Di Malaysia Sudah Turun, di Indonesia Kapan BBM Turun?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejak Oktober tahun lalu harga minyak dunia terus bergerak menukik tajam. Jatuhnya harga minyak mentah dunia kembali berlanjut pada perdagangan Selasa (28/4/2020) waktu Asia. Harga minyak mentah kontrak berjangka untuk jenis Brent untuk pengiriman Juni 2020 kembali molorot 2% ke US$ 19,59/barel. Di saat yang sama untuk minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juni 2020 anjlok 7,75% ke US$ 11,79/barel. Sebelumnya pada Senin (27/4) malam harga minyak juga ambles, harga kontrak WTI turun 24%, sementara Brent terpangkas 6%.
Seperti diketahui harga minyak jenis Brent digunakan sebagai acuan harga minyak dibanyak negara termasuk Indonesia. Sementara jenis WTI merupakan harga minyak yang dijadikan acuan harga minyak di Amerika Serikat.
Sejak Oktober 2019 harga minyak memang terus merosot. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China ditengarai sebagai pemicunya. Memasuki 2020 harga minyak dunia terus tertekan, karena adanya perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia. Kini wabah virus corona membuat harga minyak terus merosot, hingga benar-benar tidak ada harganya.
Harga minyak mentah AS untuk pertama kalinya jatuh hingga di bawah 0 dolar per barel pada Senin waktu Indonesia (20/2/2020). Harga minyak secara mengejutkan mencapai minus US$37,63 per barel. Harga minyak WTI anjlok hingga US$ 55,90 atau 306% menjadi minus 37,63 per barel, bahkan sempat mencatat titik terendah minus US$40,32 per barel. Harga minyak WTI yang negatif ini merupakan yang pertama kalinya terjadi dalam sejarah. Harga Brent juga ikut meluncur turun. Pada penutupan perdagangan 21 April, harga minyak jenis ini berada di US$ 19,33/barel. Dalam catatan perdagangan, ini menjadi kali pertama sejak 2001 harga Brent berada di bawah US$ 20/barel.
Dikutip dari sejumlah analis, jatuhnya harga si emas hitam ke level minus disebabkan oleh dua hal. Pertama produksi yang terus meningkat sementara tempat penyimpanan terbatas.
Ini menyebabkan, investor terpaksa merealisasikan pengiriman kontrak dan tidak masuk ke kontrak futures untuk periode selanjutnya. Harga minyak pun jadi ambyar, karena minimnya minat investor untuk masuk ke kontrak futures.
Faktor kedua, produksi yang terus bertambah tidak diiringi oleh permintaan. Menurut hasil riset yang dilkukan oleh Rystad Energy, lembaga peneliti energi asal Norwegia, memperkirakan permintaan minyak tahun ini turun 10,4% dibandingkan tahun lalu (2019). Rinciannya , permintaan minyak dunia pada 2019 berada sekitar 99,5 juta barel/hari. Tahun 2020 ini, diperkirakan turun menjadi hanya 89,2 juta barel/hari. Dan situasi terparah terjadi pada April ini diperkirakan permintaan turun sedalam 26,7% menjadi cuman 72,3 juta barel/hari.
Di dalam negeri turunnya harga minyak dunia membaut sejumlah pihak meminta pemerintah menurunkan harga BBM baik yang bersubsidi maupun nonsubsidi. Salah satu alasannya, ini merupakan saat yang tepat untuk mengurangi beban rakyat yang terdampak akibat pagebluk corona.
Hal itu seperti yang disampaikan olehAnggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade. Ia mendesak PT Pertamina (Persero) dan Kementerian BUMN menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM), karena harga minyak mentah dunia juga sudah merosot. Menurutnya pemerintah harus cepat menurunkan semua harga BBM untuk mengurangi beban masyarakat di masa krisis corona saat ini. Ia mengusulkan pemerintah menurunakan harga BBM hingga di kisaran Rp4.000 per liter. “Sekarang ini rakyat sudah teriak, masa pemerintah masih kaku sih?," katanya.
Saat ini harga BBM per liter yang dijual di SPBU Pertamina. Untuk Pertalite (RON 90) Rp 7.650, Pertamax (RON 92) Rp 9.000, Pertamax Turbo (RON 98) Rp 9.850, Premium (RON 88) Rp 6.450, Dexlite Rp 9.500, Pertamina Dex Rp 10.200.
Lalu dari mana asalnya Andre mengusulkan harga BBM bisa turun sampai Rp 4000 per liter ? Rupanya Andre menjadikan harga BBM di Malaysia sebagai referensi. Pada Maret lalu, harga BBM di Negeri Jiran ini, tercatat masih sebesar RM 2,08 atau Rp 7.280 untuk bensin RON 95. Lalu untuk bensin RON 97 sebesar RM 2,40 per liter (Rp 8.400), dan harga BBM jenis diesel dijual RM 2.13 (Rp 7.455).
Melihat perkembangan harga minyak dunia, Pemerintah Malaysia melalui Kementerian Keuangan, mengambil kebijakan menurunkan harga BBM. Kebijakan ini sudah dimulai pada awal April ini. Sekarang harga terbaru BBM di Malaysia yang berlaku untuk periode 25 April hingga 1 Mei 2020 adalah untuk BBM jenis RON 97 sebesar RM 1,55 per liter atau setara dengan Rp 5.425. Bensin jenis RON 95 seharga RM 1,25 atau Rp 4.375 dan BBM jenis Diesel dengan harga RM 1,40 atau Rp 4.900.
Beban Kewajiban Pertamina
Hingga sekarang pemerintah memang belum memutuskan untuk menurunkan harga BBM. Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan saat ini pemerintah masih terus mengevaluasi serta melakukan monitor terhadap efek dari perkembangan harga minyak. Dengan begitu belum ada keputusan untuk menurunkan harga BBM. Hal yang sama juga disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif. Menurutnya, pemerintah masih mengkaji terkait opsi penurunan harga bahan bakar minyak (BBM), seiring anjloknya harga minyak mentah dunia.
Ditambahkan oleh Menko Perekonomian harga minyak yang turun sampai minus itu adalah WTI. Sementara Indonesia menggunakan menggunakan acuan dari Mean of Platts Singapore (MOPS) yang memiliki basis jenis minyak Brent. Menko perekonomiann berdalih saat ini minyak jenis Brent untuk waktu pengiriman yang sama harganya masih stabil di kisaran US$ 23 per barel.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati juga ikut bersuara. Menurutnya, alasan Pertamina belum menurunkan harga BBM, karena BBM di Indonesia ditentukan oleh formula yang dirumuskan oleh Kementerian ESDM. Sebagai BUMN, Pertamina akan mengikuti setiap ketetapan pemerintah.
Pertimbangan lainnya, sebagai BUMN, Pertamina punya kewajiban membeli minyak dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas yang beroperasi dalam negeri. Kewajiban ini bertujuan untuk menekan defisit Migas, yang terjadi sejak tahun lalu. Nah, harga minyak yang dibeli Pertamina dari KKKS tidak semurah jika Pertamina membeli lewat impor.
Nicke menjelaskan pihaknya, harus prioritaskan membeli minyak mentah dari dalam negeri, kebutuhannya mencapai 40%. Jika Pertamina membeli minyak mentah lewat mekanisme impor, maka yang terjadi KKKS di dalam negeri akan berhenti semua. Peran Pertamina sebagai BUMN juga tidak bisa beraksi layaknya trader. Untuk perusahaan Migas, dalam kondisi seperti ini akan memilih opsi untuk berhenti operasi kilang dan hulu. Lalu mememenuhi kebutuhan Minyak dari impor yang lebih murah. Sebagai BUMN, Pertamina tidak bisa setop operasi kilang dan hulu.
Di sisi hilir Pertamina juga tengah sempoyongan. Penjualan BBM Pertamina sudah anjlok sekitar 24%. Ini akibat dampak dari kebijakan pemerintah mencegah perluasan Covid-19 melalui PSBB dan sosial distancing di bebragai daerah di Indonesia. Menurut Nicke soal harga, untuk kawasan ASEAN, BBM di Indonesia masih cukup murah. Hanya kalah dari Malaysia saja. Sebagai catatan Malaysia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang produksinya aman dan tergabung dalam OPEC.
Seharusnya pemerintah memang segera mengambil kebijakan menurunkan harga BBM. Toh harga minyak dunia saat ini juga sudah jauh dari acuan APBN 2020, yakni sebesar US$63 per barel.
Seperti diketahui harga minyak jenis Brent digunakan sebagai acuan harga minyak dibanyak negara termasuk Indonesia. Sementara jenis WTI merupakan harga minyak yang dijadikan acuan harga minyak di Amerika Serikat.
Sejak Oktober 2019 harga minyak memang terus merosot. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China ditengarai sebagai pemicunya. Memasuki 2020 harga minyak dunia terus tertekan, karena adanya perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia. Kini wabah virus corona membuat harga minyak terus merosot, hingga benar-benar tidak ada harganya.
Harga minyak mentah AS untuk pertama kalinya jatuh hingga di bawah 0 dolar per barel pada Senin waktu Indonesia (20/2/2020). Harga minyak secara mengejutkan mencapai minus US$37,63 per barel. Harga minyak WTI anjlok hingga US$ 55,90 atau 306% menjadi minus 37,63 per barel, bahkan sempat mencatat titik terendah minus US$40,32 per barel. Harga minyak WTI yang negatif ini merupakan yang pertama kalinya terjadi dalam sejarah. Harga Brent juga ikut meluncur turun. Pada penutupan perdagangan 21 April, harga minyak jenis ini berada di US$ 19,33/barel. Dalam catatan perdagangan, ini menjadi kali pertama sejak 2001 harga Brent berada di bawah US$ 20/barel.
Dikutip dari sejumlah analis, jatuhnya harga si emas hitam ke level minus disebabkan oleh dua hal. Pertama produksi yang terus meningkat sementara tempat penyimpanan terbatas.
Ini menyebabkan, investor terpaksa merealisasikan pengiriman kontrak dan tidak masuk ke kontrak futures untuk periode selanjutnya. Harga minyak pun jadi ambyar, karena minimnya minat investor untuk masuk ke kontrak futures.
Faktor kedua, produksi yang terus bertambah tidak diiringi oleh permintaan. Menurut hasil riset yang dilkukan oleh Rystad Energy, lembaga peneliti energi asal Norwegia, memperkirakan permintaan minyak tahun ini turun 10,4% dibandingkan tahun lalu (2019). Rinciannya , permintaan minyak dunia pada 2019 berada sekitar 99,5 juta barel/hari. Tahun 2020 ini, diperkirakan turun menjadi hanya 89,2 juta barel/hari. Dan situasi terparah terjadi pada April ini diperkirakan permintaan turun sedalam 26,7% menjadi cuman 72,3 juta barel/hari.
Di dalam negeri turunnya harga minyak dunia membaut sejumlah pihak meminta pemerintah menurunkan harga BBM baik yang bersubsidi maupun nonsubsidi. Salah satu alasannya, ini merupakan saat yang tepat untuk mengurangi beban rakyat yang terdampak akibat pagebluk corona.
Hal itu seperti yang disampaikan olehAnggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade. Ia mendesak PT Pertamina (Persero) dan Kementerian BUMN menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM), karena harga minyak mentah dunia juga sudah merosot. Menurutnya pemerintah harus cepat menurunkan semua harga BBM untuk mengurangi beban masyarakat di masa krisis corona saat ini. Ia mengusulkan pemerintah menurunakan harga BBM hingga di kisaran Rp4.000 per liter. “Sekarang ini rakyat sudah teriak, masa pemerintah masih kaku sih?," katanya.
Saat ini harga BBM per liter yang dijual di SPBU Pertamina. Untuk Pertalite (RON 90) Rp 7.650, Pertamax (RON 92) Rp 9.000, Pertamax Turbo (RON 98) Rp 9.850, Premium (RON 88) Rp 6.450, Dexlite Rp 9.500, Pertamina Dex Rp 10.200.
Lalu dari mana asalnya Andre mengusulkan harga BBM bisa turun sampai Rp 4000 per liter ? Rupanya Andre menjadikan harga BBM di Malaysia sebagai referensi. Pada Maret lalu, harga BBM di Negeri Jiran ini, tercatat masih sebesar RM 2,08 atau Rp 7.280 untuk bensin RON 95. Lalu untuk bensin RON 97 sebesar RM 2,40 per liter (Rp 8.400), dan harga BBM jenis diesel dijual RM 2.13 (Rp 7.455).
Melihat perkembangan harga minyak dunia, Pemerintah Malaysia melalui Kementerian Keuangan, mengambil kebijakan menurunkan harga BBM. Kebijakan ini sudah dimulai pada awal April ini. Sekarang harga terbaru BBM di Malaysia yang berlaku untuk periode 25 April hingga 1 Mei 2020 adalah untuk BBM jenis RON 97 sebesar RM 1,55 per liter atau setara dengan Rp 5.425. Bensin jenis RON 95 seharga RM 1,25 atau Rp 4.375 dan BBM jenis Diesel dengan harga RM 1,40 atau Rp 4.900.
Beban Kewajiban Pertamina
Hingga sekarang pemerintah memang belum memutuskan untuk menurunkan harga BBM. Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan saat ini pemerintah masih terus mengevaluasi serta melakukan monitor terhadap efek dari perkembangan harga minyak. Dengan begitu belum ada keputusan untuk menurunkan harga BBM. Hal yang sama juga disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif. Menurutnya, pemerintah masih mengkaji terkait opsi penurunan harga bahan bakar minyak (BBM), seiring anjloknya harga minyak mentah dunia.
Ditambahkan oleh Menko Perekonomian harga minyak yang turun sampai minus itu adalah WTI. Sementara Indonesia menggunakan menggunakan acuan dari Mean of Platts Singapore (MOPS) yang memiliki basis jenis minyak Brent. Menko perekonomiann berdalih saat ini minyak jenis Brent untuk waktu pengiriman yang sama harganya masih stabil di kisaran US$ 23 per barel.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati juga ikut bersuara. Menurutnya, alasan Pertamina belum menurunkan harga BBM, karena BBM di Indonesia ditentukan oleh formula yang dirumuskan oleh Kementerian ESDM. Sebagai BUMN, Pertamina akan mengikuti setiap ketetapan pemerintah.
Pertimbangan lainnya, sebagai BUMN, Pertamina punya kewajiban membeli minyak dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas yang beroperasi dalam negeri. Kewajiban ini bertujuan untuk menekan defisit Migas, yang terjadi sejak tahun lalu. Nah, harga minyak yang dibeli Pertamina dari KKKS tidak semurah jika Pertamina membeli lewat impor.
Nicke menjelaskan pihaknya, harus prioritaskan membeli minyak mentah dari dalam negeri, kebutuhannya mencapai 40%. Jika Pertamina membeli minyak mentah lewat mekanisme impor, maka yang terjadi KKKS di dalam negeri akan berhenti semua. Peran Pertamina sebagai BUMN juga tidak bisa beraksi layaknya trader. Untuk perusahaan Migas, dalam kondisi seperti ini akan memilih opsi untuk berhenti operasi kilang dan hulu. Lalu mememenuhi kebutuhan Minyak dari impor yang lebih murah. Sebagai BUMN, Pertamina tidak bisa setop operasi kilang dan hulu.
Di sisi hilir Pertamina juga tengah sempoyongan. Penjualan BBM Pertamina sudah anjlok sekitar 24%. Ini akibat dampak dari kebijakan pemerintah mencegah perluasan Covid-19 melalui PSBB dan sosial distancing di bebragai daerah di Indonesia. Menurut Nicke soal harga, untuk kawasan ASEAN, BBM di Indonesia masih cukup murah. Hanya kalah dari Malaysia saja. Sebagai catatan Malaysia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang produksinya aman dan tergabung dalam OPEC.
Seharusnya pemerintah memang segera mengambil kebijakan menurunkan harga BBM. Toh harga minyak dunia saat ini juga sudah jauh dari acuan APBN 2020, yakni sebesar US$63 per barel.
(eko)