Biaya Kereta Cepat Bengkak, Indonesia Akan Ngutang Lagi ke China
Senin, 13 Februari 2023 - 14:19 WIB
JAKARTA - Kementerian BUMN tengah mengupayakan pinjaman (loan) dari China Development Bank (CDB) untuk menambal pembengkakan biaya atau cost overrun Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) . Proses itu diperkirakan rampung dalam satu atau dua pekan ini.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo (Tiko) menyatakan, pinjaman yang diperoleh dari CDB akan membantu menutupi pembengkakaan biaya proyek KCJB. Penyelesaian megaproyek tersebut rampung pada Juni-Juli tahun ini.
"Nah kami sedang menegosiasikan term untuk pinjaman CDB yang kita harapkan juga bisa selesai satu, dua minggu ini. Sehingga diharapkan nantinya penyelesaian kereta cepat bisa sesuai jadwal, Juni, Juli 2023," ungkap Tiko saat rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Senin (13/2/2023).
Selain menggunakan dana pinjaman alias utang perbankan, Kementerian BUMN juga mengalokasikan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp3,2 triliun yang diterima PT KAI (Persero) untuk menambal pembengkakan itu. PMN tersebut berasal dari APBN 2022.
Dalam arsip pemberitaan MNC Portal sebelumnya, pinjaman perbankan dialokasikan untuk menambal 75% dari total pembengkakan anggaran proyek tersebut. Sisanya yang 25% ditutupi oleh oleh konsorsium BUMN Indonesia dengan perusahaan China yakni, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium China Railway International Co. Ltd.
PSBI akan menambal pembengkakan biaya sebesar Rp4 triliun, sedangkan China Railway International senilai Rp3 triliun.
Sementara, 75 persen sisanya berasal dari pinjaman atau utang. Hanya saja, persentase pinjaman yang dibutuhkan untuk menambal pembengkakan biaya mega proyek tersebut belum diketahui, karena akan disesuaikan dengan total cost overrun.
Awalnya, biaya pembangunan KCJB sebesar USD4,55 miliar atau setara Rp64,9 triliun berasal dari pinjaman China Development Bank. Jumlah tersebut setara dengan 75% dari total nilai investasi KCJB sebesar USD6,07 miliar.
Pinjaman tersebut disepakati sejak 12 Mei 2017 lalu dengan tenor 40 tahun, masa tenggang 10 tahun, dan availability period hingga 2022. Sementara, suku bunga pinjaman 2% untuk USD dan 3,5% untuk yuan.
Namun, berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), biaya KCJB membengkak dari USD6,071 miliar menjadi USD7,5 miliar atau sekitar Rp112,5 triliun (kurs Rp15.000). Pembengkakannya USD1,449 miliar atau Rp21,74 triliun.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo (Tiko) menyatakan, pinjaman yang diperoleh dari CDB akan membantu menutupi pembengkakaan biaya proyek KCJB. Penyelesaian megaproyek tersebut rampung pada Juni-Juli tahun ini.
"Nah kami sedang menegosiasikan term untuk pinjaman CDB yang kita harapkan juga bisa selesai satu, dua minggu ini. Sehingga diharapkan nantinya penyelesaian kereta cepat bisa sesuai jadwal, Juni, Juli 2023," ungkap Tiko saat rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Senin (13/2/2023).
Selain menggunakan dana pinjaman alias utang perbankan, Kementerian BUMN juga mengalokasikan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp3,2 triliun yang diterima PT KAI (Persero) untuk menambal pembengkakan itu. PMN tersebut berasal dari APBN 2022.
Dalam arsip pemberitaan MNC Portal sebelumnya, pinjaman perbankan dialokasikan untuk menambal 75% dari total pembengkakan anggaran proyek tersebut. Sisanya yang 25% ditutupi oleh oleh konsorsium BUMN Indonesia dengan perusahaan China yakni, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium China Railway International Co. Ltd.
PSBI akan menambal pembengkakan biaya sebesar Rp4 triliun, sedangkan China Railway International senilai Rp3 triliun.
Sementara, 75 persen sisanya berasal dari pinjaman atau utang. Hanya saja, persentase pinjaman yang dibutuhkan untuk menambal pembengkakan biaya mega proyek tersebut belum diketahui, karena akan disesuaikan dengan total cost overrun.
Awalnya, biaya pembangunan KCJB sebesar USD4,55 miliar atau setara Rp64,9 triliun berasal dari pinjaman China Development Bank. Jumlah tersebut setara dengan 75% dari total nilai investasi KCJB sebesar USD6,07 miliar.
Pinjaman tersebut disepakati sejak 12 Mei 2017 lalu dengan tenor 40 tahun, masa tenggang 10 tahun, dan availability period hingga 2022. Sementara, suku bunga pinjaman 2% untuk USD dan 3,5% untuk yuan.
Namun, berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), biaya KCJB membengkak dari USD6,071 miliar menjadi USD7,5 miliar atau sekitar Rp112,5 triliun (kurs Rp15.000). Pembengkakannya USD1,449 miliar atau Rp21,74 triliun.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda