Pembatasan Rapat Hotel Selamatkan Uang Negara Rp5,1 T
A
A
A
JAKARTA - Pembatasan aparat sipil negara (ASN) untuk menggelar rapat di hotel dalam Surat Edaran No 11 Tahun 2014 oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi akan diperjelas. Kementerian akan mengeluarkan petunjuk teknis pelaksanaan pembatasan tersebut.
"Saya sudah mendapat arahan Pak Presiden untuk membuat petunjuk teknis pelaksanaannya, karena selama ini aturannya masih bersifat koersif. Kami akan siapkan petunjuk pelaksana teknisnya," kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi saat menjadi pembicara dalam Musyawarah Nasional (Munas) XVI Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) 2015, Jakarta, Selasa (17/2).
Petunjuk teknis ini akan mengatur sejauh mana larangannya dan mana yang boleh atau tidak boleh dilakukan aparat sipil negara. Misalnya penjelasan konsinyering, definisi rapat yang ditoleransi untuk melakukan kegiatan di luar kantor, kemudian mengenai anggaran dan jumlahnya.
Aturan pembatasan rapat di luar kantor bagi aparat sipil negara, jelas Yuddy, karena masih maraknya penyalahgunaan anggaran negara. Berdasarkan catatan BPKP, telah terjadi penyalahgunaan anggaran mencapai 30%. Total penghematan dari rapat di hotel-hotel tersebut bisa mencapai Rp5,122 triliun.
Menurut data Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dua bulan sejak terbitnya surat edaran menteri, terdapat sejumlah peningkatan dalam efisiensi anggaran. Di antaranya 61 Kementerian/Lembaga bisa menghemat sekitar Rp4,2 triliun, 8 Pemerintah Provinsi sekitar Rp471 miliar, 61 Pemerintah Kabupaten sekitar Rp290 miliar dan 14 Pemerintah Kota sekitar Rp91 miliar.
Sehingga total penghematan dalam November ke Desember sebesar Rp5,122 triliun. Data BPKP ini belum memasukkan semua pemprov dan pemkab.
Pembatasan menggelar rapat di luar kantor, kata Yuddy, dilatari keinginan Presiden akan adanya perubahan cara berpikir, bertindak dan berperilaku para aparatur sipil negara. Sehingga di akhir era periode pertama Kabinet Kerja, Indonesia bisa menjadi negara dengan tata kelola pemerintahan berkelas dunia.
"Kita tidak mungkin berkelas dunia jika kerja birokrasi kita lambat, mempersulit pelaku ekonomi, tebang pilih, dan tidak transparan. Harus ada perubahan pola pikir dari birokrasi yang selama ini priyayi menjadi birokrat-birokrat yang memberikan pelayanan dan responsif terhadap masyarakat," kata Yuddy.
Sementara itu, sejumlah pemilik perhotelan menyatakan setuju terkait petunjuk tenis pembatasan rapat di hotel. Salah satu perwakilan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdi, meminta agar Menteri PANRB segera menerbitkan petunjuk teknisnya agar bisa menjadi acuan bagi pengusaha perhotelan.
Namun Ketua Umum PHRI Wiryanti Sukamdani meminta pemerintah membuat nota kesepahaman dengan pengusaha perhotelan. Nota kesepahaman tersebut terkait adanya dugaan mark up yang dilakukan pihak hotel untuk membantu ASN melakukan penyalahgunaan anggaran negara.
"Saya sudah mendapat arahan Pak Presiden untuk membuat petunjuk teknis pelaksanaannya, karena selama ini aturannya masih bersifat koersif. Kami akan siapkan petunjuk pelaksana teknisnya," kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi saat menjadi pembicara dalam Musyawarah Nasional (Munas) XVI Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) 2015, Jakarta, Selasa (17/2).
Petunjuk teknis ini akan mengatur sejauh mana larangannya dan mana yang boleh atau tidak boleh dilakukan aparat sipil negara. Misalnya penjelasan konsinyering, definisi rapat yang ditoleransi untuk melakukan kegiatan di luar kantor, kemudian mengenai anggaran dan jumlahnya.
Aturan pembatasan rapat di luar kantor bagi aparat sipil negara, jelas Yuddy, karena masih maraknya penyalahgunaan anggaran negara. Berdasarkan catatan BPKP, telah terjadi penyalahgunaan anggaran mencapai 30%. Total penghematan dari rapat di hotel-hotel tersebut bisa mencapai Rp5,122 triliun.
Menurut data Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dua bulan sejak terbitnya surat edaran menteri, terdapat sejumlah peningkatan dalam efisiensi anggaran. Di antaranya 61 Kementerian/Lembaga bisa menghemat sekitar Rp4,2 triliun, 8 Pemerintah Provinsi sekitar Rp471 miliar, 61 Pemerintah Kabupaten sekitar Rp290 miliar dan 14 Pemerintah Kota sekitar Rp91 miliar.
Sehingga total penghematan dalam November ke Desember sebesar Rp5,122 triliun. Data BPKP ini belum memasukkan semua pemprov dan pemkab.
Pembatasan menggelar rapat di luar kantor, kata Yuddy, dilatari keinginan Presiden akan adanya perubahan cara berpikir, bertindak dan berperilaku para aparatur sipil negara. Sehingga di akhir era periode pertama Kabinet Kerja, Indonesia bisa menjadi negara dengan tata kelola pemerintahan berkelas dunia.
"Kita tidak mungkin berkelas dunia jika kerja birokrasi kita lambat, mempersulit pelaku ekonomi, tebang pilih, dan tidak transparan. Harus ada perubahan pola pikir dari birokrasi yang selama ini priyayi menjadi birokrat-birokrat yang memberikan pelayanan dan responsif terhadap masyarakat," kata Yuddy.
Sementara itu, sejumlah pemilik perhotelan menyatakan setuju terkait petunjuk tenis pembatasan rapat di hotel. Salah satu perwakilan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdi, meminta agar Menteri PANRB segera menerbitkan petunjuk teknisnya agar bisa menjadi acuan bagi pengusaha perhotelan.
Namun Ketua Umum PHRI Wiryanti Sukamdani meminta pemerintah membuat nota kesepahaman dengan pengusaha perhotelan. Nota kesepahaman tersebut terkait adanya dugaan mark up yang dilakukan pihak hotel untuk membantu ASN melakukan penyalahgunaan anggaran negara.
(dmd)