Pengamat Berharap Paripurna DPR Tolak PMN
A
A
A
JAKARTA - Keputusan Raker Komisi VI DPR RI dengan Meneg BUMN yang mencapai kata sepakat untuk penambahan dana penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp37,276 triliun pada 27 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) patut disesalkan. Pengamat berharap rapat paripurna DPR menolak kebijakan tersebut.
"Selain belum ada kejelasan tentang sumber dana untuk PMN tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai kinerja sejumlah BUMN penerima PMN dinilai tidak sehat. Total nilai yang berpotensi merugikan keuangan negara tersebut mencapai Rp3,15 triliun dan USD243.896," ujar Analis Ekonomi Politik AEPI, Kusfiardi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/2/2015)
Selain itu, kata dia, BUMN juga belum menunjukkan rencana bisnis yang jelas, output dan outcome-nya, juga target-target yang ingin dicapai sehingga manfaatnya bisa terukur.
"Ketidakjelasan tersebut sangat wajar bila memunculkan kekhawatiran bahwa penyertaan modal negara (PMN) rawan untuk diselewengkan. Jika sampai itu terjadi maka kembali negara yang akan dirugikan. Pada akhirnya kerugian itu akan menjadi beban rakyat melalu keuangan negara dalam APBN," terangnya.
Menurut Kusfiardi, dengan kondisi seperti itu semakin sulit mengharapkan PMN bisa membawa manfaat yang lebih besar bagi perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat. Lebih jauh lagi kebijakan alokasi PMN tidak memiliki akuntabilitas dan tidak mencerminkan prinsip tata kelola keuangan negara yang baik.
"Semoga dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk pengesahan RAPBNP 2015 menjadi APBNP 2015, fraksi-fraksi di DPR masih bisa mengambil sikap menolak PMN. Termasuk menolak pemberian PMN kepada PT SMI yang jelas-jelas memiliki anak perusahaan patungan bersama Bank Dunia (IFC), ADB, DEG dan SMBC (lihat di http://www.ptsmi.co.id/content/shareholder-structure/)," bebernya.
Dia menambahkan, alokasi PMN kepada PT SMI patut diduga sebagai bentuk memberikan fasilitas keuntungan bagi lembaga keuangan internasional yang menyusup sebagai pemegang saham di anak perusahaan yang merupakan BUMN. "Sikap penolakan ini menjadi penting dalam rangka mencegah terjadinya kerugian negara," tandas Kusfiardi.
Di sisi lain, Komisi VI DPR RI tadi malam menyetujui tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Askrindo dan Perum Jamkrindo mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2015. Total asupan modal tambahan untuk tiga perusahaan BUMN tersebut berjumlah Rp6 triliun.
"Selain belum ada kejelasan tentang sumber dana untuk PMN tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai kinerja sejumlah BUMN penerima PMN dinilai tidak sehat. Total nilai yang berpotensi merugikan keuangan negara tersebut mencapai Rp3,15 triliun dan USD243.896," ujar Analis Ekonomi Politik AEPI, Kusfiardi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/2/2015)
Selain itu, kata dia, BUMN juga belum menunjukkan rencana bisnis yang jelas, output dan outcome-nya, juga target-target yang ingin dicapai sehingga manfaatnya bisa terukur.
"Ketidakjelasan tersebut sangat wajar bila memunculkan kekhawatiran bahwa penyertaan modal negara (PMN) rawan untuk diselewengkan. Jika sampai itu terjadi maka kembali negara yang akan dirugikan. Pada akhirnya kerugian itu akan menjadi beban rakyat melalu keuangan negara dalam APBN," terangnya.
Menurut Kusfiardi, dengan kondisi seperti itu semakin sulit mengharapkan PMN bisa membawa manfaat yang lebih besar bagi perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat. Lebih jauh lagi kebijakan alokasi PMN tidak memiliki akuntabilitas dan tidak mencerminkan prinsip tata kelola keuangan negara yang baik.
"Semoga dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk pengesahan RAPBNP 2015 menjadi APBNP 2015, fraksi-fraksi di DPR masih bisa mengambil sikap menolak PMN. Termasuk menolak pemberian PMN kepada PT SMI yang jelas-jelas memiliki anak perusahaan patungan bersama Bank Dunia (IFC), ADB, DEG dan SMBC (lihat di http://www.ptsmi.co.id/content/shareholder-structure/)," bebernya.
Dia menambahkan, alokasi PMN kepada PT SMI patut diduga sebagai bentuk memberikan fasilitas keuntungan bagi lembaga keuangan internasional yang menyusup sebagai pemegang saham di anak perusahaan yang merupakan BUMN. "Sikap penolakan ini menjadi penting dalam rangka mencegah terjadinya kerugian negara," tandas Kusfiardi.
Di sisi lain, Komisi VI DPR RI tadi malam menyetujui tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Askrindo dan Perum Jamkrindo mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2015. Total asupan modal tambahan untuk tiga perusahaan BUMN tersebut berjumlah Rp6 triliun.
(dmd)