Pemerintah Harus Lindungi Sawit
A
A
A
JAKARTA - Industri sawit nasional harus dilindungi oleh pemerintah. Karena industri ini menjadi salah satu kunci kemandirian ekonomi nasional.
”Industri sawit nasional harus berkembang dan harus menjadi lebih baik lagi. Ini menjadi tugas pemerintah,” kata Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan dalam sambutan pada Pengukuhan Pengurus, Dewan Pengawas, dan Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) di Jakarta, kemarin. Menurut Luhut, kelapa sawit harus menjadi komoditas unggulan strategis mengingat andil yang besar bagi perekonomian nasional.
Oleh karena itu, sejak menjabat Menteri Perdagangan di era Pemerintahan Gus Dur, dirinya terus mendorong perkembangan kelapa sawit dan industri sawit nasional. ”Sawit harus diproteksi pemerintah, sehingga apabila ada lembaga atau kementerian yang menghambat perkembangan industri sawit nasional, mendingan kita buldoser saja,” tegasnya.
Produksi minyak sawit mentah (crude palm oil /CPO) dan turunannya pada 2014 lalu mencapai 31,5 juta ton. Jumlah tersebut menjadikan Indonesia tetap sebagai produsen CPO terbesar di dunia. Jumlah tenaga kerja, petani, serta pihak lain dalam mata rantai industri kelapa sawit mencapai lebih 5 juta orang. Sedangkan, devisa ekspor produk CPO dan turunannya pada 2014 mencapai USD21 miliar.
”Peranan sawit sangat dominan dalam penggunaan minyak nabati dunia maupun ekonomi masyarakat. Kalau ada kementerian yang tidak mau mengurusi sawit, pasti ada something wrong di kementerian tersebut,” kata Luhut. Sebelumnya Ketua Umum Gapki Joko Supriyono dalam sambutannya mengemukakan bahwa hingga saat ini sawit belum dijadikan komoditas strategis oleh pemerintah. Akibatnya, koordinasi antarlembaga pemerintah dalam menjalankan kebijakan terkait industri sawit sangat lemah.
Bahkan lebih parahnya lagi, kebijakan yang dikeluarkan oleh satu instansi pemerintah tidak mendapat dukungan dari instansi lainnya. Joko mencontohkan, kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang dibuat Kementerian Pertanian (Kementan). Menurutnya, kebijakan ini sangat bagus, namun karena sosialisasi yang dilakukan Kementan sangat kurang, maka kebijakan ini tidak mendapat dukungan dari kementerian lain.
”Kondisi itu akan berbeda apabila sawit ditetapkan sebagai komoditas strategis nasional,” kata Joko yang juga Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk ini. Dia membandingkan kebijakan yang ditempuh Pemerintah Malaysia yang menjadikan sawit sebagai komoditas strategis. Dampaknya, lanjut Joko, semua instansi di Negeri Jiran tersebut sangat mendukung perkembangan industri sawit. Joko mengungkapkan, tantangan industri sawit ke depan makin berat.
Tantangan pertama soal pelemahan harga komoditas. Hingga kuartal I ini harga sejumlah komoditas minyak nabati, termasuk CPO, masih relatif rendah. Pada April ini harga rata-rata CPO di pasar dunia (CIF Rotterdam) sebesar USD660 atau turun lebih dari 26% dibandingkan rata-rata CPO pada periode yang sama tahun lalu. ”Menghadapi tantangan ini Indonesia perlu memperkuat value chain dengan mengembangkan industri hilir yang sustainable,” kata Joko.
Tantangan kedua adalah kebijakan. Pelaku usaha kelapa sawit mengharapkan dukungan pemerintah melalui kebijakan- kebijakan yang membuka ruang bagi pengembangan dan keberlanjutan usaha kelapa sawit. Misalnya, implementasi mandatori biofuel , retribusi dari sejumlah daerah yang membebani pelaku usaha sawit.
Tantangan ketiga adalah semakin kerasnya kampanye negatif terhadap industri kelapa sawit Indonesia dari sejumlah LSM asing maupun lokal yang berafiliasi dengan mitra mereka di luar negeri.
Sudarsono
”Industri sawit nasional harus berkembang dan harus menjadi lebih baik lagi. Ini menjadi tugas pemerintah,” kata Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan dalam sambutan pada Pengukuhan Pengurus, Dewan Pengawas, dan Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) di Jakarta, kemarin. Menurut Luhut, kelapa sawit harus menjadi komoditas unggulan strategis mengingat andil yang besar bagi perekonomian nasional.
Oleh karena itu, sejak menjabat Menteri Perdagangan di era Pemerintahan Gus Dur, dirinya terus mendorong perkembangan kelapa sawit dan industri sawit nasional. ”Sawit harus diproteksi pemerintah, sehingga apabila ada lembaga atau kementerian yang menghambat perkembangan industri sawit nasional, mendingan kita buldoser saja,” tegasnya.
Produksi minyak sawit mentah (crude palm oil /CPO) dan turunannya pada 2014 lalu mencapai 31,5 juta ton. Jumlah tersebut menjadikan Indonesia tetap sebagai produsen CPO terbesar di dunia. Jumlah tenaga kerja, petani, serta pihak lain dalam mata rantai industri kelapa sawit mencapai lebih 5 juta orang. Sedangkan, devisa ekspor produk CPO dan turunannya pada 2014 mencapai USD21 miliar.
”Peranan sawit sangat dominan dalam penggunaan minyak nabati dunia maupun ekonomi masyarakat. Kalau ada kementerian yang tidak mau mengurusi sawit, pasti ada something wrong di kementerian tersebut,” kata Luhut. Sebelumnya Ketua Umum Gapki Joko Supriyono dalam sambutannya mengemukakan bahwa hingga saat ini sawit belum dijadikan komoditas strategis oleh pemerintah. Akibatnya, koordinasi antarlembaga pemerintah dalam menjalankan kebijakan terkait industri sawit sangat lemah.
Bahkan lebih parahnya lagi, kebijakan yang dikeluarkan oleh satu instansi pemerintah tidak mendapat dukungan dari instansi lainnya. Joko mencontohkan, kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang dibuat Kementerian Pertanian (Kementan). Menurutnya, kebijakan ini sangat bagus, namun karena sosialisasi yang dilakukan Kementan sangat kurang, maka kebijakan ini tidak mendapat dukungan dari kementerian lain.
”Kondisi itu akan berbeda apabila sawit ditetapkan sebagai komoditas strategis nasional,” kata Joko yang juga Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk ini. Dia membandingkan kebijakan yang ditempuh Pemerintah Malaysia yang menjadikan sawit sebagai komoditas strategis. Dampaknya, lanjut Joko, semua instansi di Negeri Jiran tersebut sangat mendukung perkembangan industri sawit. Joko mengungkapkan, tantangan industri sawit ke depan makin berat.
Tantangan pertama soal pelemahan harga komoditas. Hingga kuartal I ini harga sejumlah komoditas minyak nabati, termasuk CPO, masih relatif rendah. Pada April ini harga rata-rata CPO di pasar dunia (CIF Rotterdam) sebesar USD660 atau turun lebih dari 26% dibandingkan rata-rata CPO pada periode yang sama tahun lalu. ”Menghadapi tantangan ini Indonesia perlu memperkuat value chain dengan mengembangkan industri hilir yang sustainable,” kata Joko.
Tantangan kedua adalah kebijakan. Pelaku usaha kelapa sawit mengharapkan dukungan pemerintah melalui kebijakan- kebijakan yang membuka ruang bagi pengembangan dan keberlanjutan usaha kelapa sawit. Misalnya, implementasi mandatori biofuel , retribusi dari sejumlah daerah yang membebani pelaku usaha sawit.
Tantangan ketiga adalah semakin kerasnya kampanye negatif terhadap industri kelapa sawit Indonesia dari sejumlah LSM asing maupun lokal yang berafiliasi dengan mitra mereka di luar negeri.
Sudarsono
(ars)