Awas! Penyeragaman Kemasan Rokok Berpotensi Memicu PHK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Merrijantij Punguan Pintaria menyatakan, sudah sepatutnya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terhadap industri hasil tembakau mempertimbangkan dampak ekonomi. Apalagi, industri tembakau telah berkontribusi besar bagi pendapatan negara melalui penerimaan cukai.
Merrijantij juga menjelaskan industri tembakau memiliki kontribusi yang signifikan bagi ekonomi nasional, misalnya melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang telah dimanfaatkan sebesar 40% untuk mendukung biaya kesehatan. Fakta itu menurutnya menunjukkan bahwa industri tembakau telah memberikan kontribusi langsung pada mitigasi persoalan kesehatan masyarakat.
“Yang utama adalah bagaimana kita mengedukasi masyarakat Indonesia terkait bahaya merokok dan kembali kepada hak masing-masing apakah memutuskan untuk merokok atau tidak,” katanya dikutip Selasa (17/12/2024).
Di tengah upaya jajaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk terus mendorong pembahasan rancangan peraturan menteri kesehatan (permenkes) terkait penyeragaman kemasan rokok , Merrijantij mengungkapkan bahwa hingga saat ini, Kemenperin belum dilibatkan secara resmi.
Padahal, Merrijantij mengatakan pihaknya telah menyiapkan data-data mengenai potensi atau risiko dampak negatif dari rancangan permenkes untuk menjadi bahan diskusi dengan Kemenkes dan kementerian terkait lainnya. Selain itu, Kemenperin memastikan bahwa suara industri juga akan dapat didengar ketika pembahasan antar kementerian resmi dimulai oleh kemenkes.
“Kalau pada saatnya nanti diskusi dibuka, kita sudah menyiapkan posisi industri secara lebih komprehensif,” imbuhnya.
Di samping itu, Merrijantji telah memperingatkan bahwa rancangan permenkes dapat menurunkan serapan hasil tembakau dan mengancam stabilitas tenaga kerja di sektor tembakau. Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza juga telah menyampaikan kekhawatirannya akan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) jika kebijakan ini diterapkan tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi secara matang.
Sementara itu, pihak jajaran Kemenkes menyatakan bahwa rancangan permenkes ini masih berada pada tahap internalisasi. Staf Ahli Bidang Hukum Kemenkes Sundoyo menjelaskan bahwa proses ini bertujuan untuk mengharmonisasi regulasi pasca-disahkannya UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Merrijantij juga menjelaskan industri tembakau memiliki kontribusi yang signifikan bagi ekonomi nasional, misalnya melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang telah dimanfaatkan sebesar 40% untuk mendukung biaya kesehatan. Fakta itu menurutnya menunjukkan bahwa industri tembakau telah memberikan kontribusi langsung pada mitigasi persoalan kesehatan masyarakat.
“Yang utama adalah bagaimana kita mengedukasi masyarakat Indonesia terkait bahaya merokok dan kembali kepada hak masing-masing apakah memutuskan untuk merokok atau tidak,” katanya dikutip Selasa (17/12/2024).
Di tengah upaya jajaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk terus mendorong pembahasan rancangan peraturan menteri kesehatan (permenkes) terkait penyeragaman kemasan rokok , Merrijantij mengungkapkan bahwa hingga saat ini, Kemenperin belum dilibatkan secara resmi.
Padahal, Merrijantij mengatakan pihaknya telah menyiapkan data-data mengenai potensi atau risiko dampak negatif dari rancangan permenkes untuk menjadi bahan diskusi dengan Kemenkes dan kementerian terkait lainnya. Selain itu, Kemenperin memastikan bahwa suara industri juga akan dapat didengar ketika pembahasan antar kementerian resmi dimulai oleh kemenkes.
“Kalau pada saatnya nanti diskusi dibuka, kita sudah menyiapkan posisi industri secara lebih komprehensif,” imbuhnya.
Di samping itu, Merrijantji telah memperingatkan bahwa rancangan permenkes dapat menurunkan serapan hasil tembakau dan mengancam stabilitas tenaga kerja di sektor tembakau. Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza juga telah menyampaikan kekhawatirannya akan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) jika kebijakan ini diterapkan tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi secara matang.
Sementara itu, pihak jajaran Kemenkes menyatakan bahwa rancangan permenkes ini masih berada pada tahap internalisasi. Staf Ahli Bidang Hukum Kemenkes Sundoyo menjelaskan bahwa proses ini bertujuan untuk mengharmonisasi regulasi pasca-disahkannya UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
(akr)