Rupiah Melemah, Produsen Batik Resah

Senin, 16 Maret 2015 - 19:00 WIB
Rupiah Melemah, Produsen...
Rupiah Melemah, Produsen Batik Resah
A A A
PEKALONGAN - Masih terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) membuat resah produsen batik di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Biaya produksi batik menjadi lebih tinggi karena bahan baku sebagian besar impor.

"Sudah mulai terasa pada biaya produksi yang bertambah mahal," ujar Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Daerah Kabupaten Pekalongan, Failasuf, Senin (16/3/2015).

Menurutnya, kenaikan biaya produksi batik tersebut diakibatkan bahan baku pembuatan batik yang hampir seluruhnya adalah barang impor. Kenaikan harga bahan baku itu sudah terjadi sekitar dua bulan terakhir.

"Biaya produksi otomatis naik. Sebab bahan baku pembuatan batik tersebut impor, seperti sutera, katun dan lilin. Apalagi melemahnya rupiah terjadi jangka panjang, akan sangat terasa berat sekali," ujarnya.

Pria yang juga pengusaha batik tersebut mengungkapkan, naiknya biaya produksi otomatis naik pula harga jual batik tersebut. Sehingga dia khawatir, hal itu akan berpengaruh pada omset yang menurun.

"Kalau konsumen tidak bisa menerima kenaikan harga batik itu, otomatis omset kami turun. Untuk mensiasatinya, kami meningkatkan nilai seninya. Sehingga bisa mendongkrak harga batik yang sudah jadi," ungkapnya.

Melemahnya rupiah, lanjut dia, diperparah dengan kondisi cuaca yang tidak menentu dan cenderung banyak terjadi hujan. Sehingga produksi batik menurun.

"Hujan terus seperti ini juga mengganggu. Sebab, para perajin batik masih mengandalkan sinar matahari. Jadi penurunan produksi batik akibat hujan mencapai sekitar 30%. Saat puncaknya lalu malah menurun sampai 50%," terangnya.

Saat cuaca cerah, pihaknya memperbanyak produksi batik. Sementara saat terjadi hujan, dia mensiasatinya dengan menggarap produksi lain seperti design.

"Kalau produk batik tulis kan tidak dibuat massal, butuh inspirasi dan ide. Sehingga butuh waktu yang lama juga untuk produksi. Jadi saat cuaca jelek, kami siasati dengan produksi lainnya, misal design. Saat panas, kami perbanyak penjemuran," jelasnya.

Terpisah, Kabid Perdagangan Disperindagkop dan UMKM Kabupaten Pekalongan, Agus Dwi Nugroho, membenarkan hal itu. Menurutnya, saat ini terjadi tren kenaikan bahan baku batik setelah merosotnya nilai rupiah terhadap USD.

"Tingginya biaya produksi ini, membuat produsen batik semakin tertekan. Biaya produksi otomatis bertambah mahal. Namun tidak diikuti harga jual yang naik pula. Sebab daya beli konsumen di pasar menurun," terangnya.

Hal itu, lanjut dia, mengakibatkan omzet produsen batik mengalami penurunan. Pihaknya berharap, para produsen batik di Kabupaten Pekalongan dan sekitarnya tetap dapat bertahan dengan kondisi ini. "Saya harap para produsen batik tetap survive pada keadaan ini," terangnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0904 seconds (0.1#10.140)