Di Malaysia Sudah Turun, di Indonesia Kapan BBM Turun?
Selasa, 28 April 2020 - 15:52 WIB
Saat ini harga BBM per liter yang dijual di SPBU Pertamina. Untuk Pertalite (RON 90) Rp 7.650, Pertamax (RON 92) Rp 9.000, Pertamax Turbo (RON 98) Rp 9.850, Premium (RON 88) Rp 6.450, Dexlite Rp 9.500, Pertamina Dex Rp 10.200.
Lalu dari mana asalnya Andre mengusulkan harga BBM bisa turun sampai Rp 4000 per liter ? Rupanya Andre menjadikan harga BBM di Malaysia sebagai referensi. Pada Maret lalu, harga BBM di Negeri Jiran ini, tercatat masih sebesar RM 2,08 atau Rp 7.280 untuk bensin RON 95. Lalu untuk bensin RON 97 sebesar RM 2,40 per liter (Rp 8.400), dan harga BBM jenis diesel dijual RM 2.13 (Rp 7.455).
Melihat perkembangan harga minyak dunia, Pemerintah Malaysia melalui Kementerian Keuangan, mengambil kebijakan menurunkan harga BBM. Kebijakan ini sudah dimulai pada awal April ini. Sekarang harga terbaru BBM di Malaysia yang berlaku untuk periode 25 April hingga 1 Mei 2020 adalah untuk BBM jenis RON 97 sebesar RM 1,55 per liter atau setara dengan Rp 5.425. Bensin jenis RON 95 seharga RM 1,25 atau Rp 4.375 dan BBM jenis Diesel dengan harga RM 1,40 atau Rp 4.900.
Beban Kewajiban Pertamina
Hingga sekarang pemerintah memang belum memutuskan untuk menurunkan harga BBM. Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan saat ini pemerintah masih terus mengevaluasi serta melakukan monitor terhadap efek dari perkembangan harga minyak. Dengan begitu belum ada keputusan untuk menurunkan harga BBM. Hal yang sama juga disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif. Menurutnya, pemerintah masih mengkaji terkait opsi penurunan harga bahan bakar minyak (BBM), seiring anjloknya harga minyak mentah dunia.
Ditambahkan oleh Menko Perekonomian harga minyak yang turun sampai minus itu adalah WTI. Sementara Indonesia menggunakan menggunakan acuan dari Mean of Platts Singapore (MOPS) yang memiliki basis jenis minyak Brent. Menko perekonomiann berdalih saat ini minyak jenis Brent untuk waktu pengiriman yang sama harganya masih stabil di kisaran US$ 23 per barel.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati juga ikut bersuara. Menurutnya, alasan Pertamina belum menurunkan harga BBM, karena BBM di Indonesia ditentukan oleh formula yang dirumuskan oleh Kementerian ESDM. Sebagai BUMN, Pertamina akan mengikuti setiap ketetapan pemerintah.
Pertimbangan lainnya, sebagai BUMN, Pertamina punya kewajiban membeli minyak dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas yang beroperasi dalam negeri. Kewajiban ini bertujuan untuk menekan defisit Migas, yang terjadi sejak tahun lalu. Nah, harga minyak yang dibeli Pertamina dari KKKS tidak semurah jika Pertamina membeli lewat impor.
Nicke menjelaskan pihaknya, harus prioritaskan membeli minyak mentah dari dalam negeri, kebutuhannya mencapai 40%. Jika Pertamina membeli minyak mentah lewat mekanisme impor, maka yang terjadi KKKS di dalam negeri akan berhenti semua. Peran Pertamina sebagai BUMN juga tidak bisa beraksi layaknya trader. Untuk perusahaan Migas, dalam kondisi seperti ini akan memilih opsi untuk berhenti operasi kilang dan hulu. Lalu mememenuhi kebutuhan Minyak dari impor yang lebih murah. Sebagai BUMN, Pertamina tidak bisa setop operasi kilang dan hulu.
Di sisi hilir Pertamina juga tengah sempoyongan. Penjualan BBM Pertamina sudah anjlok sekitar 24%. Ini akibat dampak dari kebijakan pemerintah mencegah perluasan Covid-19 melalui PSBB dan sosial distancing di bebragai daerah di Indonesia. Menurut Nicke soal harga, untuk kawasan ASEAN, BBM di Indonesia masih cukup murah. Hanya kalah dari Malaysia saja. Sebagai catatan Malaysia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang produksinya aman dan tergabung dalam OPEC.
Lalu dari mana asalnya Andre mengusulkan harga BBM bisa turun sampai Rp 4000 per liter ? Rupanya Andre menjadikan harga BBM di Malaysia sebagai referensi. Pada Maret lalu, harga BBM di Negeri Jiran ini, tercatat masih sebesar RM 2,08 atau Rp 7.280 untuk bensin RON 95. Lalu untuk bensin RON 97 sebesar RM 2,40 per liter (Rp 8.400), dan harga BBM jenis diesel dijual RM 2.13 (Rp 7.455).
Melihat perkembangan harga minyak dunia, Pemerintah Malaysia melalui Kementerian Keuangan, mengambil kebijakan menurunkan harga BBM. Kebijakan ini sudah dimulai pada awal April ini. Sekarang harga terbaru BBM di Malaysia yang berlaku untuk periode 25 April hingga 1 Mei 2020 adalah untuk BBM jenis RON 97 sebesar RM 1,55 per liter atau setara dengan Rp 5.425. Bensin jenis RON 95 seharga RM 1,25 atau Rp 4.375 dan BBM jenis Diesel dengan harga RM 1,40 atau Rp 4.900.
Beban Kewajiban Pertamina
Hingga sekarang pemerintah memang belum memutuskan untuk menurunkan harga BBM. Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan saat ini pemerintah masih terus mengevaluasi serta melakukan monitor terhadap efek dari perkembangan harga minyak. Dengan begitu belum ada keputusan untuk menurunkan harga BBM. Hal yang sama juga disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif. Menurutnya, pemerintah masih mengkaji terkait opsi penurunan harga bahan bakar minyak (BBM), seiring anjloknya harga minyak mentah dunia.
Ditambahkan oleh Menko Perekonomian harga minyak yang turun sampai minus itu adalah WTI. Sementara Indonesia menggunakan menggunakan acuan dari Mean of Platts Singapore (MOPS) yang memiliki basis jenis minyak Brent. Menko perekonomiann berdalih saat ini minyak jenis Brent untuk waktu pengiriman yang sama harganya masih stabil di kisaran US$ 23 per barel.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati juga ikut bersuara. Menurutnya, alasan Pertamina belum menurunkan harga BBM, karena BBM di Indonesia ditentukan oleh formula yang dirumuskan oleh Kementerian ESDM. Sebagai BUMN, Pertamina akan mengikuti setiap ketetapan pemerintah.
Pertimbangan lainnya, sebagai BUMN, Pertamina punya kewajiban membeli minyak dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas yang beroperasi dalam negeri. Kewajiban ini bertujuan untuk menekan defisit Migas, yang terjadi sejak tahun lalu. Nah, harga minyak yang dibeli Pertamina dari KKKS tidak semurah jika Pertamina membeli lewat impor.
Nicke menjelaskan pihaknya, harus prioritaskan membeli minyak mentah dari dalam negeri, kebutuhannya mencapai 40%. Jika Pertamina membeli minyak mentah lewat mekanisme impor, maka yang terjadi KKKS di dalam negeri akan berhenti semua. Peran Pertamina sebagai BUMN juga tidak bisa beraksi layaknya trader. Untuk perusahaan Migas, dalam kondisi seperti ini akan memilih opsi untuk berhenti operasi kilang dan hulu. Lalu mememenuhi kebutuhan Minyak dari impor yang lebih murah. Sebagai BUMN, Pertamina tidak bisa setop operasi kilang dan hulu.
Di sisi hilir Pertamina juga tengah sempoyongan. Penjualan BBM Pertamina sudah anjlok sekitar 24%. Ini akibat dampak dari kebijakan pemerintah mencegah perluasan Covid-19 melalui PSBB dan sosial distancing di bebragai daerah di Indonesia. Menurut Nicke soal harga, untuk kawasan ASEAN, BBM di Indonesia masih cukup murah. Hanya kalah dari Malaysia saja. Sebagai catatan Malaysia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang produksinya aman dan tergabung dalam OPEC.
tulis komentar anda