Suku Bunga Turun, Pelaku Usaha Didorong Ekspansif
Jum'at, 17 Juli 2020 - 06:31 WIB
JAKARTA - Turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 0,25% (25 basis poin) menjadi 4%, diharapkan mendorong pelaku usaha untuk lebih berani melakukan ekspansi pada masa pandemi Covid-19. Lebih jauh, ekspansi tersebut juga diharapkan berdampak pada multiplier effect ke sektor ekonomi lain.
Seperti diprediksi sebelumnya, BI kemarin menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4% untuk merespons dampak pelemahan ekonomi akibat pandemi. Pada saat bersamaan, BI juga menetapkan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 3,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar menjadi 4,75%.
Berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, kebijakan moneter terbaru ini konsisten dengan perkiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan sebagai langkah lanjutan untuk mendorong pemulihan ekonomi pada masa pandemi Covid-19.
"Saat ini dibutuhkan obat mujarab berupa bauran kebijakan moneter dan fiskal sebagai jawaban tepat untuk mencegah kontraksi ekonomi di kuartal III dan IV dan seterusnya," ujar ekonom BNI Ryan Kiryanto kepada SINDO Media kemarin. (Baca: Suku Bunga Turun Bisa Dorong Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi)
Dia berharap tahun ini produk domestik bruto (PDB) Indonesia bisa tumbuh positif atau tidak terkontraksi. Menurutnya, jika menilik pertimbangan BI menurunkan suku bunga acuan adalah karena perkiraan inflasi yang rendah, stabilitas eksternal yang terjaga. Langkah ini diharapkan langkah lanjutan untuk mendorong pemulihan ekonomi pada masa pandemi Covid-19.
Apalagi, kata dia, juga ada penekanan bahwa kebijakan moneter tersebut juga konsisten dengan kebijakan fiskal yang sama-sama countercyclical dan longgar sehingga diharapkan bisa menstimulasi sektor riil dan perbankan untuk ekspansi.
Kiryanto menambahkan, spirit keputusan RDG BI ini sekaligus menguatkan dan sinergis dengan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dan Peraturan Menteri Keuangan terutama dari aspek perekonomian, keuangan/perbankan, dan multiplier effects-nya.
"Kombinasi kebijakan yang pro-pertumbuhan ini akan mendorong pelaku usaha untuk lebih berani ekspansi," katanya.
Selain itu, kata dia, debitur yang sedang dalam proses restrukturisasi diharapkan lebih semangat untuk segera pulih. Menurut Kiryanto, dengan kondisi likuiditas perbankan yang semakin longgar, peluang penurunan suku bunga bank pun terbuka. (Baca juga: Investasi Rp290 Triliun Mangkrak karena Arogansi Birokrasi)
Seperti diprediksi sebelumnya, BI kemarin menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4% untuk merespons dampak pelemahan ekonomi akibat pandemi. Pada saat bersamaan, BI juga menetapkan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 3,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar menjadi 4,75%.
Berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, kebijakan moneter terbaru ini konsisten dengan perkiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan sebagai langkah lanjutan untuk mendorong pemulihan ekonomi pada masa pandemi Covid-19.
"Saat ini dibutuhkan obat mujarab berupa bauran kebijakan moneter dan fiskal sebagai jawaban tepat untuk mencegah kontraksi ekonomi di kuartal III dan IV dan seterusnya," ujar ekonom BNI Ryan Kiryanto kepada SINDO Media kemarin. (Baca: Suku Bunga Turun Bisa Dorong Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi)
Dia berharap tahun ini produk domestik bruto (PDB) Indonesia bisa tumbuh positif atau tidak terkontraksi. Menurutnya, jika menilik pertimbangan BI menurunkan suku bunga acuan adalah karena perkiraan inflasi yang rendah, stabilitas eksternal yang terjaga. Langkah ini diharapkan langkah lanjutan untuk mendorong pemulihan ekonomi pada masa pandemi Covid-19.
Apalagi, kata dia, juga ada penekanan bahwa kebijakan moneter tersebut juga konsisten dengan kebijakan fiskal yang sama-sama countercyclical dan longgar sehingga diharapkan bisa menstimulasi sektor riil dan perbankan untuk ekspansi.
Kiryanto menambahkan, spirit keputusan RDG BI ini sekaligus menguatkan dan sinergis dengan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dan Peraturan Menteri Keuangan terutama dari aspek perekonomian, keuangan/perbankan, dan multiplier effects-nya.
"Kombinasi kebijakan yang pro-pertumbuhan ini akan mendorong pelaku usaha untuk lebih berani ekspansi," katanya.
Selain itu, kata dia, debitur yang sedang dalam proses restrukturisasi diharapkan lebih semangat untuk segera pulih. Menurut Kiryanto, dengan kondisi likuiditas perbankan yang semakin longgar, peluang penurunan suku bunga bank pun terbuka. (Baca juga: Investasi Rp290 Triliun Mangkrak karena Arogansi Birokrasi)
tulis komentar anda