Properti 2015:Market Shock

Rabu, 08 April 2015 - 09:53 WIB
Properti 2015:Market Shock
Properti 2015:Market Shock
A A A
Memasuki triwulan kedua tahun 2015, pasar propertimasih mengalami tren perlambatanmeskipun tidak setinggi yang terjadi sepanjang tahun 2014. Beberapa faktor membuat pasar propertimasih dalam keadaan shock.

Kondisi pasar properti saat ini, khususnya di segmen menengah atas sampai mewah, diwarnaiharga yang sudahover value. Beberapa investor mengatakan bahwa mereka kesulitan untukmenjual kembali propertinya karena harga yang dibeli ternyata sudah ketinggian. Indonesia PropertyWatch pernah memberikan pendapatnya terkait hal tersebut. Disebutkan bahwa di beberapa lokasi harga jual properti sudahtidak terkendali dan memasuki titik jenuh.

Namun, masih saja banyak investor yang membeli dengan asumsi dan harapan akan terusnaik. Dalam pergerakan pasar properti sama seperti ekonomimempunyai siklus pasar yang kerap diabaikan investor. Kondisi over value ini memicu likuiditas pasar properti yang semakin rendah sehingga kalaupun dijual, maka harga akan terkoreksi.

Nah, yang terjadi kemudian bahwa pengembang mulai “tersadar” dengan kondisi pasar yang ada. Sebagian pengembang mulai memasarkan produk-produk yang lebih “membumi” untuk segmenmenengah karena memang pasar gemuk ada di segmen ini.Dari mulai resizing luasan rumahsampai jangka waktu cicilan yang diperpanjang.

Namun, itu saja ternyata belum cukup karena ternyata kondisi ekonomi Indonesia belum pulih sejak peralihan kepemimpinan nasional. Kisruh politik sedikit banyak mengganggu psikologis investormeskipun tidak secara langsung memukul properti. Namun, siklus politik saat ini sudah mulai terpisah dengan siklus ekonomi, terbukti dengan kebijakan Bank Indonesia yang segeramenurunkan BI rate dari 7,75% menjadi 7,5% dan diperkirakan dalam trenmenurun sampai akhir tahun 2015.

Fluktuasi rupiah ternyata hanya shock sesaat seperti yang diperkirakan Indonesia PropertyWatch dan tidak akan memengaruhi pasar properti secara signifikan. Kondisi shock yang dialami properti dari berbagai dimensi akan segera berlalu karena sektor riil dan investasi akan kembali bergairah dengan fundamental ekonomi saat ini yang relatif terjaga.

Beberapa investor Asia Pasifik yang juga menanamkan modalnya di Indonesia akanmulaidirasakan sebagai stimulus untuk perbaikan daya beli masyarakat, khususnya menengah. Meskipun pasar properti dibayangi titik terendah penyerapan pada tahun ini, danbeberapa faktor yangmembuat market shock, paling lambat akhir 2015 pasar akanmulai bergairah sedikit demi sedikit.

Sementara Program Sejuta Rumah sebentar lagi akan segera diluncurkan pemerintah. Agaknya langkah ini harus diapresiasi oleh kita semua meskipun masih banyak yang harus dipersiapkan sebelum programini dapat berjalan baik. Pasalnya saat Kementerian Perumahan Rakyat lalu, belum ada lagi programnyata yang khusus diprioritaskan untuk penyediaan rumah rakyat.

Sebagai masukan membangun untuk pemerintah, Indonesia PropertyWatch kembali mengingatkan agar pemerintah tidak absen dalam penyediaan rumah rakyat. Beberapa pemerintah menyangkut rumah rakyat banyak yang berjalan, namun tanpa blueprint yang jelas sehingga banyak program yang tidak dapat berjalan karena tidak dipersiapkan dengan matang.

Dalam kaitannya dengan Program Sejuta Rumah, Indonesia Property Watchmen cermati ada beberapa hal yang seharusnya menjadi prioritas dalam pencanangan programini. Pertama, bank tanah. Bank tanah menjadi faktor krusial yang seharusnya diperhatikan pemerintah dari sisi suplai karena tanpa suplai, maka programini tidak akanberjalan optimal.

Bantuan uang muka, turunnya suku bunga FLPP 5%, dan besaran uang muka hanya 1%akanmemperbesar pasar permintaan denganmenaikkan daya beli konsumen yang akan berjalan ketika rumah yang sesuai tersedia di pasar.Dengan adanya bank tanah milik pemerintah, maka mismatch pasar akan dapat dihindari dan pemerintah dapat mematok harga rumah yang sesuai.

Kedua, data backlog. Angka backlog atau kekurangan rumah sebesar 15 juta unit rumah saat ini seakan-akan menjadi kata wajib dalam seminar-seminar perumahan. Namun, sampai saat ini tidak pernah ada analisis yang mendasari angka tersebut. Pemerintah bahkan tidakmempunyai data pasti mengenai kebutuhan rumah tiap wilayah yangmembuat kebijakan menjadi tapa arah dan hanya berorientasi fisik, bukan pasar.

Artinya, kemungkinan dikembangkan rumah dalam satuwilayah, namun tidak seperti permintaan yang ada di sana sehingga banyak yangmenjadi kosong. Ketiga adalah infrastruktur. Masalah infrastruktur harus direncanakan sebagai satu kesatuan dengan bank tanah karena akan sangat memengaruhi harga tanah nantinya.

Setiap wilayah yang dilalui infrastruktur akan membuat harga naik sehingga semakin lama pemerintah akan semakin sulit untuk dapat membuat bank tanah bila tidak dipersiapkan sesegeramungkin. Infrastruktur akanmenjadi vital ketika pengembang tidak hanyamembangun rumah, namun seharusnya terintegrasi dengan infrastruktur yang ada.

Jangan sampai rumah yang terbangun mempunyai lokasi yang sangat jauh sehingga akan memberatkan transportasi konsumennyameskipun harga jual rumahnyamurah. Keempat, tata ruang harus segara menjadi perhatian setiap pemerintah daerah karena akan terintegrasi dengan pengadaan bank tanah, baik melalui pembelian oleh pemda maupun ketersediaan zona untuk rumah rakyat.

ProgramSejuta Rumah seharusnya menjadi kampanye nasional yang menjadi sebuah programyang terkait banyak kementerian. Bila berbicara bank tanah, maka peran pemda di bawah Kementerian Dalam Negeri menjadi penting. Begitu pula bila berbicara tata ruang,maka BPN akan berperan. Belum lagi masalah penghapusan PPN yang menjadi ranah Kementerian Keuangan, dan sebagainya sehingga lalu lintas koordinasimenjadi sangat penting.

ALI TRANGHANDA
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3461 seconds (0.1#10.140)