Dongkrak Ekspor Minyak Sawit, Jadikan Perdagangan Panglima
Rabu, 22 Juli 2020 - 18:30 WIB
JAKARTA - Di tengah pandemi Covid-19, pemerintah perlu serius mengurai segala hambatan yang dihadapi pebisnis sawit . Agar ekspor sawit bisa berjalan mulus. Hal itu disampaikan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono dalam Webinar yang diadakan Forum Jurnalis Sawit (FJS), bertajuk "Mendongkrak Pasar Domestik dan Ekspor Minyak Sawit Indonesia” hari ini.
Joko berharap, pemerintah menjadikan perdagangan luar negeri sebagai panglima. “Kalau untuk pasar internasional (ekspor sawit), jadikanlah perdagangan sebagai panglima,” tegas Joko Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Dia berharap, pemerintah memprioritaskan penyelesaian atas berbagai hambatan di sektor perdagangan luar negeri. “Seluruh hambatan perdagangan harus menjadi tujuan utama untuk dicarikan solusinya. Misalnya, memperkuat G to G,” paparnya.
(Baca Juga: Gapki Minta Pemerintah Tak Membuat Aturan yang Memberatkan Ekspor)
Terkait IA-CEPA yang belum tuntas, Joko berharap pemerintah konsisten dalam memperjuangkan sawit Indonesia di kancah internasional. Termasuk dari sisi regulasi terhadap industri sawit dalam negeri, perlu ada kajian. Salah satunya terkait aturan logisitik yakni over dimension over load (ODOL). “No Palm Oil No CEPA, pemerintah sudah benar. Dalam hal ini, perlu konsistensi. Atau aturan ODOL,” tuturnya.
Sementara, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun mengatakan, pasar ekspor produk sawit Indonesia didominasi India, UE, China, Pakistan, Bangladesh, AS, Timur Tengah dan Afrika.
Saat Pandemi Covid-19, kata Derom, permintaan akan minyak sawit dan produk turunannya, boleh dibilang longsor. Seiring penurunan minyak nabati non sawit. Semisal Juni 2020, permintaan minyak sawit di India anjlok hingga 56%. “Kelemahan produk sawit di Indonesia karena promosi dan iklan minim. Beda dengan produk lainnya,” ungkap Derom.
Terkait kebijakan pemerintah mendorong penggunaan biodiesel dari minyak sawit, dirinya optimistis dalam menatap pasar domestik. Namun, semuanya perlu waktu karena harus dikaji secara mendalam dengan melibatkan seluruh stakeholders.
“Misalnya D100 yang diakui Pertamina bagus, dan sudah diuji tim ITB, kabar bagus. Namun harus didiskusikan dengan industri terkait,” tuturnya.
Joko berharap, pemerintah menjadikan perdagangan luar negeri sebagai panglima. “Kalau untuk pasar internasional (ekspor sawit), jadikanlah perdagangan sebagai panglima,” tegas Joko Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Dia berharap, pemerintah memprioritaskan penyelesaian atas berbagai hambatan di sektor perdagangan luar negeri. “Seluruh hambatan perdagangan harus menjadi tujuan utama untuk dicarikan solusinya. Misalnya, memperkuat G to G,” paparnya.
(Baca Juga: Gapki Minta Pemerintah Tak Membuat Aturan yang Memberatkan Ekspor)
Terkait IA-CEPA yang belum tuntas, Joko berharap pemerintah konsisten dalam memperjuangkan sawit Indonesia di kancah internasional. Termasuk dari sisi regulasi terhadap industri sawit dalam negeri, perlu ada kajian. Salah satunya terkait aturan logisitik yakni over dimension over load (ODOL). “No Palm Oil No CEPA, pemerintah sudah benar. Dalam hal ini, perlu konsistensi. Atau aturan ODOL,” tuturnya.
Sementara, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun mengatakan, pasar ekspor produk sawit Indonesia didominasi India, UE, China, Pakistan, Bangladesh, AS, Timur Tengah dan Afrika.
Saat Pandemi Covid-19, kata Derom, permintaan akan minyak sawit dan produk turunannya, boleh dibilang longsor. Seiring penurunan minyak nabati non sawit. Semisal Juni 2020, permintaan minyak sawit di India anjlok hingga 56%. “Kelemahan produk sawit di Indonesia karena promosi dan iklan minim. Beda dengan produk lainnya,” ungkap Derom.
Terkait kebijakan pemerintah mendorong penggunaan biodiesel dari minyak sawit, dirinya optimistis dalam menatap pasar domestik. Namun, semuanya perlu waktu karena harus dikaji secara mendalam dengan melibatkan seluruh stakeholders.
“Misalnya D100 yang diakui Pertamina bagus, dan sudah diuji tim ITB, kabar bagus. Namun harus didiskusikan dengan industri terkait,” tuturnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda