Tolak Power Wheeling, SP PLN Apresiasi Penghapusan Skemanya dalam RUU EBET
Selasa, 24 Januari 2023 - 20:24 WIB
JAKARTA - Serikat Pekerja PT PLN (Persero) mengapresiasi penghapusan skema Power Wheeling (PW) dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan ( RUU EBET ) yang akan disahkan DPR pada Juni 2023 mendatang. SP PLN juga menyerukan seluruh stakeholder perusahaan listrik pelat merah itu untuk terus mengawal pembahasan RUU EBET tersebut.
"Haram hukumnya kembali memasukkan power wheeling dalam RUU EBET tersebut karena sebelumnya Presiden telah mengeluarkan skema tersebut dari Daftar Inventaris Masalah (DIM). Karena, skema ini dinilai sangat membebani pemerintah dari sisi keuangan. Itu sebabnya Presiden Joko Widodo mengeluarkannya," ungkap Ketua SP PLN Pusat Abrar Ali melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Abrar menilai sikap Presiden Joko Widodo menolak memasukkan power wheeling dalam DIM RUU EBET sangat tepat. Dia menegaskan, bisa jadi di negara lain penerapan skema power wheeling ada yang sukses. Namun, tegas dia, hal itu bukan berarti skema yang sama dapat langsung diimplementasikan di negara ini.
"Karena jelas berbeda karakternya dalam segala hal, termasuk sejarah keberadaan PLN di Tanah Air. Kita harus ingat juga bahwa perusahaan ini adalah salah satu aset bangsa yang terbesar, sehingga pengelolaannya harus murni dilakukan putra-putri bangsa ini," tandasnya.
Untuk diketahui, skema bisnis power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik milik PLN. Skema ini diklaim memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit non-PLN ke fasilitas operasi perusahaan dengan memanfaatkan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN.
Namun, Abrar menegaskan, sejatinya skema itu justru juga merugikan. Pasalnya, dalam hal pengadaan energi listrik, konsep multi buyer-single seller (MBSS) yang diberlakukan saat ini sesungguhnya merupakan pola unbundling. Padahal pola unbundling sudah dibatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan UUD Pasal 33. Kemudian UU tersebut diganti dengan UU No 30/2009 tentang ketenagalistrikan, dengan menghilangkan unbundling.
Sebelumnya, pengamat energi dari UGM Fahmy Radhi juga menilai bahwa skema power wheeling yang membolehkan perusahaan listrik swasta (IPP) membangun pembangkit dan menjual listrik dengan menggunakan jaringan distribusi dan transmisi PLN, merugikan BUMN listrik tersebut dan juga negara. Meski IPP membayar fee kepada PLN, power wheeling menurutnya akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30% persen dan pelanggan non-organik hingga 50%.
"Penurunan jumlah pelanggan PLN itu, selain dapat memperbesar kelebihan pasokan PLN, juga menaikkan harga pokok penyediaan listrik," tandasnya.
"Haram hukumnya kembali memasukkan power wheeling dalam RUU EBET tersebut karena sebelumnya Presiden telah mengeluarkan skema tersebut dari Daftar Inventaris Masalah (DIM). Karena, skema ini dinilai sangat membebani pemerintah dari sisi keuangan. Itu sebabnya Presiden Joko Widodo mengeluarkannya," ungkap Ketua SP PLN Pusat Abrar Ali melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Abrar menilai sikap Presiden Joko Widodo menolak memasukkan power wheeling dalam DIM RUU EBET sangat tepat. Dia menegaskan, bisa jadi di negara lain penerapan skema power wheeling ada yang sukses. Namun, tegas dia, hal itu bukan berarti skema yang sama dapat langsung diimplementasikan di negara ini.
"Karena jelas berbeda karakternya dalam segala hal, termasuk sejarah keberadaan PLN di Tanah Air. Kita harus ingat juga bahwa perusahaan ini adalah salah satu aset bangsa yang terbesar, sehingga pengelolaannya harus murni dilakukan putra-putri bangsa ini," tandasnya.
Untuk diketahui, skema bisnis power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik milik PLN. Skema ini diklaim memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit non-PLN ke fasilitas operasi perusahaan dengan memanfaatkan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN.
Namun, Abrar menegaskan, sejatinya skema itu justru juga merugikan. Pasalnya, dalam hal pengadaan energi listrik, konsep multi buyer-single seller (MBSS) yang diberlakukan saat ini sesungguhnya merupakan pola unbundling. Padahal pola unbundling sudah dibatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan UUD Pasal 33. Kemudian UU tersebut diganti dengan UU No 30/2009 tentang ketenagalistrikan, dengan menghilangkan unbundling.
Sebelumnya, pengamat energi dari UGM Fahmy Radhi juga menilai bahwa skema power wheeling yang membolehkan perusahaan listrik swasta (IPP) membangun pembangkit dan menjual listrik dengan menggunakan jaringan distribusi dan transmisi PLN, merugikan BUMN listrik tersebut dan juga negara. Meski IPP membayar fee kepada PLN, power wheeling menurutnya akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30% persen dan pelanggan non-organik hingga 50%.
"Penurunan jumlah pelanggan PLN itu, selain dapat memperbesar kelebihan pasokan PLN, juga menaikkan harga pokok penyediaan listrik," tandasnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda