Realisasi Pajak hingga Mei 2020 Banyak Disokong dari Cukai IHT
Senin, 27 Juli 2020 - 07:37 WIB
JAKARTA - Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan salah satu industri yang berperan cukup besar dalam perekonomian Indonesia. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan cukai hingga Mei 2020 mencapai Rp68,3 triliun. Sebagian besar berasal dari sokongan IHT.
Namun demikian, realisasi penerimaan cukai ini baru 39,5% dari target APBN sesuai Perpres 54 tahun 2020 sebesar Rp 172,9 triliun dengan kontribusi IHT ditarget Rp 165,65 triliun. (Baca: Pemerintah Diminta Buat Regulasi yang Bisa Lindungi Tenaga Kerja IHT)
Kendati demikian, produk IHT peredarannya termasuk yang dikontrol mengingat adanya risiko yang mungkin muncul jika dikonsumsi secara berlebihan. IHT memiliki rantai bisnis yang sangat luas sehingga mampu menciptakan nilai tambah di setiap lapisan operasionalnya, salah satunya menciptakan lapangan kerja. (Baca juga: Deorat Sebut Pemimpin Harus Disiapkan Bukan Dipaksakan)
“Perlu ada kejelasan aturan, industri ini mau diapakan. Apakah akan dilarang total, atau bagaimana. Tidak bisa latah mengikuti kebijakan negara lain karena sektor ini unik," ujar Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati dalam keterangannya di Jakarta, kemarin.
Selama pandemi, sumbangan IHT adalah satu-satunya yang masih stabil, sehingga harus ada roadmap aturan yang jelas dan mampu mengakomodasi semua sektor dari hulu hingga hilir. (Lihat videonya: Sparko, Sensasi Olahraga Bergaya Militer)
"Sebelum pandemi, cukai rokok itu, kan, posisi ketiga tertinggi setelah PPH dan PPN. Kalau sudah ada kejelasan, saya yakin regulasi IHT tidak akan terus menerus gaduh dan tarik ulur. Kuncinya punya roadmap, tidak bisa asal ikutin negara lain karena sudah pasti akan salah langkah,” tutur Enny. (Anton C)
Namun demikian, realisasi penerimaan cukai ini baru 39,5% dari target APBN sesuai Perpres 54 tahun 2020 sebesar Rp 172,9 triliun dengan kontribusi IHT ditarget Rp 165,65 triliun. (Baca: Pemerintah Diminta Buat Regulasi yang Bisa Lindungi Tenaga Kerja IHT)
Kendati demikian, produk IHT peredarannya termasuk yang dikontrol mengingat adanya risiko yang mungkin muncul jika dikonsumsi secara berlebihan. IHT memiliki rantai bisnis yang sangat luas sehingga mampu menciptakan nilai tambah di setiap lapisan operasionalnya, salah satunya menciptakan lapangan kerja. (Baca juga: Deorat Sebut Pemimpin Harus Disiapkan Bukan Dipaksakan)
“Perlu ada kejelasan aturan, industri ini mau diapakan. Apakah akan dilarang total, atau bagaimana. Tidak bisa latah mengikuti kebijakan negara lain karena sektor ini unik," ujar Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati dalam keterangannya di Jakarta, kemarin.
Selama pandemi, sumbangan IHT adalah satu-satunya yang masih stabil, sehingga harus ada roadmap aturan yang jelas dan mampu mengakomodasi semua sektor dari hulu hingga hilir. (Lihat videonya: Sparko, Sensasi Olahraga Bergaya Militer)
"Sebelum pandemi, cukai rokok itu, kan, posisi ketiga tertinggi setelah PPH dan PPN. Kalau sudah ada kejelasan, saya yakin regulasi IHT tidak akan terus menerus gaduh dan tarik ulur. Kuncinya punya roadmap, tidak bisa asal ikutin negara lain karena sudah pasti akan salah langkah,” tutur Enny. (Anton C)
(ysw)
tulis komentar anda