Skema Power Wheeling Diminta Tidak Masuk RUU EBT
Selasa, 24 Januari 2023 - 15:30 WIB
JAKARTA - Sejumlah kalangan meminta skema power wheeling tidak masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT). Mekanisme tersebut dinilai menyalahi konstitusi karena dalam turunan Pasal 33 UUD 1945 yang tertuang dalam UU No.30/2009 tentang Ketenagalistrikan, penyediaan listrik untuk kepentingan umum dilakukan secara terintegrasi mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi dan penjualan diamanatkan dilakukan oleh PT PLN (Persero).
"Wewenang PLN ini merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945, bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara melalui BUMN," ujar Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS) Marwan Batubara saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Skema power wheeling dinilai kurang tepat karena akan menimbulkan permasalahan baru di sektor ketenagalistrikan. Menurut dia apabila skema tersebut disahkan, maka produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) bisa menjual listrik langsung kepada masyarakat dengan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki dan dioperasikan PLN.
Marwan menilai, skema tersebut menyalahi konstitusi. Sebab, dalam turunan Pasal 33 UUD 1945 yang tertuang dalam UU No.30/2009 tentang Ketenagalistrikan, penyediaan listrik untuk kepentingan umum dilakukan secara terintegrasi mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi dan penjualan diamanatkan dilakukan oleh PLN.
Dia beranggapan skema power wheling akan merugikan negara sebab akan mengurangi kemampuan PLN untuk bertahan dari kondisi kelebihan pasokan listrik di Indonesia yang sangat besar dan tidak berimbang dengan konsumsi.
"Faktanya sarana fasilitas dibangun dalam rangka menyalurkan listrik oleh PLN. Saat ini pasokan listrik PLN sangat berlebih, over supply di Jawa itu sekitar 50 sampai 60 persen dan ini akan berlangsung mungkin tiga atau empat tahun ke depan. Kemudian di Sumatera juga sekitar itu 40 sampai 50 persen," paparnya.
Marwan melanjutkan, pemanfaatan jaringan PLN oleh IPP EBT melalui skema power wheeling juga akan menimbulkan masalah pada sisi konsumen, harga listrik pembangkit berbasis EBT yang dibangun swasta tentu akan lebih mahal, hal ini tentu akan dibebankan ke konsumen. Saat ini pun pemerintah belum memiliki pengaturan yang jelas terkait skema tarif yang akan diterapkan.
"Pemerintah sendiri belum jelas, jangan sampai nanti dengan tarif transmisi numpang lewat infrastruktur PLN, kemudian tarif itu tidak jelas, tidak ada dasar perhitungan yang ilmiah dan objektif," tuturnya.
"Wewenang PLN ini merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945, bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara melalui BUMN," ujar Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS) Marwan Batubara saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Skema power wheeling dinilai kurang tepat karena akan menimbulkan permasalahan baru di sektor ketenagalistrikan. Menurut dia apabila skema tersebut disahkan, maka produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) bisa menjual listrik langsung kepada masyarakat dengan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki dan dioperasikan PLN.
Marwan menilai, skema tersebut menyalahi konstitusi. Sebab, dalam turunan Pasal 33 UUD 1945 yang tertuang dalam UU No.30/2009 tentang Ketenagalistrikan, penyediaan listrik untuk kepentingan umum dilakukan secara terintegrasi mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi dan penjualan diamanatkan dilakukan oleh PLN.
Dia beranggapan skema power wheling akan merugikan negara sebab akan mengurangi kemampuan PLN untuk bertahan dari kondisi kelebihan pasokan listrik di Indonesia yang sangat besar dan tidak berimbang dengan konsumsi.
"Faktanya sarana fasilitas dibangun dalam rangka menyalurkan listrik oleh PLN. Saat ini pasokan listrik PLN sangat berlebih, over supply di Jawa itu sekitar 50 sampai 60 persen dan ini akan berlangsung mungkin tiga atau empat tahun ke depan. Kemudian di Sumatera juga sekitar itu 40 sampai 50 persen," paparnya.
Marwan melanjutkan, pemanfaatan jaringan PLN oleh IPP EBT melalui skema power wheeling juga akan menimbulkan masalah pada sisi konsumen, harga listrik pembangkit berbasis EBT yang dibangun swasta tentu akan lebih mahal, hal ini tentu akan dibebankan ke konsumen. Saat ini pun pemerintah belum memiliki pengaturan yang jelas terkait skema tarif yang akan diterapkan.
"Pemerintah sendiri belum jelas, jangan sampai nanti dengan tarif transmisi numpang lewat infrastruktur PLN, kemudian tarif itu tidak jelas, tidak ada dasar perhitungan yang ilmiah dan objektif," tuturnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda