Koreksi Jokowi, SBY Tegaskan Utang RI ke IMF Sudah Lunas
A
A
A
JAKARTA - Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membantah pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan bahwa Indonesia masih memiliki tanggungan utang ke International Monetary Fund (IMF). Hal ini dikatakannya lewat akun twitternya @SBYudhoyono.
Dalam kicauannya SBY mengatakan, seluruh utang Indonesia kepada IMF sudah kita lunasi pada 2006. Keseluruhan utang Indonesia terhadap IMF seebsar USD9,1 miliar atau setara Rp117 triliun.
"Maaf, demi tegaknya kebenaran, saya harus mengatakan bahwa seluruh utang Indonesia kepada IMF sudah kita lunasi pada 2006 yang lalu. Keseluruhan utang Indonesia terhadap IMF adalah USD9,1 miliar, jika dengan nilai tukar sekarang setara dengan Rp117 triliun," kicau SBY, Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Dia mengatakan, pembayaran terakhir telah dilunasi pada 2006 atau empat tahun lebih cepat dari jadwal yang ada. Setelah itu, politisi Partai Demokrat ini memastikan bahwa Indonesia tidak lagi menjadi pasien IMF.
"Memang, sebelum keputusan final itu saya ambil, sejumlah pihak menyarankan agar lebih baik pelunasannya dilaksanakan secara bertahap, agar tidak mengganggu ketahanan ekonomi Indonesia. Tapi saya berpendapat lain. Lebih baik kalau utang itu segera kita lunasi," tuturnya.
SBY mengungkapkan, keputusannya untuk melunasi utang ke IMF lebih cepat didasari alasan pertumbuhan ekonomi Indonesia kala itu masih dalam tingkatan yang relatif tinggi. Dengan demikian, masih aman untuk menjaga ketahanan ekonomi makro dan sektor riil Indonesia.
"Di sisi lain, di samping kekuatan fiskal kita aman, dari segi moneter cadangan devisa kita juga relatif kuat," ucapnya.
Selain itu, dengan telah dilunasinya utang IMF tersebut, Indonesia tak lagi didikte oleh IMF dan negara donor. Artinya, perencanaan pembangunan, APBN, dan penggunaan keuangan Indonesia tak perlu melalui restu dari IMF.
"Saya tidak ingin pemerintah disandera. Kita harus merdeka dan berdaulat dalam mengelola perekonomian nasional kita. Saya masih ingat, ketika masih menjadi Menteri Pertambangan dan Energi (tahun 1999-2000), saya harus "melaporkan" dulu kepada negara-negara donor yang tergabung dalam forum CGI berkaitan dengan kebijakan dan rencana kementerian yang saya pimpin, utamanya menyangkut APBN. Situasinya sungguh tidak nyaman," kisah SBY.
Kala itu, sambung dia, lembaga keuangan internasional itu pun pernah memintanya untuk menaikkan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik (TDL) secara serentak dengan angka yang sangat tinggi. Hal tersebut pun secara tegas ditolak oleh SBY.
"Sedangkan alasan yang ketiga, selama Indonesia masih punya utang kepada IMF, rakyat kita merasa terhina (humiliated). Dipermalukan. Di mata sebagian rakyat, IMF diidentikkan dengan penjajah. Bahkan IMF-lah yang dianggap membikin krisis ekonomi tahun 1998 benar-benar buruk dan dalam," tandasnya.
Dalam kicauannya SBY mengatakan, seluruh utang Indonesia kepada IMF sudah kita lunasi pada 2006. Keseluruhan utang Indonesia terhadap IMF seebsar USD9,1 miliar atau setara Rp117 triliun.
"Maaf, demi tegaknya kebenaran, saya harus mengatakan bahwa seluruh utang Indonesia kepada IMF sudah kita lunasi pada 2006 yang lalu. Keseluruhan utang Indonesia terhadap IMF adalah USD9,1 miliar, jika dengan nilai tukar sekarang setara dengan Rp117 triliun," kicau SBY, Jakarta, Selasa (28/4/2015).
Dia mengatakan, pembayaran terakhir telah dilunasi pada 2006 atau empat tahun lebih cepat dari jadwal yang ada. Setelah itu, politisi Partai Demokrat ini memastikan bahwa Indonesia tidak lagi menjadi pasien IMF.
"Memang, sebelum keputusan final itu saya ambil, sejumlah pihak menyarankan agar lebih baik pelunasannya dilaksanakan secara bertahap, agar tidak mengganggu ketahanan ekonomi Indonesia. Tapi saya berpendapat lain. Lebih baik kalau utang itu segera kita lunasi," tuturnya.
SBY mengungkapkan, keputusannya untuk melunasi utang ke IMF lebih cepat didasari alasan pertumbuhan ekonomi Indonesia kala itu masih dalam tingkatan yang relatif tinggi. Dengan demikian, masih aman untuk menjaga ketahanan ekonomi makro dan sektor riil Indonesia.
"Di sisi lain, di samping kekuatan fiskal kita aman, dari segi moneter cadangan devisa kita juga relatif kuat," ucapnya.
Selain itu, dengan telah dilunasinya utang IMF tersebut, Indonesia tak lagi didikte oleh IMF dan negara donor. Artinya, perencanaan pembangunan, APBN, dan penggunaan keuangan Indonesia tak perlu melalui restu dari IMF.
"Saya tidak ingin pemerintah disandera. Kita harus merdeka dan berdaulat dalam mengelola perekonomian nasional kita. Saya masih ingat, ketika masih menjadi Menteri Pertambangan dan Energi (tahun 1999-2000), saya harus "melaporkan" dulu kepada negara-negara donor yang tergabung dalam forum CGI berkaitan dengan kebijakan dan rencana kementerian yang saya pimpin, utamanya menyangkut APBN. Situasinya sungguh tidak nyaman," kisah SBY.
Kala itu, sambung dia, lembaga keuangan internasional itu pun pernah memintanya untuk menaikkan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik (TDL) secara serentak dengan angka yang sangat tinggi. Hal tersebut pun secara tegas ditolak oleh SBY.
"Sedangkan alasan yang ketiga, selama Indonesia masih punya utang kepada IMF, rakyat kita merasa terhina (humiliated). Dipermalukan. Di mata sebagian rakyat, IMF diidentikkan dengan penjajah. Bahkan IMF-lah yang dianggap membikin krisis ekonomi tahun 1998 benar-benar buruk dan dalam," tandasnya.
(izz)