Ekonom Celios Minta OJK Wajibkan Pinjol Transparan Soal Bunga dan Biaya Layanan
Minggu, 08 Oktober 2023 - 12:53 WIB
JAKARTA - Permasalahan seputar bisnis fintech lending masih terus bermunculan. Terkini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan penelitian terhadap dugaan kartel penetapan bunga 0,8% per hari yang dilakukan oleh platform pinjaman online ( pinjol ).
Sejumlah persoalan menyelimuti pinjol, seperti indikasi tingginya bunga pinjaman, biaya layanan yang memberatkan, hingga proses penagihan yang dinilai tidak sesuai etika. Pinjol dinilai telah melenceng jauh dari tujuan awal menyediakan layanan untuk pembiayaan kompetitif bagi pelaku usaha, khususnya segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dan mendorong inklusi keuangan.
Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, persoalan-persoalan itu muncul karena ada ruang kosong dalam pengaturan pinjol oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dia menilai, tidak ada informasi yang transparan mengenai biaya bunga, layanan, asuransi dan denda. Informasi mengenai bunga hanya ditampilkan 0,4% tanpa keterangan yang lebih jelas apakah per hari, per minggu, atau per tahun.
Atas informasi bunga yang parsial tersebut, kata Nailul, survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan faktor utama peminjaman di pinjol adalah bunga yang murah. "Padahal, jika kita bandingkan dengan bunga lembaga keuangan lainnya, bunga pinjol per tahun sangat tinggi. Dengan bunga 0,4%, bunga pinjol per tahun bisa mencapai 144%, atau 1,4 kali dari pokok pinjaman," kata Huda dalam keterangan resminya, Minggu (8/10/2023).
Informasi lainnya, seperti biaya layanan, asuransi, dan denda menurut dia juga tidak disebutkan persentase maupun nilainya. Bahkan, terdapat platform pinjol yang menetapkan biaya layanan dan asuransi hampir 100% dari pinjaman pokok. "Jika benar ada asuransi pinjaman yang tinggi, platform harusnya tidak perlu menagih berlebihan kepada peminjam karena pokok pinjaman harusnya diganti oleh perusahaan asuransi. Tapi pada kenyataannya, cara penagihan pinjol sering melewati batas wajar," cetusnya.
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menilai, regulasi pinjol seolah-olah dibuat terlalu lunak. Hal itu dikarenakan indikasi pengaturan di industri pinjol tidak detail terkait dengan batas bunga pinjaman, dan biaya layanan. "Sepertinya ada yang berlindung di balik inovasi keuangan digital, jadi seolah perlindungan konsumen kerap dinomorduakan. Akibatnya, pemain pinjol menetapkan bunga dan biaya layanan tergantung kesepakatan, tidak diatur secara eksplisit dalam Peraturan OJK (POJK)," kata Bhima.
Dalam hal ini, Celios pun meminta agar batas atas bunga pinjol dimasukkan dalam POJK sebagai bentuk perlindungan dan literasi terhadap calon peminjam. Bhima menambahkan, OJK harus berani mengubah ketentuan dalam revisi POJK terkait dengan fintech atau membuat POJK baru yang berisi ketentuan batas maksimum bunga yang tidak boleh lebih tinggi dari fasilitas pinjaman KTA bank, yang berkisar 10-25% per tahun.
"Sementara bunga pinjaman produktif sebaiknya tidak melebihi 9% per tahun. Selain itu, kami juga meminta OJK agar menetapkan sanksi apabila perusahaan Fintech melanggar ketentuan batas bunga atas," tegas Bhima.
Persoalan lainnya menurut Bhima adalah transparansi bunga di saat literasi keuangan pengguna pinjol masih cukup rendah. Menurut dia, pengaturan transparansi bunga pinjaman pinjol juga penting untuk menambah edukasi calon peminjam.
"Jangan ada iklan pinjol terutama di media sosial atau kontrak yang disepakati antara pinjol dengan peminjam menyebut bunga harian, karena 0,4% per hari kesannya kecil, tapi kalau diakumulasi per tahun setara 144%. Itu mahal sekali," tandasnya. Bhima meminta OJK mewajibkan pelaku pinjol mencantumkan bunga per tahun, meski tenor pinjol lebih pendek dibanding lembaga keuangan lain.
Sejumlah persoalan menyelimuti pinjol, seperti indikasi tingginya bunga pinjaman, biaya layanan yang memberatkan, hingga proses penagihan yang dinilai tidak sesuai etika. Pinjol dinilai telah melenceng jauh dari tujuan awal menyediakan layanan untuk pembiayaan kompetitif bagi pelaku usaha, khususnya segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dan mendorong inklusi keuangan.
Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, persoalan-persoalan itu muncul karena ada ruang kosong dalam pengaturan pinjol oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dia menilai, tidak ada informasi yang transparan mengenai biaya bunga, layanan, asuransi dan denda. Informasi mengenai bunga hanya ditampilkan 0,4% tanpa keterangan yang lebih jelas apakah per hari, per minggu, atau per tahun.
Atas informasi bunga yang parsial tersebut, kata Nailul, survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan faktor utama peminjaman di pinjol adalah bunga yang murah. "Padahal, jika kita bandingkan dengan bunga lembaga keuangan lainnya, bunga pinjol per tahun sangat tinggi. Dengan bunga 0,4%, bunga pinjol per tahun bisa mencapai 144%, atau 1,4 kali dari pokok pinjaman," kata Huda dalam keterangan resminya, Minggu (8/10/2023).
Informasi lainnya, seperti biaya layanan, asuransi, dan denda menurut dia juga tidak disebutkan persentase maupun nilainya. Bahkan, terdapat platform pinjol yang menetapkan biaya layanan dan asuransi hampir 100% dari pinjaman pokok. "Jika benar ada asuransi pinjaman yang tinggi, platform harusnya tidak perlu menagih berlebihan kepada peminjam karena pokok pinjaman harusnya diganti oleh perusahaan asuransi. Tapi pada kenyataannya, cara penagihan pinjol sering melewati batas wajar," cetusnya.
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menilai, regulasi pinjol seolah-olah dibuat terlalu lunak. Hal itu dikarenakan indikasi pengaturan di industri pinjol tidak detail terkait dengan batas bunga pinjaman, dan biaya layanan. "Sepertinya ada yang berlindung di balik inovasi keuangan digital, jadi seolah perlindungan konsumen kerap dinomorduakan. Akibatnya, pemain pinjol menetapkan bunga dan biaya layanan tergantung kesepakatan, tidak diatur secara eksplisit dalam Peraturan OJK (POJK)," kata Bhima.
Dalam hal ini, Celios pun meminta agar batas atas bunga pinjol dimasukkan dalam POJK sebagai bentuk perlindungan dan literasi terhadap calon peminjam. Bhima menambahkan, OJK harus berani mengubah ketentuan dalam revisi POJK terkait dengan fintech atau membuat POJK baru yang berisi ketentuan batas maksimum bunga yang tidak boleh lebih tinggi dari fasilitas pinjaman KTA bank, yang berkisar 10-25% per tahun.
"Sementara bunga pinjaman produktif sebaiknya tidak melebihi 9% per tahun. Selain itu, kami juga meminta OJK agar menetapkan sanksi apabila perusahaan Fintech melanggar ketentuan batas bunga atas," tegas Bhima.
Persoalan lainnya menurut Bhima adalah transparansi bunga di saat literasi keuangan pengguna pinjol masih cukup rendah. Menurut dia, pengaturan transparansi bunga pinjaman pinjol juga penting untuk menambah edukasi calon peminjam.
"Jangan ada iklan pinjol terutama di media sosial atau kontrak yang disepakati antara pinjol dengan peminjam menyebut bunga harian, karena 0,4% per hari kesannya kecil, tapi kalau diakumulasi per tahun setara 144%. Itu mahal sekali," tandasnya. Bhima meminta OJK mewajibkan pelaku pinjol mencantumkan bunga per tahun, meski tenor pinjol lebih pendek dibanding lembaga keuangan lain.
(fjo)
Lihat Juga :
tulis komentar anda