Penyederhanaan Tarif Cukai Rokok Dinilai Hanya Untungkan Industri Besar
Jum'at, 24 Juli 2020 - 09:41 WIB
JAKARTA - Rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) yang dikeluarkan oleh salah satu kementrian, dianggap dapat mematikan industri hasil tembakau (IHT) nasional melalui kebijakan simplifikasi dan kenaikan cukai yang tinggi. Salah satu turunan dari RPJMN adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 77/02/ 2020 yang akan melakukan simplifikasi dan kenaikan cukai di tahun 2021.
Anggota Komisi IV DPR RI Lulu Nur Hamidah mengatakan, IHT merupakan warisan budaya nasional yang bernilai strategis. Selain memberikan sumbangan pemasukan keuangan negara yang besar juga menyerap jutaan tenaga kerja. Karena itu, sudah sepantasnya dilindungi, bukan dimatikan lewat simplifikasi dan kenaikan cukai yang tinggi. (Baca: Buronan FBI Diyakini Bersembunyi Dikonsulat China)
“Kami tidak setuju dengan segala kebijakan yang memusuhi dan mematikan IHT . Karena, sudah jelas itu akan berdampak pada serapan produk tembakau yang rendah dan kemudian mengancam eksistensi pabrikan rokok menengah dan kecil, tenaga kerja, petani, serta buruh rokok yang ada di sektor itu. Termasuk produk turunannya yang terkait dengan IHT. Ini kan dampaknya akan sangat panjang bahkan termasuk para pengecer dan yang lainnya,” papar Lulu, dalam rilisnya di Jakarta, kemarin. (Baca juga: DKI Akan Wajibkan Pengunjung Tempat Hiburan Malam Lakukan Swab Test)
Menurutnya, masalah kesehatan masyarakat tidak selalu disebabkan oleh rokok. Ada banyak faktor yang memengaruhi kesehatan masyarakat seperti lingkungan dan sanitasi yang buruk, polusi udara yang disebabkan kendaraan bermotor dan polusi dari berbagai pabrik, serta faktor-faktor lainnya.
Meski demikian, dia mendukung adanya regulasi yang mengatur siapa saja yang boleh dan tidak boleh merokok. Begitu juga dengan tempat yang boleh dan tidak boleh merokok sehingga anggota masyarakat yang tidak merokok seperti dirinya tidak terpapar asap rokok dari para perokok. Namun, bukan peraturan yang mematikan produksi rokok, baik langsung maupun lewat kebijakan simplifikasi dan kenaikan cukai yang tinggi. (Lihat videonya: Untuk Kedua Kalinya Seorang Ibu Muda Menjual Bayinya)
Lulu juga secara tegas menolak rencana Menteri Keuangan yang akan melakukan simplifikasi cukai di tahun 2021 sesuai PMK No. 77/02/2020. Alasannya, jika kebijakan simplifikasi cukai dilakukan berdampak buruk kepada industri rokok dan kesejahteraan petani tembakau. Kebijakan tersebut hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar asing. Padahal, kewajiban pemerintah melindungi semua industri rokok, baik sekala menengah, kecil, termasuk para petani tembakau. (Heru Febrianto)
Anggota Komisi IV DPR RI Lulu Nur Hamidah mengatakan, IHT merupakan warisan budaya nasional yang bernilai strategis. Selain memberikan sumbangan pemasukan keuangan negara yang besar juga menyerap jutaan tenaga kerja. Karena itu, sudah sepantasnya dilindungi, bukan dimatikan lewat simplifikasi dan kenaikan cukai yang tinggi. (Baca: Buronan FBI Diyakini Bersembunyi Dikonsulat China)
“Kami tidak setuju dengan segala kebijakan yang memusuhi dan mematikan IHT . Karena, sudah jelas itu akan berdampak pada serapan produk tembakau yang rendah dan kemudian mengancam eksistensi pabrikan rokok menengah dan kecil, tenaga kerja, petani, serta buruh rokok yang ada di sektor itu. Termasuk produk turunannya yang terkait dengan IHT. Ini kan dampaknya akan sangat panjang bahkan termasuk para pengecer dan yang lainnya,” papar Lulu, dalam rilisnya di Jakarta, kemarin. (Baca juga: DKI Akan Wajibkan Pengunjung Tempat Hiburan Malam Lakukan Swab Test)
Menurutnya, masalah kesehatan masyarakat tidak selalu disebabkan oleh rokok. Ada banyak faktor yang memengaruhi kesehatan masyarakat seperti lingkungan dan sanitasi yang buruk, polusi udara yang disebabkan kendaraan bermotor dan polusi dari berbagai pabrik, serta faktor-faktor lainnya.
Meski demikian, dia mendukung adanya regulasi yang mengatur siapa saja yang boleh dan tidak boleh merokok. Begitu juga dengan tempat yang boleh dan tidak boleh merokok sehingga anggota masyarakat yang tidak merokok seperti dirinya tidak terpapar asap rokok dari para perokok. Namun, bukan peraturan yang mematikan produksi rokok, baik langsung maupun lewat kebijakan simplifikasi dan kenaikan cukai yang tinggi. (Lihat videonya: Untuk Kedua Kalinya Seorang Ibu Muda Menjual Bayinya)
Lulu juga secara tegas menolak rencana Menteri Keuangan yang akan melakukan simplifikasi cukai di tahun 2021 sesuai PMK No. 77/02/2020. Alasannya, jika kebijakan simplifikasi cukai dilakukan berdampak buruk kepada industri rokok dan kesejahteraan petani tembakau. Kebijakan tersebut hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar asing. Padahal, kewajiban pemerintah melindungi semua industri rokok, baik sekala menengah, kecil, termasuk para petani tembakau. (Heru Febrianto)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda