Tokoh Muda Muhammadiyah dan NU Kompak RUU Ciptaker Perbaiki Sertifikasi Halal
Kamis, 16 Juli 2020 - 23:24 WIB
JAKARTA - Keberadaan aturan yang menjamin kehalalan produk-produk konsumsi telah menjadi kebutuhan di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat Muslim Indonesia untuk mengkonsumsi produk-produk yang terjamin kehalalannya. Jika jaminan produk halal selaras dengan prinsip-prinsip keterbukaan ekonomi berasaskan kesukarelaan, perdagangan yang wajar (fair trade), dan partisipasi masyarakat, dampaknya akan positif bagi dunia bisnis sekaligus memberdayakan kelompok usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Demikian dikatakan Direktur Utama Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Halal Thoyyiban (LPH-KHT) PP Muhammadiyah, Nadratuzzaman Hosen kepada media (16/7/2020). “RUU Cipta Kerja adalah pintu masuk untuk memperbaiki berbagai kelemahan pengaturan jaminan produk halal dalam peraturan perundang-undangan sekarang ini,” ungkap Nadratuzzaman.
( )
Sebelumnya, dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks) pekan lalu, Nadratuzzaman juga menyatakan bahwa jaminan produk halal tidak seharusnya membebani pelaku usaha.
"Cara agar tidak membebani, antara lain dengan mendistribusikan kewenangan sertfikasi halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) kepada berbagai organisasi masyarakat (Ormas) Islam yang kredibel dan berbasis komunitas," katanya.
Keinginan agar BPJPH membatasi peran sebagai regulator juga disuarakan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (Lakpesdam-PBNU, Rumadi Ahmad.
“UU JPH sekarang sebetulnya sudah membuka kesempatan bagi masyarakat untuk membuat Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Masalahnya, kewenangan menetapkan fatwa halal masih terpusat pada Majelis Ulama Indonesia (MUI), sementara MUI sendiri memiliki LPH,” kata Rumadi.
(
)
Melengkapi pandangan ini, Iqbal Hasanuddin, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) menegaskan, “menggeser monopoli dari ormas tertentu ke negara hanyalah memindahkan pusat persoalan, yang lagi-lagi akan menimbulkan inefisiensi.”
Demikian dikatakan Direktur Utama Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Halal Thoyyiban (LPH-KHT) PP Muhammadiyah, Nadratuzzaman Hosen kepada media (16/7/2020). “RUU Cipta Kerja adalah pintu masuk untuk memperbaiki berbagai kelemahan pengaturan jaminan produk halal dalam peraturan perundang-undangan sekarang ini,” ungkap Nadratuzzaman.
( )
Sebelumnya, dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks) pekan lalu, Nadratuzzaman juga menyatakan bahwa jaminan produk halal tidak seharusnya membebani pelaku usaha.
"Cara agar tidak membebani, antara lain dengan mendistribusikan kewenangan sertfikasi halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) kepada berbagai organisasi masyarakat (Ormas) Islam yang kredibel dan berbasis komunitas," katanya.
Keinginan agar BPJPH membatasi peran sebagai regulator juga disuarakan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (Lakpesdam-PBNU, Rumadi Ahmad.
“UU JPH sekarang sebetulnya sudah membuka kesempatan bagi masyarakat untuk membuat Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Masalahnya, kewenangan menetapkan fatwa halal masih terpusat pada Majelis Ulama Indonesia (MUI), sementara MUI sendiri memiliki LPH,” kata Rumadi.
(
Baca Juga
Melengkapi pandangan ini, Iqbal Hasanuddin, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) menegaskan, “menggeser monopoli dari ormas tertentu ke negara hanyalah memindahkan pusat persoalan, yang lagi-lagi akan menimbulkan inefisiensi.”
Lihat Juga :
tulis komentar anda