Kepercayaan Masyarakat Rendah, Penetrasi Asuransi Minim
Jum'at, 24 Juli 2020 - 12:33 WIB
JAKARTA - Ekonom Indef Aviliani menyebutkan bahwa porsi aset industri asuransi terhadap aset sektor keuangan masih di bawah 10%. Padahal, jumlah perusahaan asuransi konvensional saat ini cukup banyak, mencapai 139 perusahaan.
Di bagian lain, sambung dia, komposisi portofolio asuransi jiwa konvensional didominasi saham dan reksa dana, masing-masing sekitar 25% dan 33%. Hal ini relatif lebih riskan, dibandingkan dengan komposisi pada asuransi sosial, dimana sekitar 53% dari portofolio asuransi sosial ditempatkan pada obligasi pemerintah.
Dia menambahkan, kondisi keuangan asuransi jiwa juga cenderung menurun. Nilai aset turun 7% pada Maret dibandingkan bulan sebelumnya. Demikian juga investasi, turun sekitar 9%. Nilai investasi di saham dan reksa dana turun 16% dan 11%. Sementara itu utang naik 2%. Pada Maret, perusahaan asuransi jiwa merugi Rp4,3 triliun.
"Dari kondisi di atas, ada empat tantangan industri asuransi di Indonesia. Pertama, masih relatif rendahnya kepercayaan masyarakat," kata Aviliani di Jakarta, Jumat (24/7/2020).
(Baca Juga: Viral! Keluhan Nasabah Tak Bisa Cairkan Asuransi Pendidikan Setelah 17 Tahun)
Hal itu, kata dia, tampak dari jumlah penduduk dan kelas menengah Indonesia yang besar, namun penetrasi asuransi cukup rendah. Kedua, maraknya kasus di industri perasuransian yang bahkan melibatkan perusahaan-perusahaan besar. "Hal ini berpotensi menyebabkan trauma bagi masyarakat," ujarnya.
Tantangan ketiga, lanjut dia, adalah kualitas sumber daya manusia (SDM). Agen perusahaan asuransi, tegas Aviliani, harus mampu menjelaskan skema-skema asuransi, baik manfaat maupun risikonya secara sederhana. Menurut dia, selama ini, yang disampaikan ke nasabah lebih kepada manfaat, sementara risikonya ditutup-tutupi.
Keempat, kesempatan investasi. "Asuransi bukan hanya menyediakan skema kesehatan maupun jiwa tetapi juga untuk investasi. Maka dari itu, sebaiknya masyarakat perlu disosialisasikan lebih lanjut apa saja benefit yang didapat dari berasuransi," tuturnya.
Di bagian lain, sambung dia, komposisi portofolio asuransi jiwa konvensional didominasi saham dan reksa dana, masing-masing sekitar 25% dan 33%. Hal ini relatif lebih riskan, dibandingkan dengan komposisi pada asuransi sosial, dimana sekitar 53% dari portofolio asuransi sosial ditempatkan pada obligasi pemerintah.
Dia menambahkan, kondisi keuangan asuransi jiwa juga cenderung menurun. Nilai aset turun 7% pada Maret dibandingkan bulan sebelumnya. Demikian juga investasi, turun sekitar 9%. Nilai investasi di saham dan reksa dana turun 16% dan 11%. Sementara itu utang naik 2%. Pada Maret, perusahaan asuransi jiwa merugi Rp4,3 triliun.
"Dari kondisi di atas, ada empat tantangan industri asuransi di Indonesia. Pertama, masih relatif rendahnya kepercayaan masyarakat," kata Aviliani di Jakarta, Jumat (24/7/2020).
(Baca Juga: Viral! Keluhan Nasabah Tak Bisa Cairkan Asuransi Pendidikan Setelah 17 Tahun)
Hal itu, kata dia, tampak dari jumlah penduduk dan kelas menengah Indonesia yang besar, namun penetrasi asuransi cukup rendah. Kedua, maraknya kasus di industri perasuransian yang bahkan melibatkan perusahaan-perusahaan besar. "Hal ini berpotensi menyebabkan trauma bagi masyarakat," ujarnya.
Tantangan ketiga, lanjut dia, adalah kualitas sumber daya manusia (SDM). Agen perusahaan asuransi, tegas Aviliani, harus mampu menjelaskan skema-skema asuransi, baik manfaat maupun risikonya secara sederhana. Menurut dia, selama ini, yang disampaikan ke nasabah lebih kepada manfaat, sementara risikonya ditutup-tutupi.
Keempat, kesempatan investasi. "Asuransi bukan hanya menyediakan skema kesehatan maupun jiwa tetapi juga untuk investasi. Maka dari itu, sebaiknya masyarakat perlu disosialisasikan lebih lanjut apa saja benefit yang didapat dari berasuransi," tuturnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda