Gubernur BI Optimistis Inflasi Tetap Rendah Sepanjang 2023, Ini Alasannya
Selasa, 18 April 2023 - 15:45 WIB
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo meyakini bahwa inflasi inti akan bergerak di sekitar 3% dari bulan ini hingga akhir tahun 2023. Maka dari itu, inflasi inti akan tetap rendah dalam sisa tahun 2023.Sementara itu, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) juga diyakini akan turun di bawah 4% mulai September karena base effect.
"Tahun lalu penyesuaian harga BBM per Agustus, September ada kenaikan, sehingga itu ada base effectnya. Kami katakan bahwa inflasi IHK bisa turun lebih cepat, tapi memang belum akan 4%, tapi mulai sekarang pun sudah mulai mendekati 4%. Bulan lalu sudah berada di 4,9%, nanti akan turun yang kemungkinan kami meyakini mulai Agustus 2023 sudah mulai di bawah 4%," ujar Perry dalam konferensi pers RDG BI di Jakarta, Selasa (18/4/2023).
Dia mengatakan bahwa optimisme penurunan inflasi inti dan IHK ini berdasarkan 4 faktor pendorong utama. Pertama, respon kebijakan BI yang sejak dari awal tidak ragu-ragu untuk secara front-loaded, forward looking, dan preemptive menurunkan inflasi, khususnya dari ekspektasi inflasi.
"Ingat, kita sudah menaikkan suku bunga BI7DRR sejak Agustus 2022. Ini dilakukan secara frontloaded dan preemptive menurunkan ekspektasi inflasi. Hasilnya, kalau dulu di bulan-bulan seperti Juli-September tahun lalu, ekspektasi inflasi pada waktu itu bahkan 6,7% di akhir tahun. Oleh karena itu, realisasi akhir tahun lalu itu kan inflasinya rendah menjadi 5,5%," jelas Perry.
Faktor kedua, sebut dia, adalah terkendalinya imported inflation. Imported inflation adalah depresiasi nilai tukar dikalikan harga-harga di luar negeri.
"Inflasi di dunia ini kan masih tinggi, oleh karena itu langkah BI untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah adalah tentu saja menjadi bagian dari pengendalian inflasi, khususnya inflasi yang bersumber dari luar negeri (imported inflation)," ungkap Perry.
Dia mengatakan, faktor ketiga adalah kesuksesan dari koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) dengan 46 kantor BI yaitu melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), program utama dari Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
"Dari sejak awal Agustus tahun lalu, pemerintah pusat, BI, dan pemda betul-betul bersinergi melakukan operasi pasar, dan juga bagaimana untuk pasokan dari satu daerah ke daerah lain dipermudah. Demikian juga pemerintah ada kebijakan-kebijakan dari pengendalian pangan. Oleh karena itu, inflasi volatile foods yang pernah mencapai 11,3% di September tahun lalu turun menjadi 5,7%," terangnya.
Kemudian yang keempat, adalah langkah yang terus dilakukan dari sisi fiskal juga berbagai insentif dan pemberian subsidi BBM maupun energi. "Itu juga mengendalikan inflasi dari administered prices," tandas Perry.
"Tahun lalu penyesuaian harga BBM per Agustus, September ada kenaikan, sehingga itu ada base effectnya. Kami katakan bahwa inflasi IHK bisa turun lebih cepat, tapi memang belum akan 4%, tapi mulai sekarang pun sudah mulai mendekati 4%. Bulan lalu sudah berada di 4,9%, nanti akan turun yang kemungkinan kami meyakini mulai Agustus 2023 sudah mulai di bawah 4%," ujar Perry dalam konferensi pers RDG BI di Jakarta, Selasa (18/4/2023).
Dia mengatakan bahwa optimisme penurunan inflasi inti dan IHK ini berdasarkan 4 faktor pendorong utama. Pertama, respon kebijakan BI yang sejak dari awal tidak ragu-ragu untuk secara front-loaded, forward looking, dan preemptive menurunkan inflasi, khususnya dari ekspektasi inflasi.
"Ingat, kita sudah menaikkan suku bunga BI7DRR sejak Agustus 2022. Ini dilakukan secara frontloaded dan preemptive menurunkan ekspektasi inflasi. Hasilnya, kalau dulu di bulan-bulan seperti Juli-September tahun lalu, ekspektasi inflasi pada waktu itu bahkan 6,7% di akhir tahun. Oleh karena itu, realisasi akhir tahun lalu itu kan inflasinya rendah menjadi 5,5%," jelas Perry.
Faktor kedua, sebut dia, adalah terkendalinya imported inflation. Imported inflation adalah depresiasi nilai tukar dikalikan harga-harga di luar negeri.
"Inflasi di dunia ini kan masih tinggi, oleh karena itu langkah BI untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah adalah tentu saja menjadi bagian dari pengendalian inflasi, khususnya inflasi yang bersumber dari luar negeri (imported inflation)," ungkap Perry.
Dia mengatakan, faktor ketiga adalah kesuksesan dari koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) dengan 46 kantor BI yaitu melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), program utama dari Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
"Dari sejak awal Agustus tahun lalu, pemerintah pusat, BI, dan pemda betul-betul bersinergi melakukan operasi pasar, dan juga bagaimana untuk pasokan dari satu daerah ke daerah lain dipermudah. Demikian juga pemerintah ada kebijakan-kebijakan dari pengendalian pangan. Oleh karena itu, inflasi volatile foods yang pernah mencapai 11,3% di September tahun lalu turun menjadi 5,7%," terangnya.
Kemudian yang keempat, adalah langkah yang terus dilakukan dari sisi fiskal juga berbagai insentif dan pemberian subsidi BBM maupun energi. "Itu juga mengendalikan inflasi dari administered prices," tandas Perry.
(akr)
tulis komentar anda