Aturan Integrasi Pasar Modal ASEAN Dikaji
A
A
A
JIMBARAN - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih mengkaji standar peraturan bersama terkait implementasi integrasi pasar modal di wilayah ASEAN.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan Nurhaida mengatakan, aturan tersebut diharapkan berguna dalam memperkuat pasar modal Indonesia,seiring pemberlakuan integrasi pasar modal ASEAN pada 2020. Menurutnya, beberapa negara seperti Malaysia, Singapura dan Thailand saat ini memang sudah mencapai kesepakatan dan dapat melakukan transaksi pasar modal lintas negara.
Namun, Indonesia belum terkoneksi dengan ketiga negara tersebut karena standar peraturan yang ada di dalam negeri jauh lebih tinggi dibanding negara lain di ASEAN. “Pada dasarnya Indonesia sudah mengadopsi peraturan tersebut. Tetapi, kita memiliki keunggulanstandarperaturanyang tidakdiadopsinegaralain, sehingga perlu adanya standardisasi,” ujar Nurhaida di sela-sela ASEAN Broker Conference & Networking 2015, di Bali, akhir pekan lalu.
Dia menjelaskan, dalam membuat aturan integrasi pasar modal tersebut otoritas pasar modal di ASEAN akan menghadapi sejumlah kendala karena perbedaan standar. Sehingga harus ada pilihan, apakah mengikuti standar ASEAN disclosure atau mengubah peraturan yang ada di Indonesia. Dia mengungkapkan, Indonesia belum bergabung dalam standar ASEAN karena Indonesia sudah memiliki kelebihan dari standar minimum yang disepakati tiga negara itu.
Contohnya, peraturan pasar Indonesia mewajibkan emiten untuk memaparkan penggunaan dana hasil penawaran umum, sementara di Singapura, Malaysia dan Thailand tidak diwajibkan. Selain itu, yang menjadi kendala adalah peraturan di pasar modal Indonesia ada yang berlandaskan undang-undang, sehingga ada potensi undangundangnya direvisi. OJK selaku otoritas di industri keuangan akan mengubah sejumlah peraturan apabila aturan yang ada tidak mengandung nilai tambah pada negara lain.
Karena prinsipnya, berdasar aturan pada integrasi pasar modal ASEAN, masingmasing negara yang tergabung harus mendapatkan manfaat bersama. Nurhaida menyatakan, sulit untuk mengintegrasikan 10 negara ASEAN secara bersamaan karena baru lima dari negara yang sudah memiliki pasar modal. Sisanya masih tertinggal, bahkan ada yang belum memiliki bursa efek.
“Yang perkembangan pasar modalnya baik adalah Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Filipina. Sementara lima negara yang lain seperti Brunei, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Myanmar itu mereka masih jauh,” tandasnya. Sementara itu, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito menambahkan, ketentuan ASEAN disclosure yang ada di Indonesia dinilai lebih baik dibandingkan negara lainnya. Sehingga, lebih baik jika negara-negara ASEAN lainnya mengikuti Indonesia.
Di sisi lain, integrasi pasar modal yang sudah dilakukan Thailand, Singapura, dan Malaysia didukung oleh faktor sejarah dan hukum yang diadopsi dari Inggris. “Indonesia mewarisi hukum Belanda yang berbeda dengan hukum Inggris. Sehingga jika terjadi masalah gagal bayar dan sebagainya, akan menjadi masalah yang cukup berat,” pungkasnya.
Arsy ani s
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan Nurhaida mengatakan, aturan tersebut diharapkan berguna dalam memperkuat pasar modal Indonesia,seiring pemberlakuan integrasi pasar modal ASEAN pada 2020. Menurutnya, beberapa negara seperti Malaysia, Singapura dan Thailand saat ini memang sudah mencapai kesepakatan dan dapat melakukan transaksi pasar modal lintas negara.
Namun, Indonesia belum terkoneksi dengan ketiga negara tersebut karena standar peraturan yang ada di dalam negeri jauh lebih tinggi dibanding negara lain di ASEAN. “Pada dasarnya Indonesia sudah mengadopsi peraturan tersebut. Tetapi, kita memiliki keunggulanstandarperaturanyang tidakdiadopsinegaralain, sehingga perlu adanya standardisasi,” ujar Nurhaida di sela-sela ASEAN Broker Conference & Networking 2015, di Bali, akhir pekan lalu.
Dia menjelaskan, dalam membuat aturan integrasi pasar modal tersebut otoritas pasar modal di ASEAN akan menghadapi sejumlah kendala karena perbedaan standar. Sehingga harus ada pilihan, apakah mengikuti standar ASEAN disclosure atau mengubah peraturan yang ada di Indonesia. Dia mengungkapkan, Indonesia belum bergabung dalam standar ASEAN karena Indonesia sudah memiliki kelebihan dari standar minimum yang disepakati tiga negara itu.
Contohnya, peraturan pasar Indonesia mewajibkan emiten untuk memaparkan penggunaan dana hasil penawaran umum, sementara di Singapura, Malaysia dan Thailand tidak diwajibkan. Selain itu, yang menjadi kendala adalah peraturan di pasar modal Indonesia ada yang berlandaskan undang-undang, sehingga ada potensi undangundangnya direvisi. OJK selaku otoritas di industri keuangan akan mengubah sejumlah peraturan apabila aturan yang ada tidak mengandung nilai tambah pada negara lain.
Karena prinsipnya, berdasar aturan pada integrasi pasar modal ASEAN, masingmasing negara yang tergabung harus mendapatkan manfaat bersama. Nurhaida menyatakan, sulit untuk mengintegrasikan 10 negara ASEAN secara bersamaan karena baru lima dari negara yang sudah memiliki pasar modal. Sisanya masih tertinggal, bahkan ada yang belum memiliki bursa efek.
“Yang perkembangan pasar modalnya baik adalah Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Filipina. Sementara lima negara yang lain seperti Brunei, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Myanmar itu mereka masih jauh,” tandasnya. Sementara itu, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito menambahkan, ketentuan ASEAN disclosure yang ada di Indonesia dinilai lebih baik dibandingkan negara lainnya. Sehingga, lebih baik jika negara-negara ASEAN lainnya mengikuti Indonesia.
Di sisi lain, integrasi pasar modal yang sudah dilakukan Thailand, Singapura, dan Malaysia didukung oleh faktor sejarah dan hukum yang diadopsi dari Inggris. “Indonesia mewarisi hukum Belanda yang berbeda dengan hukum Inggris. Sehingga jika terjadi masalah gagal bayar dan sebagainya, akan menjadi masalah yang cukup berat,” pungkasnya.
Arsy ani s
(ars)