Investasi Rp290 Triliun Mangkrak karena Arogansi Birokrasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, pihaknya akan menyelesaikan investasi mangkrak Rp708 triliun pada Juli ini. Penyelesaian itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurutnya, investasi saat ini yang sudah berhasil dieksekusi BKPM baru 58% atau setara dengan nilai Rp410 triliun. Sisanya sekitar Rp298 triliun masih di awang-awang.
"Jadi dari Rp708 triliun itu, sampai hari ini kita sudah mampu mengeksekusi kurang lebih sekitar Rp410 triliun atau 58%," ujar dia dalam DBS Asian Insights Conference 2020, Kamis (16/7/2020). ( Baca juga: Jokowi: Kita Tidak Bisa Mengharapkan Lagi Namanya Investasi )
Dia menjelaskan, untuk membereskan investasi mangkrak ini tidak mudah. Pasalnya, pada bulan Juni masih adanya pandemi Covid-19.
"Adanya pandemi ini agak susah untuk kami selesaikan secara total. Namun sekarang sudah 58%," ungkap dia.
Dia juga mengungkapkan, beberapa persoalan yang membuat investasi ini mangkrak bertahun-tahun. Seperti adanya arogansi birokrasi, antara kementerian atau lembaga arogansi yang tercipa sangat besar.
"Kemudian aturan tumpang tindih antara provinsi, kabupaten, kota. Dan yang ketiga faktor persoalannya adalah lahan," tandas dia.
Menurutnya, investasi saat ini yang sudah berhasil dieksekusi BKPM baru 58% atau setara dengan nilai Rp410 triliun. Sisanya sekitar Rp298 triliun masih di awang-awang.
"Jadi dari Rp708 triliun itu, sampai hari ini kita sudah mampu mengeksekusi kurang lebih sekitar Rp410 triliun atau 58%," ujar dia dalam DBS Asian Insights Conference 2020, Kamis (16/7/2020). ( Baca juga: Jokowi: Kita Tidak Bisa Mengharapkan Lagi Namanya Investasi )
Dia menjelaskan, untuk membereskan investasi mangkrak ini tidak mudah. Pasalnya, pada bulan Juni masih adanya pandemi Covid-19.
"Adanya pandemi ini agak susah untuk kami selesaikan secara total. Namun sekarang sudah 58%," ungkap dia.
Dia juga mengungkapkan, beberapa persoalan yang membuat investasi ini mangkrak bertahun-tahun. Seperti adanya arogansi birokrasi, antara kementerian atau lembaga arogansi yang tercipa sangat besar.
"Kemudian aturan tumpang tindih antara provinsi, kabupaten, kota. Dan yang ketiga faktor persoalannya adalah lahan," tandas dia.
(uka)