Target Ambisi Besar Kebijakan Transisi Energi Butuh Upaya Besar
Kamis, 04 Mei 2023 - 17:05 WIB
JAKARTA - Target ambisius kebijakan transisi energi diyakini membutuhkan upaya besar, dimana salah satunya mempercepat pemensiunan dini PLTU batubara. Sempat ada angin segar usai Presiden mengatakan bakal menutup semua PLTU 2025.Namun tak lama kemudian pihak Istana meralat pernyataan itu dan menyebut seluruh pembangkit batubara baru akan ditutup pada 2050 dan menyebut bahwa di tahun 2025, 23% energi berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT).
Bagi pemerintah Indonesia, tahun 2023 adalah tahun krusial bagi karena harus merilis Rencana Investasi untuk implementasi JETP (Just Energy Transition Partnership). JETP memberi Indonesia mandat untuk mengurangi emisi karbon dari sektor energi hingga kurang dari 290 juta ton per 2030, lebih ketat dari target sebelumnya 357 juta ton.
Selain itu, target bauran EBT (Energi Baru Terbarukan) per 2030 ditingkatkan menjadi 34% dari sebelumnya 23,4%. Kajian yang diluncurkan Trend Asia dan CREA bertajuk “Ambiguitas vs Ambisi: Tinjauan Kebijakan Transisi Energi Indonesia” menilai bahwa kebijakan pemerintah selama ini masih jauh belum memadai dan memiliki sejumlah catatan.
Saat ini, mayoritas jaringan listrik Indonesia berada dalam kondisi kelebihan pasokan (oversupply). Jaringan Jawa-Bali oversupply sejumlah 30%, bahkan jaringan Sulawesi mengalami kelebihan kapasitas terpasang hingga 69%.
“Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah Indonesia seharusnya lebih progresif dalam membentuk kebijakan energi demi memenuhi target 1,5o C, salah satunya dengan melakukan mempercepat pemensiunan dini PLTU batubara,” tutur Andri
Prasetiyo dari Trend Asia.
Namun, alih-alih menuntaskan, pemerintah malah merencanakan peningkatan porsi batubara dan energi fosil lain dalam bauran listrik Indonesia pada RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik). Pemerintah merencanakan 40,6 GW listrik fosil untuk komersialisasi antara tahun 2021 dan 2030, dari jumlah tersebut,34% di antaranya yaitu 13,8 GW berasal dari batu bara dan 14% 5,8 GW dari gas dan diesel.
Bagi pemerintah Indonesia, tahun 2023 adalah tahun krusial bagi karena harus merilis Rencana Investasi untuk implementasi JETP (Just Energy Transition Partnership). JETP memberi Indonesia mandat untuk mengurangi emisi karbon dari sektor energi hingga kurang dari 290 juta ton per 2030, lebih ketat dari target sebelumnya 357 juta ton.
Selain itu, target bauran EBT (Energi Baru Terbarukan) per 2030 ditingkatkan menjadi 34% dari sebelumnya 23,4%. Kajian yang diluncurkan Trend Asia dan CREA bertajuk “Ambiguitas vs Ambisi: Tinjauan Kebijakan Transisi Energi Indonesia” menilai bahwa kebijakan pemerintah selama ini masih jauh belum memadai dan memiliki sejumlah catatan.
Saat ini, mayoritas jaringan listrik Indonesia berada dalam kondisi kelebihan pasokan (oversupply). Jaringan Jawa-Bali oversupply sejumlah 30%, bahkan jaringan Sulawesi mengalami kelebihan kapasitas terpasang hingga 69%.
“Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah Indonesia seharusnya lebih progresif dalam membentuk kebijakan energi demi memenuhi target 1,5o C, salah satunya dengan melakukan mempercepat pemensiunan dini PLTU batubara,” tutur Andri
Prasetiyo dari Trend Asia.
Namun, alih-alih menuntaskan, pemerintah malah merencanakan peningkatan porsi batubara dan energi fosil lain dalam bauran listrik Indonesia pada RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik). Pemerintah merencanakan 40,6 GW listrik fosil untuk komersialisasi antara tahun 2021 dan 2030, dari jumlah tersebut,34% di antaranya yaitu 13,8 GW berasal dari batu bara dan 14% 5,8 GW dari gas dan diesel.
tulis komentar anda