Pengamat: Tanpa PMN, BUMN Tetap Bisa Jalan
A
A
A
JAKARTA - Pengamat dari Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan mengungkapkan, pada dasarnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetap bisa jalan tanpa mendapatkan suntikan dana penyertaan modal negara (PMN).
Dia mengatakan, pada dasarnya biang dari kebobrokan kinerja perusahaan pelat merah adalah kebijakan dan regulasi dari pemerintah, yang justru tidak berpihak kepada mereka. Hal tersebut pun pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan BUMN.
"Justru kalau kita lihat masalah internal BUMN bukan hanya masalah modal, tapi kebijakan," ujarnya kepada Sindonews di Jakarta, Rabu (11/2/2015).
Menurutnya, PT Perkebunan Negara (Persero) yang memproduksi gula justru dihadapkan dengan regulasi pemerintah untuk mengimpor gula rafinasi dalam jumlah besar. Akibatnya, stok gula milik PTPN tidak laku.
"Padahal BUMN punya stok gula ratusan ton di dalam gudang mereka. Enggak bisa dijual karena harganya lebih mahal dari impor," imbuh Dani.
Atas dasar itu, tanpa tambahan modal pun sedianya perusahaan negara tersebut dapat memperoleh modal dengan memperbaiki kinerjanya. "Jadi, persetujuan DPR lebih didasarkan pada ide politik. Ada pihak yang berkepentingan, apakah itu partai yang berkuasa atau lainnya," pungkas dia.
Seperti diketahui, Komisi VI DPR RI tadi malam akhirnya menyetujui besaran PMN yang diberikan kepada 27 BUMN di bawah naungan Kementerian BUMN sebesar Rp37,276 triliun. Jumlah ini terpangkas dari usulan sebesar Rp48 triliun yang akan digelontorkan kepada 35 BUMN.
Raker tersebut telah menyetujui besaran PMN pada BUMN dalam RAPBNP TA 2015 untuk disampaikan ke Badan Anggaran sesuai peraturan perundang-undangan. PMN tersebut diberikan kepada:
PT Angkasa Pura II : Rp2 triliun
PT ASDP : Rp1 triliun
PT Pelni : Rp500 miliar
PT Djakarta Lloyd tidak disetujui (usulan Rp350 miliar)
PT Hutama Karya: Rp3,6 triliun
Perum Perumnas : Rp2 triliun
PT Waskita Karya : Rp3,5 triliun
PT Adhi Karya dapat : Rp1,4 triliun
PT Perkebunan Nusantara III : Rp3,5 triliun.
PT Permodalan Nasional Madani : Rp1 triliun
PT Garam : Rp300 miliar
PT Rajawali Nusantara Indonesia tidak disetujui (usulan Rp280 miliar)
Perum Bulog : Rp3 triliun
PT Pertani : Rp470 miliar
PT Sang Hyang Seri : Rp400 miliar
PT Perikanan Nusantara : Rp200 miliar
Perum Perikanan Nusantara : Rp300 miliar
PT Dirgantara Indonesia : Rp400 miliar
PT Dok Perkapalan Surabaya : Rp200 miliar
PT Dok Kodja Bahari : Rp900 miliar
PT Industri Kapal Indonesia : Rp200 miliar
PT Aneka Tambang : Rp3,5 triliun
PT Pindad Rp700 : miliar
PT KAI : Rp2,750 triliun
PT Perusahaan Pengelola Aset : Rp2 triliun
PT Pengembangan Pariwisata : Rp250 miliar
PT Bank Mandiri tidak disetujui (usulan Rp5,6 triliun)
PT Pelindo IV : Rp2 triliun
PT Krakatau Steel : Rp956 miliar
PT BPUI : Rp250 miliar
Total PMN disetujui Rp37,276 triliun
Ada pula catatan yang diberikan Komisi VI DPR RI pada PMN PTPN III sebesar Rp3,5 triliun digunakan untuk:
1. PTPN VII : Rp175 miliar
2. PTPN IX : Rp1 triliun
3. PTPN X : Rp975 miliar
4. PTPN XI : Rp650 miliar
5. PTPN XII : Rp700 miliar
Dia mengatakan, pada dasarnya biang dari kebobrokan kinerja perusahaan pelat merah adalah kebijakan dan regulasi dari pemerintah, yang justru tidak berpihak kepada mereka. Hal tersebut pun pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan BUMN.
"Justru kalau kita lihat masalah internal BUMN bukan hanya masalah modal, tapi kebijakan," ujarnya kepada Sindonews di Jakarta, Rabu (11/2/2015).
Menurutnya, PT Perkebunan Negara (Persero) yang memproduksi gula justru dihadapkan dengan regulasi pemerintah untuk mengimpor gula rafinasi dalam jumlah besar. Akibatnya, stok gula milik PTPN tidak laku.
"Padahal BUMN punya stok gula ratusan ton di dalam gudang mereka. Enggak bisa dijual karena harganya lebih mahal dari impor," imbuh Dani.
Atas dasar itu, tanpa tambahan modal pun sedianya perusahaan negara tersebut dapat memperoleh modal dengan memperbaiki kinerjanya. "Jadi, persetujuan DPR lebih didasarkan pada ide politik. Ada pihak yang berkepentingan, apakah itu partai yang berkuasa atau lainnya," pungkas dia.
Seperti diketahui, Komisi VI DPR RI tadi malam akhirnya menyetujui besaran PMN yang diberikan kepada 27 BUMN di bawah naungan Kementerian BUMN sebesar Rp37,276 triliun. Jumlah ini terpangkas dari usulan sebesar Rp48 triliun yang akan digelontorkan kepada 35 BUMN.
Raker tersebut telah menyetujui besaran PMN pada BUMN dalam RAPBNP TA 2015 untuk disampaikan ke Badan Anggaran sesuai peraturan perundang-undangan. PMN tersebut diberikan kepada:
PT Angkasa Pura II : Rp2 triliun
PT ASDP : Rp1 triliun
PT Pelni : Rp500 miliar
PT Djakarta Lloyd tidak disetujui (usulan Rp350 miliar)
PT Hutama Karya: Rp3,6 triliun
Perum Perumnas : Rp2 triliun
PT Waskita Karya : Rp3,5 triliun
PT Adhi Karya dapat : Rp1,4 triliun
PT Perkebunan Nusantara III : Rp3,5 triliun.
PT Permodalan Nasional Madani : Rp1 triliun
PT Garam : Rp300 miliar
PT Rajawali Nusantara Indonesia tidak disetujui (usulan Rp280 miliar)
Perum Bulog : Rp3 triliun
PT Pertani : Rp470 miliar
PT Sang Hyang Seri : Rp400 miliar
PT Perikanan Nusantara : Rp200 miliar
Perum Perikanan Nusantara : Rp300 miliar
PT Dirgantara Indonesia : Rp400 miliar
PT Dok Perkapalan Surabaya : Rp200 miliar
PT Dok Kodja Bahari : Rp900 miliar
PT Industri Kapal Indonesia : Rp200 miliar
PT Aneka Tambang : Rp3,5 triliun
PT Pindad Rp700 : miliar
PT KAI : Rp2,750 triliun
PT Perusahaan Pengelola Aset : Rp2 triliun
PT Pengembangan Pariwisata : Rp250 miliar
PT Bank Mandiri tidak disetujui (usulan Rp5,6 triliun)
PT Pelindo IV : Rp2 triliun
PT Krakatau Steel : Rp956 miliar
PT BPUI : Rp250 miliar
Total PMN disetujui Rp37,276 triliun
Ada pula catatan yang diberikan Komisi VI DPR RI pada PMN PTPN III sebesar Rp3,5 triliun digunakan untuk:
1. PTPN VII : Rp175 miliar
2. PTPN IX : Rp1 triliun
3. PTPN X : Rp975 miliar
4. PTPN XI : Rp650 miliar
5. PTPN XII : Rp700 miliar
(izz)