Ekonomi Melambat, Pusat Belanja Perkecil Target
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum DPP Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Handaka Santosa mengungkapkan, target penjualan (omzet) tahun ini lebih kecil dibanding tahun sebelumnya.
APPBI tahun ini hanya menargetkan penjualan tumbuh 10%, turun dibanding tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 15%.
Menurut dia, APPBI baru tahun ini memasang target di bawah tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut karena perlambatan ekonomi Indonesia.
"Target penjualan kita targetkan rendah untuk tahun ini (10%)," kata dia saat dihubungi oleh Sindonews di Jakarta, Sabtu (2/5/2015).
Di saat kondisi seperti ini, Handaka mengaku heran dengan sikap pemerintah yang akan menaikkan pajak penjualan karena akan menambah beban.
"(Pajak) ini akan tinggi sekali. Pajak itu kan naik berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau bisnis. Kalau tidak ada pertumbuhan, gimana mau setor pajak? " ujarnya.
Menurut dia, kebijakan penaikan pajak penjualan harus disertai dengan pertumbuhan ekonomi ynag memadai. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sedang tidak baik dan di dukung oleh konsumsi domestik bukan oleh ekspor.
"Pemerintah harus hati-hati di sini, makannya harus menjaga betul dari konsumsi retail atau konsumsi domestik. Jadi kalau pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bombastis kok kami agak kurang sepakat," imbuh dia.
Belum lagi, dia menambahkan, melemahnya kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD), naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) akan berimbas pada naiknya sejumlah barang dan jasa di Tanah Air.
"Rupiah melemah, dan kebanyakan barang kita masih impor, jadi jatuhnya pasti mahal harganya itu yang jadi masalah dan penjualan ikut melambat juga," pungkasnya.
APPBI tahun ini hanya menargetkan penjualan tumbuh 10%, turun dibanding tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 15%.
Menurut dia, APPBI baru tahun ini memasang target di bawah tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut karena perlambatan ekonomi Indonesia.
"Target penjualan kita targetkan rendah untuk tahun ini (10%)," kata dia saat dihubungi oleh Sindonews di Jakarta, Sabtu (2/5/2015).
Di saat kondisi seperti ini, Handaka mengaku heran dengan sikap pemerintah yang akan menaikkan pajak penjualan karena akan menambah beban.
"(Pajak) ini akan tinggi sekali. Pajak itu kan naik berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau bisnis. Kalau tidak ada pertumbuhan, gimana mau setor pajak? " ujarnya.
Menurut dia, kebijakan penaikan pajak penjualan harus disertai dengan pertumbuhan ekonomi ynag memadai. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sedang tidak baik dan di dukung oleh konsumsi domestik bukan oleh ekspor.
"Pemerintah harus hati-hati di sini, makannya harus menjaga betul dari konsumsi retail atau konsumsi domestik. Jadi kalau pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bombastis kok kami agak kurang sepakat," imbuh dia.
Belum lagi, dia menambahkan, melemahnya kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD), naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) akan berimbas pada naiknya sejumlah barang dan jasa di Tanah Air.
"Rupiah melemah, dan kebanyakan barang kita masih impor, jadi jatuhnya pasti mahal harganya itu yang jadi masalah dan penjualan ikut melambat juga," pungkasnya.
(rna)