Rupiah Melorot, Menkeu Pastikan APBN-P Aman
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro memastikan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 tetap aman, meski nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) terus melorot.
Dia mengatakan, jika pada tahun sebelumnya gejolak rupiah akan menyebabkan APBN terancam, maka tidak untuk kali ini. Hal tersebut lantaran reformasi subsidi yang diambil pemerintah, sehingga rupiah loyo maka APBN tetap aman.
"Dengan kita melakukan reformasi subsidi, maka perubahan kurs ini tidak berpengaruh ke APBN. Rupiah bergejolak, APBN aman karena itu tidak ada pengaruhnya terhadap budget defisit. Kita harus berpikir ke resiko fiskal yang lain, yaitu capai target penerimaan pajak," katanya di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/3/2015).
Dia mengatakan, pemerintah akan melakukan upaya untuk mencapai target penerimaan pajak. Sebab saat ini, rasio perpajakan di Indonesia masih sangat rendah dibanding negara berkembang lainnya.
"Kita akan melakukan upaya penerimaan pajak karena saat ini kalau kita hitung tax ratio dibagi PDB hanya sedikit lebih dari 11%. Sangat rendah dibanding negara tetangga, atau berkembang, apalagi negara maju," imbuh dia.
Hal ini, sambungnya, menandakan Indonesia belum melakukan pemungutan pajak yang sesuai dengan potensi. Sebab itu, pemerintah akan melakukan upaya ekstra agar pemungutan pajak akan sesuai dengan potensinya.
"Kita tidak mau business as usual, kita akan extra effort. Tingkat kepatuhan pajak masih sangat rendah, itu harus kita perbaiki. Tanpa harus mengganggu bisnis yang berjalan," pungkas Bambang.
Dia mengatakan, jika pada tahun sebelumnya gejolak rupiah akan menyebabkan APBN terancam, maka tidak untuk kali ini. Hal tersebut lantaran reformasi subsidi yang diambil pemerintah, sehingga rupiah loyo maka APBN tetap aman.
"Dengan kita melakukan reformasi subsidi, maka perubahan kurs ini tidak berpengaruh ke APBN. Rupiah bergejolak, APBN aman karena itu tidak ada pengaruhnya terhadap budget defisit. Kita harus berpikir ke resiko fiskal yang lain, yaitu capai target penerimaan pajak," katanya di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/3/2015).
Dia mengatakan, pemerintah akan melakukan upaya untuk mencapai target penerimaan pajak. Sebab saat ini, rasio perpajakan di Indonesia masih sangat rendah dibanding negara berkembang lainnya.
"Kita akan melakukan upaya penerimaan pajak karena saat ini kalau kita hitung tax ratio dibagi PDB hanya sedikit lebih dari 11%. Sangat rendah dibanding negara tetangga, atau berkembang, apalagi negara maju," imbuh dia.
Hal ini, sambungnya, menandakan Indonesia belum melakukan pemungutan pajak yang sesuai dengan potensi. Sebab itu, pemerintah akan melakukan upaya ekstra agar pemungutan pajak akan sesuai dengan potensinya.
"Kita tidak mau business as usual, kita akan extra effort. Tingkat kepatuhan pajak masih sangat rendah, itu harus kita perbaiki. Tanpa harus mengganggu bisnis yang berjalan," pungkas Bambang.
(rna)