, sebagai pemegang regulator perekonomian negara sudah saatnya pemerintah mengatur hal ini lewat berbagai kebijakan.
Asumsi makro harus dikoreksi, angka pertumbuhan ekonomi harus terukur dan disertai kebijakan strategis yang berpihak pada pertumbuhan sektor UKM sebagai penopang terbesar ekonomi negara.
Angka inflasi harus dikendalikan, naiknya harga harus diatur dalam mekanisme supply and demand yang baik. Jika ini dilakukan, dia yakin pasar akan membaik.
"Bukankah importir dan pedagang ini tunduk pada aturan pemerintah? Kecuali jika kita sudah tidak punya pemerintahan lagi. Ini persolan yang harus diselesaikan dalam jangka pendek," tandasnya.
(izz)