Ini Rahasia Sukses Lo Kheng Hong Jadi Jawara Investor Saham Indonesia
Selasa, 21 Maret 2023 - 20:25 WIB
JAKARTA - Lo Kheng Hong menyatakan bahwa selama 34 tahun merajalela sebagai investor saham, dirinya telah melewati berbagai macam krisis. Salah satu krisis yang berhasil dilaluinya adalah kebijakan tight money policy di sekitar periode 1990-1992 yang dilakukan oleh Menteri Keuangan saat itu.
"Sekitar tahun 90-92 itu ada tight money policy dari Pak JB Sumarlin yang menyebabkan uang ketat dan tentu saja saham-saham saya pada turun. Namun untung tight money itu pada akhirnya dibuka tahun 93 dan saya keluar sebagai pemenang,” ujarnya dalam acara OCBC NISP Business Forum - Indonesia to The Next Level, Selasa (21/3/2023).
Lo Kheng Hong melanjutkan bahwa krisis selanjutnya adalah pada 1998 dan 2008. Pada tahun 1998, krisis ekonomi begitu hebat sehingga uangnya turut hilang 85%.
"Tapi akhirnya saya bisa keluar lagi sebagai pemenang," tambahnya.
Semantara itu, lanjutnya, pada 2008 ada krisis subprime mortgage dan pasar saham juga menunjukkan tren turun. Meskipun demikian dirinya mengaku masih dapat bertahan.
Lalu krisis berikutnya yang berhasil dilaluinya adalah pandemi Covid-19. Pasalnya saat pandemi menyerang, indeks harga saham gabungan (IHSG) turun hingga di level 3.900.
“Meskipun demikian saya bisa keluar sebagai pemenang juga,” sambungnya.
Menurutnya, yang membuat dirinya dapat bertahan di kala krisis tersebut adalah karena dirinya tidak memiliki utang. Sehingga saat terjadi krisis, saham-sahamnya tidak harus dijual.
"Jadi ketika krisis saham saya turun, ya saya pegang saja agar nanti dia kembali bisa naik lebih tinggi,” tandasnya.
"Sekitar tahun 90-92 itu ada tight money policy dari Pak JB Sumarlin yang menyebabkan uang ketat dan tentu saja saham-saham saya pada turun. Namun untung tight money itu pada akhirnya dibuka tahun 93 dan saya keluar sebagai pemenang,” ujarnya dalam acara OCBC NISP Business Forum - Indonesia to The Next Level, Selasa (21/3/2023).
Lo Kheng Hong melanjutkan bahwa krisis selanjutnya adalah pada 1998 dan 2008. Pada tahun 1998, krisis ekonomi begitu hebat sehingga uangnya turut hilang 85%.
"Tapi akhirnya saya bisa keluar lagi sebagai pemenang," tambahnya.
Semantara itu, lanjutnya, pada 2008 ada krisis subprime mortgage dan pasar saham juga menunjukkan tren turun. Meskipun demikian dirinya mengaku masih dapat bertahan.
Lalu krisis berikutnya yang berhasil dilaluinya adalah pandemi Covid-19. Pasalnya saat pandemi menyerang, indeks harga saham gabungan (IHSG) turun hingga di level 3.900.
“Meskipun demikian saya bisa keluar sebagai pemenang juga,” sambungnya.
Menurutnya, yang membuat dirinya dapat bertahan di kala krisis tersebut adalah karena dirinya tidak memiliki utang. Sehingga saat terjadi krisis, saham-sahamnya tidak harus dijual.
Baca Juga
"Jadi ketika krisis saham saya turun, ya saya pegang saja agar nanti dia kembali bisa naik lebih tinggi,” tandasnya.
(uka)
tulis komentar anda