Perusahaan Tambang Ajukan Penangguhan L/C
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) berbondong-bondong mengajukan penangguhan penggunaan letter of credit (L/C) untuk ekspor batu bara hingga akhir tahun.
Hal itu untuk mengantisipasi kerugian karena sejumlah perusahaan memiliki kontrak jangka panjang. "Kontrak misalnya delapan bulan lalu harga USD75 per ton, sekarang harga USD60 per ton. Kan begitu mengubah tata cara pembayaran berarti merubah kontrak. Ketika berubah, menjadi beban sehingga mereka minta harga disesuaikan harga saat ini," ungkap Direktur Eksekutif APBI Supriatna Sahala di Jakarta, Selasa (7/4/2015).
Menurutnya, penangguhan penggunaan L/C untuk ekspor komoditas batu bara kebanyakan diajukan perusahaan tambang pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi I-II. Perusahaan PKP2B generasi I dan II merupakan perusahaan batu bara yang memberikan kontribusi 40%-50% dari total produksi batu bara nasional.
Jika tidak ditangguhkan, berpotensi merugi dari royalti, pendapatan dan pajak dari perusahaan batu bara. PKP2B generasi pertama hingga saat ini biaya tambahannya ditanggung pemerintah.
"Pemerintah tambah rugi. Bisa terima kerugian penurunan harga dan kerugian membayar L/C. Kontrak generasi I disebutkan semua additional cost yang tidak tercantum di kontrak adalah beban pemerintah. Itu kontrak yang bikin Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan. Ini Kementerian Perdagangan kurang koordinasi," terangnya.
Sementara, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Sujatmiko membenarkan jika perusahaan tambang mengajukan L/C. Menurutnya, penangguhan diajukan oleh sekitar 10 perusahaan tambang mineral dan lebih dari 10 perusahaan tambang batu bara.
"Sampai saat ini ada lebih dari 20 perusahaan yang mengajukan penangguhan L/C," katanya.
Sujatmiko menuturkan, banyaknya perusahaan yang mengajukan penangguhan karena belum memakai L/C dalam kegiatan ekspornya. Namun, pihaknya tidak membeberkan siapa saja yang mengajukan penangguhan tersebut.
Dia mengatakan, akan berusaha secepat mungkin melakukan verifikasi persyaratan sehingga rekomendasi penangguhan bisa dilayangkan ke Kementerian Perdagangan. "Kami usahakan secepatnya. Mudah-mudahan bisa cepat selesai," ujarnya.
Hal itu untuk mengantisipasi kerugian karena sejumlah perusahaan memiliki kontrak jangka panjang. "Kontrak misalnya delapan bulan lalu harga USD75 per ton, sekarang harga USD60 per ton. Kan begitu mengubah tata cara pembayaran berarti merubah kontrak. Ketika berubah, menjadi beban sehingga mereka minta harga disesuaikan harga saat ini," ungkap Direktur Eksekutif APBI Supriatna Sahala di Jakarta, Selasa (7/4/2015).
Menurutnya, penangguhan penggunaan L/C untuk ekspor komoditas batu bara kebanyakan diajukan perusahaan tambang pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi I-II. Perusahaan PKP2B generasi I dan II merupakan perusahaan batu bara yang memberikan kontribusi 40%-50% dari total produksi batu bara nasional.
Jika tidak ditangguhkan, berpotensi merugi dari royalti, pendapatan dan pajak dari perusahaan batu bara. PKP2B generasi pertama hingga saat ini biaya tambahannya ditanggung pemerintah.
"Pemerintah tambah rugi. Bisa terima kerugian penurunan harga dan kerugian membayar L/C. Kontrak generasi I disebutkan semua additional cost yang tidak tercantum di kontrak adalah beban pemerintah. Itu kontrak yang bikin Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan. Ini Kementerian Perdagangan kurang koordinasi," terangnya.
Sementara, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Sujatmiko membenarkan jika perusahaan tambang mengajukan L/C. Menurutnya, penangguhan diajukan oleh sekitar 10 perusahaan tambang mineral dan lebih dari 10 perusahaan tambang batu bara.
"Sampai saat ini ada lebih dari 20 perusahaan yang mengajukan penangguhan L/C," katanya.
Sujatmiko menuturkan, banyaknya perusahaan yang mengajukan penangguhan karena belum memakai L/C dalam kegiatan ekspornya. Namun, pihaknya tidak membeberkan siapa saja yang mengajukan penangguhan tersebut.
Dia mengatakan, akan berusaha secepat mungkin melakukan verifikasi persyaratan sehingga rekomendasi penangguhan bisa dilayangkan ke Kementerian Perdagangan. "Kami usahakan secepatnya. Mudah-mudahan bisa cepat selesai," ujarnya.
(izz)