Di Depan Gen Z, Bahlil Ungkap Mengapa Kebijakan Hilirisasi Ditentang Banyak Negara
Sabtu, 08 Juli 2023 - 21:10 WIB
JAKARTA - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan seorang pemimpin negara akan menjadi aktor utama dalam sebuah perubahan. Kebijakan yang diambil pemimpin negara akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat seluruh Indonesia.
Bahlil menjelaskan salah satu contoh saat ini tengah menjadi sorotan adalah kebijakan hilirisasi . Pemerintah Indonesia secara tegas melarang penjualan beberapa komoditas mentah. Mereka, industri asing, yang membutuhkan komoditas dari dalam negeri wajib mendirikan pabrik di Indonesia dan mengolahnya menjadi barang setengah jadi dan jadi, baru bisa dijual.
Kebijakan tersebut menurutnya tidak disukai oleh beberapa negara. Pasalnya, mereka harus mengeluarkan uang yang lebih untuk membangun industri di dalam negeri jika hendak memanfaatkan komoditas dalam negeri.
"Indonesia dijajah karena komoditas, kita kirim barang mentah, itu agar Indonesia tidak maju, Presiden Jokowi minta untuk setop ekspor nikel, saya juga kan pengusaha tambang, karena perintah Presiden ya saya lakukan juga," ujar Bahlil dalam acara Festival Gen Z 2023 di MNC Conference Hall, Sabtu (8/7/2023).
Bahlil menjelaskan kebijakan larangan ekpsor nikel ini cukup mendapatkan tentangan. Bahkan IMF yang memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia masih stabil di tengah ekonomi negara lain sedang tidak stabil, malahan menyisipkan pesan, agar kebijakan larangan ekspor nikel ini dapat dipertimbangkan kembali.
"Yang terjadi juga Uni Eropa bawa kita ke WTO agar tidak dilanjutkan larangan ekspor nikel, saya tanya Presiden, katanya, 'Mas Bahlil kita sudah berdaulat, maju terus, kita lawan'," sambung Bahlil.
Di sisi lain, kebijakan hilirisasi nikel ini menurut Bahlil sudah terbukti mendatangkan nilai tambah yang cukup besar. Bahkan secara nilai ekspor nikel mentah hanya berkonstribusi kurang lebih Rp45 triliun ke negara, sedangkan lewat kebijakan hilirisasi ini, menurutnya mampu berkontribusi pada kas negara Rp450 triliun.
Dampak lainnya yang lebih penting menurut Bahlil adalah terbukanya lapangan kerja baru. Hal tersebut kaitannya tentang kesejahteraan masyarakat yang akhirnya mendapatkan pekerjaan baru dari adanya industri hilir yang dibangun.
Hal itulah yang menurut Bahlil bahwa Indonesia yang masih berstatus sebagai negara berkembang, membutuhkan pemimpin ke depan yang mampu mengambil kebijakan dan berdampak besar terhadap kesejahteraan masyarakat.
"Jadi hati-hati, kecerdasan seseorang tidak cukup modal menjadi presiden dan menteri, saya takut Indonesia memilh pemimpin yang hanya retorika. Kalau orang hanya tau baca buku, tidak punya pengalaman organisasi, pasti berbeda, memimpin negara, bukan hanya cuma baca buku, tapi butuh intuisi," kata Bahlil. "Mau cari pemimpin yang pandai eksekusi atau padai pidato, silahkan memilih," pungkas dia.
Bahlil menjelaskan salah satu contoh saat ini tengah menjadi sorotan adalah kebijakan hilirisasi . Pemerintah Indonesia secara tegas melarang penjualan beberapa komoditas mentah. Mereka, industri asing, yang membutuhkan komoditas dari dalam negeri wajib mendirikan pabrik di Indonesia dan mengolahnya menjadi barang setengah jadi dan jadi, baru bisa dijual.
Kebijakan tersebut menurutnya tidak disukai oleh beberapa negara. Pasalnya, mereka harus mengeluarkan uang yang lebih untuk membangun industri di dalam negeri jika hendak memanfaatkan komoditas dalam negeri.
"Indonesia dijajah karena komoditas, kita kirim barang mentah, itu agar Indonesia tidak maju, Presiden Jokowi minta untuk setop ekspor nikel, saya juga kan pengusaha tambang, karena perintah Presiden ya saya lakukan juga," ujar Bahlil dalam acara Festival Gen Z 2023 di MNC Conference Hall, Sabtu (8/7/2023).
Bahlil menjelaskan kebijakan larangan ekpsor nikel ini cukup mendapatkan tentangan. Bahkan IMF yang memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia masih stabil di tengah ekonomi negara lain sedang tidak stabil, malahan menyisipkan pesan, agar kebijakan larangan ekspor nikel ini dapat dipertimbangkan kembali.
"Yang terjadi juga Uni Eropa bawa kita ke WTO agar tidak dilanjutkan larangan ekspor nikel, saya tanya Presiden, katanya, 'Mas Bahlil kita sudah berdaulat, maju terus, kita lawan'," sambung Bahlil.
Di sisi lain, kebijakan hilirisasi nikel ini menurut Bahlil sudah terbukti mendatangkan nilai tambah yang cukup besar. Bahkan secara nilai ekspor nikel mentah hanya berkonstribusi kurang lebih Rp45 triliun ke negara, sedangkan lewat kebijakan hilirisasi ini, menurutnya mampu berkontribusi pada kas negara Rp450 triliun.
Dampak lainnya yang lebih penting menurut Bahlil adalah terbukanya lapangan kerja baru. Hal tersebut kaitannya tentang kesejahteraan masyarakat yang akhirnya mendapatkan pekerjaan baru dari adanya industri hilir yang dibangun.
Hal itulah yang menurut Bahlil bahwa Indonesia yang masih berstatus sebagai negara berkembang, membutuhkan pemimpin ke depan yang mampu mengambil kebijakan dan berdampak besar terhadap kesejahteraan masyarakat.
"Jadi hati-hati, kecerdasan seseorang tidak cukup modal menjadi presiden dan menteri, saya takut Indonesia memilh pemimpin yang hanya retorika. Kalau orang hanya tau baca buku, tidak punya pengalaman organisasi, pasti berbeda, memimpin negara, bukan hanya cuma baca buku, tapi butuh intuisi," kata Bahlil. "Mau cari pemimpin yang pandai eksekusi atau padai pidato, silahkan memilih," pungkas dia.
(nng)
tulis komentar anda