Suku Bunga Turun Bisa Dorong Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Juli 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4%.
Ekonom BNI Ryan Kiryanto mengungkapkan, jika menilik pertimbangan BI menurunkan BI rate menjadi 4%, yaitu perkiraan inflasi yamg rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan sebagai langkah lanjutan untuk mendorong pemulihan ekonomi di masa pandemi covid-19.
Apalagi juga ada penekanan bahwa kebijakan moneter tersebut juga konsisten dengan kebijakan fiskal yang sama-sama countercyclical dan longgar atau dovish sehingga diharapkan bisa menstimulasi sektor riil dan perbankan untuk ekspansi.
"Memang saat ini dibutuhkan obat mujarab berupa bauran kebijakan moneter dan fiskal sebagai jawaban tepat untuk mencegah kontraksi ekonomi di kuartal III dan IV 2020 dan seterusnya," ujar Ryan saat dihubungi, Kamis (16/7/2020). Harapannya, di 2020 ini PDB Indonesia bisa tumbuh positif atau tidak kontraksi (tumbuh minus). (Baca juga: Minus 4%, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kuartal II )
Ryan menambahkan, spirit keputusan RDG BI ini sekaligus menguatkan dan sinergis dengan PEN, PMK 70 dan PMK 85, terutama dari aspek perekonomian, keuangan/perbankan dan multiplier effects-nya. "Kombinasi kebijakan yang pro pertumbuhan ini akan mendorong pelaku usaha untuk lebih berani ekspansi," katanya.
Debitur yang sedang dalam proses restrukturisasi pun menjadi lebih semangat untuk segera pulih. Menurut Ryan, dengan kondisi likuiditas perbankan yang semakin longgar, peluang penurunan suku bunga bank pun terbuka.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira menyampaikan, kebijakan penurunan suku bunga BI sudah diperkirakan. Ruang penurunan bunga acuan memang masih terbuka. "Bahkan RDG berikutnya BI bisa turunkan lagi 25 bps. Hal ini sebagai bagian stimulus moneter untuk mendukung pemulihan ekonomi," kata dia. Faktor lain adalah kenaikan cadangan devisa pada bulan Juni mengindikasikan BI bisa menjaga stabilitas rupiah tanpa naikan bunga acuan.
Ekonom BNI Ryan Kiryanto mengungkapkan, jika menilik pertimbangan BI menurunkan BI rate menjadi 4%, yaitu perkiraan inflasi yamg rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan sebagai langkah lanjutan untuk mendorong pemulihan ekonomi di masa pandemi covid-19.
Apalagi juga ada penekanan bahwa kebijakan moneter tersebut juga konsisten dengan kebijakan fiskal yang sama-sama countercyclical dan longgar atau dovish sehingga diharapkan bisa menstimulasi sektor riil dan perbankan untuk ekspansi.
"Memang saat ini dibutuhkan obat mujarab berupa bauran kebijakan moneter dan fiskal sebagai jawaban tepat untuk mencegah kontraksi ekonomi di kuartal III dan IV 2020 dan seterusnya," ujar Ryan saat dihubungi, Kamis (16/7/2020). Harapannya, di 2020 ini PDB Indonesia bisa tumbuh positif atau tidak kontraksi (tumbuh minus). (Baca juga: Minus 4%, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kuartal II )
Ryan menambahkan, spirit keputusan RDG BI ini sekaligus menguatkan dan sinergis dengan PEN, PMK 70 dan PMK 85, terutama dari aspek perekonomian, keuangan/perbankan dan multiplier effects-nya. "Kombinasi kebijakan yang pro pertumbuhan ini akan mendorong pelaku usaha untuk lebih berani ekspansi," katanya.
Debitur yang sedang dalam proses restrukturisasi pun menjadi lebih semangat untuk segera pulih. Menurut Ryan, dengan kondisi likuiditas perbankan yang semakin longgar, peluang penurunan suku bunga bank pun terbuka.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira menyampaikan, kebijakan penurunan suku bunga BI sudah diperkirakan. Ruang penurunan bunga acuan memang masih terbuka. "Bahkan RDG berikutnya BI bisa turunkan lagi 25 bps. Hal ini sebagai bagian stimulus moneter untuk mendukung pemulihan ekonomi," kata dia. Faktor lain adalah kenaikan cadangan devisa pada bulan Juni mengindikasikan BI bisa menjaga stabilitas rupiah tanpa naikan bunga acuan.
(ind)