Masih di Awang-Awang, Target Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi
Rabu, 22 Juli 2020 - 21:42 WIB
JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) dan sekaligus Staf Ahli Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, Didin S. Damanhuri, mengapresiasi pembentukan Komite Baru Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui Perpres No. 82 tahun 2020.
Di luar negeri, selain kementerian, ada lembaga-lembaga khusus yang dibuat dalam kondisi pandemi seperti ini untuk fokus pada masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi. Meski demikian, menurut Didin, ada hal yang absen dari hadirnya komite ini. Dia menilai bahwa target dari komite ini masih tidak jelas.
"Ada ramalan pertumbuhan ekonomi semester II dari Badan Pusat Statistik (BPS) itu -7%, kalau dari Menteri Keuangan Sri Mulyani sebesar -3,4%. Dengan adanya lembaga ini, bagaimana targetnya? Apakah tidak minus, atau mungkin 0% seperti yang diprediksi World Bank?" ujar Didin dalam webinar di Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Dia menyebutkan bahwa perpres ini tidak jelas targetnya, karena dampak dari pandemi ini multiplier effect. Terlebih terkait kesenjangan sosial dan ekonomi, karena isu ini sudah ada sebelum Covid-19, dan sekarang makin diperdalam dengan adanya pandemi. Didin mempertanyakan kapabilitas komite ini untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. ( Baca juga:Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Didesak Prioritaskan Sektor Kesehatan )
"Saya juga ada ini catatan tentang angka PHK. Dari seluruh pekerja di tingkat formal, jumlahnya ada sekitar 55 juta. Menurut sebuah lembaga yang meneliti, 50% dari 55 juta ini outsourcing. 80% dari outsourcing ini di-PHK. Jadi, targetnya Komite ini nanti bisa mengurangi angka PHK hingga berapa persen?" cetusnya.
Didin juga mengkritisi terkait masalah target waktu, khususnya terkait vaksin Covid-19 yang rumornya baru-baru ini didatangkan dari China. Padahal, dari China sendiri, belum ada data yang pasti bahwa vaksin itu obat massal. Jadi, seakan-akan Indonesia adalah objek eksperimen dari vaksin tersebut.
"Itu mestinya bisa dikonsentrasikan, ada target waktu. Apakah di lembaga-lembaga lokal, apakah kita mampu membuat vaksin sendiri? Sehingga, misalnya ada ramalan bahwa pemulihan ini akan terjadi di tengah atau akhir tahun depan. Kita bisa mempercepat supaya lockdown bisa diselesaikan dengan adanya vaksin yang sudah terkonfirmasi, bukan hanya tes obat massal," tandasnya.
Dia menyebutkan, bahwa dari yang dia amati, target keseluruhan dari implementasi perpres ini masih belum jelas. "Kalau saya baca perpresnya, itu tidak jelas. Satu pihak kita gembira, lain pihak kita belum jelas," pungkas Didin.
Lihat Juga: Dharma Pongrekun Sebut Pandemi Agenda Terselubung Asing, Ini Alasan Ridwan Kamil Tanya soal Covid-19
Di luar negeri, selain kementerian, ada lembaga-lembaga khusus yang dibuat dalam kondisi pandemi seperti ini untuk fokus pada masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi. Meski demikian, menurut Didin, ada hal yang absen dari hadirnya komite ini. Dia menilai bahwa target dari komite ini masih tidak jelas.
"Ada ramalan pertumbuhan ekonomi semester II dari Badan Pusat Statistik (BPS) itu -7%, kalau dari Menteri Keuangan Sri Mulyani sebesar -3,4%. Dengan adanya lembaga ini, bagaimana targetnya? Apakah tidak minus, atau mungkin 0% seperti yang diprediksi World Bank?" ujar Didin dalam webinar di Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Dia menyebutkan bahwa perpres ini tidak jelas targetnya, karena dampak dari pandemi ini multiplier effect. Terlebih terkait kesenjangan sosial dan ekonomi, karena isu ini sudah ada sebelum Covid-19, dan sekarang makin diperdalam dengan adanya pandemi. Didin mempertanyakan kapabilitas komite ini untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. ( Baca juga:Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Didesak Prioritaskan Sektor Kesehatan )
"Saya juga ada ini catatan tentang angka PHK. Dari seluruh pekerja di tingkat formal, jumlahnya ada sekitar 55 juta. Menurut sebuah lembaga yang meneliti, 50% dari 55 juta ini outsourcing. 80% dari outsourcing ini di-PHK. Jadi, targetnya Komite ini nanti bisa mengurangi angka PHK hingga berapa persen?" cetusnya.
Didin juga mengkritisi terkait masalah target waktu, khususnya terkait vaksin Covid-19 yang rumornya baru-baru ini didatangkan dari China. Padahal, dari China sendiri, belum ada data yang pasti bahwa vaksin itu obat massal. Jadi, seakan-akan Indonesia adalah objek eksperimen dari vaksin tersebut.
"Itu mestinya bisa dikonsentrasikan, ada target waktu. Apakah di lembaga-lembaga lokal, apakah kita mampu membuat vaksin sendiri? Sehingga, misalnya ada ramalan bahwa pemulihan ini akan terjadi di tengah atau akhir tahun depan. Kita bisa mempercepat supaya lockdown bisa diselesaikan dengan adanya vaksin yang sudah terkonfirmasi, bukan hanya tes obat massal," tandasnya.
Dia menyebutkan, bahwa dari yang dia amati, target keseluruhan dari implementasi perpres ini masih belum jelas. "Kalau saya baca perpresnya, itu tidak jelas. Satu pihak kita gembira, lain pihak kita belum jelas," pungkas Didin.
Lihat Juga: Dharma Pongrekun Sebut Pandemi Agenda Terselubung Asing, Ini Alasan Ridwan Kamil Tanya soal Covid-19
(uka)
tulis komentar anda