Krisis Utang Mengancam Negara-negara Berpendapatan Rendah, Begini Ramalan Bank Dunia
Rabu, 20 Desember 2023 - 11:33 WIB
JAKARTA - World Bank atau Bank Dunia memperingatkan, bahwa biaya pembayaran utang di negara- negara termiskin di dunia bakal melonjak mendekati level 'krisis' seiring dengan tren suku bunga tinggi menekan ekonomi yang sudah rapuh. 24 negara negara berpenghasilan terendah di dunia diproyeksikan bakal menghabiskan total USD21,5 miliar atau setara Rp331,4 triliun (Kurs Rp15.415 per USD) untuk membayar utang publik sepanjang tahun ini dan setelahnya.
Hal tersebut karena pembayaran obligasi yang sudah jatuh tempo dan dampak dari suku bunga yang lebih tinggi, menurut perhitungan dari bank dunia dalam laporan utang terbarunya. Kenaikannya hampir setara 40% selama dua tahun terakhir.
"Rekor tingkat utang dan suku bunga tinggi telah membuat banyak negara berada di jalur menuju krisis," kata Kepala ekonom Bank Dunia, Indermit Gill.
"Setiap kuartal, suku bunga yang tetap tinggi membuat lebih banyak negara berkembang menjadi tertekan – dan menghadapi pilihan sulit untuk membayar utang publik mereka atau berinvestasi dalam sektor kesehatan masyarakat, pendidikan, dan infrastruktur," sambungnya.
Pasar obligasi hanya sebagian yang pulih dari aksi jual tajam yang membawa imbal hasil Treasury acuan ke level tertinggi 16 tahun pada Oktober. Efeknya membuat sekitar satu dari empat negara berkembang dalam posisi kesulitan utang.
"Bagi negara-negara miskin, utang telah menjadi beban yang hampir melumpuhkan," kata Gill.
Dia menambahkan, bahwa kenaikan biaya pinjaman merupakan bahaya besar bagi prospek kemajuan tujuan pembangunan global PBB. Kondisi tersebut membutuhkan tindakan cepat dan terkoordinasi oleh pemerintah debitur, kreditor swasta dan resmi serta lembaga keuangan multilateral.
Hal tersebut karena pembayaran obligasi yang sudah jatuh tempo dan dampak dari suku bunga yang lebih tinggi, menurut perhitungan dari bank dunia dalam laporan utang terbarunya. Kenaikannya hampir setara 40% selama dua tahun terakhir.
"Rekor tingkat utang dan suku bunga tinggi telah membuat banyak negara berada di jalur menuju krisis," kata Kepala ekonom Bank Dunia, Indermit Gill.
"Setiap kuartal, suku bunga yang tetap tinggi membuat lebih banyak negara berkembang menjadi tertekan – dan menghadapi pilihan sulit untuk membayar utang publik mereka atau berinvestasi dalam sektor kesehatan masyarakat, pendidikan, dan infrastruktur," sambungnya.
Pasar obligasi hanya sebagian yang pulih dari aksi jual tajam yang membawa imbal hasil Treasury acuan ke level tertinggi 16 tahun pada Oktober. Efeknya membuat sekitar satu dari empat negara berkembang dalam posisi kesulitan utang.
"Bagi negara-negara miskin, utang telah menjadi beban yang hampir melumpuhkan," kata Gill.
Dia menambahkan, bahwa kenaikan biaya pinjaman merupakan bahaya besar bagi prospek kemajuan tujuan pembangunan global PBB. Kondisi tersebut membutuhkan tindakan cepat dan terkoordinasi oleh pemerintah debitur, kreditor swasta dan resmi serta lembaga keuangan multilateral.
tulis komentar anda