Perumahan Rakyat Butuh Dukungan Perbankan
A
A
A
JAKARTA - Kendala dalam penyediaan perumahan rakyat selain infrastruktur adalah dukungan pembiayaan dari perbankan. Sementara kebutuhan perumahan di Indonesia terus meningkat.
Hingga tahun ini, diperkirakan kebutuhan perumahan mencapai 15 juta unit. Peningkatan tersebut akibat pertumbuhan penduduk yang terus naik.
Sebaran backlog perumahan di Indonesia terbesar masih di Pulau Jawa yang membutuhkan 7,7 juta rumah baru. Sementara di Sumatera mencapai 2,96 juta unit, Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara sebesar 692.000 unit. Kemudian, di Pulau Kalimantan 805.000 unit, Sulawesi 950.000 unit, Maluku 139.000 unit, dan Papua mencapai 183.000 unit.
Indonesia Property Watch (IPW) menyebutkan, anggaran yang dibutuhkan untuk program subsidi rumah, seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) jumlahnya sangat besar mencapai Rp50 triliun per tahun. Sementara anggaran pemerintah hanya Rp33 triliun untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dari jumlah itu, hanya 20% dialokasikan untuk perumahan rakyat.
Direktur Eksekutif IPW Ali Tranghanda menilai saat ini pemerintah terkesan terlalu cepat memberikan pernyataan program perumahan tanpa disertai program kerja yang jelas.
“Wacana pemerintah mengenai penurunan bunga FLPP dari 7,25% fixed selama 20 tahun menjadi 5% disambut baik oleh konsumen berpenghasilan rendah. Kendati demikian, perlu ada keseriusan pemerintah karena untuk membuat bunga 5%, kontribusi pemerintah terhadap pembiayaan FLPP harus lebih 80%, sedangkan sisanya dari bank pelaksana," terangnya.
Menurut Ali, konsep perumahan rakyat yang dibangun pada masa Orde Baru dinilai lebih maju dari sekarang karena telah dibangun sejumlah institusi pilar perumahan rakyat dan jelas peta jalannya. Dia mencontohkan, Bank BTN ditunjuk sebagai bank yang fokus untuk membiayai perumahan. Sementara Perumnas bertugas mengembangkan perumahan publik. “Sekarang visi Perumnas tidak berjalan sementara BTN selalu diganggu dengan isu akuisisi,” kata Ali.
Ketua Umum DPD Real Estat Indonesia (REI) DKI Jakarta, Amran Nukman menilai, kebutuhan rumah bagi masyarakat masih cukup besar. “Bila ditambah oleh program pemerintah menggenjot infrastruktur, bisa mendorong pertumbuhan properti kian besar. Kehadiran infrastruktur menciptakan pertumbuhan sektor properti,” ungkapnya.
Untuk itu, Bank BTN terus melakukan gebrakan untuk memenuhi tujuan bisnisnya sebagai pemain utama di pembiayaan perumahan. Sebagai bank yang fokus bisnis pembiayaan perumahan. BTN terus melakukan terobosan untuk meningkatkan penyaluran kreditnya di sektor tersebut.
"Kami tetap fokus di pembiayaan perumahan karena kebutuhan rumah akan terus meningkat dan para pelaku usaha terkait pembangunan perumahan termasuk perbankan. Sebagai pendukung pembiayaan, kami harus siap," kata Direktur Utama Bank BTN Maryono.
BTN juga terlibat aktif dalam program penyaluran subsidi perumahan yang dikeluarkan pemerintah. Melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), setiap tahun BTN sanggup menyalurkan 95% sampai 96% dari total FLPP. BTN sudah mempunyai pengalaman hampir 40 tahun menggeluti pembiayaan perumahan.
Hingga tahun ini, diperkirakan kebutuhan perumahan mencapai 15 juta unit. Peningkatan tersebut akibat pertumbuhan penduduk yang terus naik.
Sebaran backlog perumahan di Indonesia terbesar masih di Pulau Jawa yang membutuhkan 7,7 juta rumah baru. Sementara di Sumatera mencapai 2,96 juta unit, Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara sebesar 692.000 unit. Kemudian, di Pulau Kalimantan 805.000 unit, Sulawesi 950.000 unit, Maluku 139.000 unit, dan Papua mencapai 183.000 unit.
Indonesia Property Watch (IPW) menyebutkan, anggaran yang dibutuhkan untuk program subsidi rumah, seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) jumlahnya sangat besar mencapai Rp50 triliun per tahun. Sementara anggaran pemerintah hanya Rp33 triliun untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dari jumlah itu, hanya 20% dialokasikan untuk perumahan rakyat.
Direktur Eksekutif IPW Ali Tranghanda menilai saat ini pemerintah terkesan terlalu cepat memberikan pernyataan program perumahan tanpa disertai program kerja yang jelas.
“Wacana pemerintah mengenai penurunan bunga FLPP dari 7,25% fixed selama 20 tahun menjadi 5% disambut baik oleh konsumen berpenghasilan rendah. Kendati demikian, perlu ada keseriusan pemerintah karena untuk membuat bunga 5%, kontribusi pemerintah terhadap pembiayaan FLPP harus lebih 80%, sedangkan sisanya dari bank pelaksana," terangnya.
Menurut Ali, konsep perumahan rakyat yang dibangun pada masa Orde Baru dinilai lebih maju dari sekarang karena telah dibangun sejumlah institusi pilar perumahan rakyat dan jelas peta jalannya. Dia mencontohkan, Bank BTN ditunjuk sebagai bank yang fokus untuk membiayai perumahan. Sementara Perumnas bertugas mengembangkan perumahan publik. “Sekarang visi Perumnas tidak berjalan sementara BTN selalu diganggu dengan isu akuisisi,” kata Ali.
Ketua Umum DPD Real Estat Indonesia (REI) DKI Jakarta, Amran Nukman menilai, kebutuhan rumah bagi masyarakat masih cukup besar. “Bila ditambah oleh program pemerintah menggenjot infrastruktur, bisa mendorong pertumbuhan properti kian besar. Kehadiran infrastruktur menciptakan pertumbuhan sektor properti,” ungkapnya.
Untuk itu, Bank BTN terus melakukan gebrakan untuk memenuhi tujuan bisnisnya sebagai pemain utama di pembiayaan perumahan. Sebagai bank yang fokus bisnis pembiayaan perumahan. BTN terus melakukan terobosan untuk meningkatkan penyaluran kreditnya di sektor tersebut.
"Kami tetap fokus di pembiayaan perumahan karena kebutuhan rumah akan terus meningkat dan para pelaku usaha terkait pembangunan perumahan termasuk perbankan. Sebagai pendukung pembiayaan, kami harus siap," kata Direktur Utama Bank BTN Maryono.
BTN juga terlibat aktif dalam program penyaluran subsidi perumahan yang dikeluarkan pemerintah. Melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), setiap tahun BTN sanggup menyalurkan 95% sampai 96% dari total FLPP. BTN sudah mempunyai pengalaman hampir 40 tahun menggeluti pembiayaan perumahan.
(dmd)