Indonesia: Negara Tanpa Public Housing

Rabu, 11 Februari 2015 - 14:13 WIB
Indonesia: Negara Tanpa...
Indonesia: Negara Tanpa Public Housing
A A A
Terlalu berlebihan? Mungkin tidak, bila kita melihat kenyataan bahwa di Indonesia, pemerintah saat ini tidak hadir dalam penyediaan rumah rakyat. Beberapa program rumah yang katanya untuk kepentingan rakyat, ternyata juga tidak ada kehadiran pemerintah di sana.

Sebagai contoh pada 2007, program 1.000 menara rusunami untuk menyediakan rumah susun bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ternyata juga diserahkan ke swasta dalam pembangunannya. Ironisnya lagi, pemerintah dahulu mematok target 200.000 unit rumah setahun, tapi tidak satu pun dari pihak pemerintah yang membangun, semua diserahkan kepada swasta.

Saat ini pemerintah memang sedang mempersiapkan program 1 juta rumah. Alih-alih berbicara realisasi, banyak pihak memandang program ini tidak membumi dan masih mimpi. Bila dibandingkan dengan beberapa tahun ke belakang, pembangunan rumah rata-rata berkisar antara 150–170.000 per tahun dan yang membangun pun pihak swasta.

Di mana kehadiran pemerintah? Yang menjadi pertanyaan besar, yaitu bagaimana pemerintah dapat mengejar target 1 juta rumah tanpa blue print yang jelas. Tanpa berbicara mengenai jumlah target pembangunan, agaknya negara kita harus sadar bahwa saat ini di Indonesia tidak ada yang benar-benar public housing.

Pembangunan rumah dengan program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) di mana masyarakat dapat memperoleh bunga kredit 7,25% selama 20 tahun memang cukup bagus, tapi kembali dipertanyakan bagaimana masyarakat dapat memiliki rumah tersebut bila pasokan rumah seharga yang ditetapkan pemerintah tidak kunjung ada.

Kalaupun ada, jarak rumahnya sudah sangat jauh sekali dari tempat kerja yang membuat rumah menjadi tidak layak karena biaya transportasi dan waktu yang sangat jauh ke tempat aktivitas. Selain itu, harga rumah dengan standar FLPP mengalami kenaikan setiap tahun. Inilah mengapa Indonesia Property Watch mengkritik pemerintah sebagai penanggung jawab penyediaan rumah yang lalai dalam mengendalikan harga rumah rakyat.

Bila rumah FLPP setiap tahun naik, artinya tidak beda dengan rumah komersial lainnya. Pemerintah perlu dapat mengendalikan harga tanah dan melakukan intervensi dengan instrumen bank tanah agar rumah FLPP benar-benar menjadi public housing dan tidak terpengaruh mekanisme pasar. Dengan kata lain, dapat dijelaskan bila harga rumah FLPP terus naik, maka tidak dapat dikatakan sebagai public housing karena daya beli akan semakin tertinggal.

Tugas pemerintah untuk dapat menyediakan public housing yang dapat disesuaikan dengan daya beli dan itu bila pemerintah sudah mempunyai instrumen pengendali, seperti bank tanah. Bank tanah menjadi syarat penentu untuk dapat merealisasikan public housing. Jangan bermimpi rakyat punya rumah, bila harga tanah untuk rumah rakyat tidak bisa dikendalikan pemerintah.

Kekhawatiran yang beralasan, mengingat saat ini semua program pemerintah diserahkan kepada pihak swasta sehingga harga tanah yang tadinya bisa dibangun untuk rumah murah menjadi semakin tinggi karena tanah ikut dalam mekanisme pasar. Intinya, public housing harus dikendalikan oleh pemerintah.

Pemerintah dituntut untuk menyediakan bank tanah dan konsep ini sebenarnya bukan konsep baru bila kita melihat zaman Orde Baru dengan adanya program kaveling siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun (lisiba). Selain itu, sebagai perusahaan negara, Perum Perumnas dahulu menjadi barometer keberhasilan pembangunan rumah rakyat.

Namun, saat ini Perumnas masuk dalam jajaran perusahaan BUMN sehingga fokus untuk pembangunan perumahan rakyat menjadi hilang. Karenanya, Indonesia Property Watch melihat perlu adanya sebuah badan, seperti Perumnas dahulu. Bila memang Perumnas dipertahankan, harus keluar dari BUMN supaya bisa lebih fokus untuk penyediaan rumah rakyat.

Dalam masalah pembiayaan, saat ini telah ada Bank BTN yang fokus untuk perumahan, meskipun secara bisnis karena telah go public tetap tidak terlalu lincah untuk memberikan pembiayaan ke masyarakat menengah bawah. Karena itu, peran BPJS dapat membangun dalam masalah dana-dana pembiayaan jangka panjang. Dengan sinergi yang ada, seharusnya Indonesia dapat merumahkan rakyatnya. Mau atau tidak pemerintah?

ALI TRANGHANDA
Direktur Indonesia Property Watch
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0812 seconds (0.1#10.140)