Ekonomi Global Masih Gelap di 2024, Begini Gambaran OJK
Selasa, 20 Februari 2024 - 17:47 WIB
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) mengatakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2024 ini diproyeksi melambat. Hal tersebut dikarenakan masih terdapat sejumlah risiko atau downside risk yang membayangi pertumbuhan ekonomi global.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menyampaikan berbagai risiko yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi global melambat antara lain, biaya pinjaman dan beban utang, lemahnya permintaan, serta divergensi pemulihan di negara-negara besar di dunia.
"Selain itu, berbagai faktor risiko geopolitik serta potensi perubahan konstelasi kebijakan politik dari berbagai pemilu di negara besar yang lain menjadikan unknown variable yang perlu dicermati," kata Mahendra dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2024 di The St. Regis Jakarta pada Selasa (20/2/2024).
Kendati demikian, sentimen pasar keuangan global secara umum cenderung positif sejak Desember 2023 lalu, didukung oleh ekspektasi penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) dan perkiraan soft landing di Amerika Serikat (AS).
Hal itu mendorong kembalinya aliran dana masuk ke Emerging Markets (EM) dan menjadi penopang penguatan pasar keuangan global, termasuk pasar keuangan Indonesia. Volatilitas baik di pasar saham, surat utang, maupun nilai tukar juga terpantau menurun.
Sepanjang tahun 2023, Mahendra menyebut sektor jasa keuangan tumbuh positif ditopang oleh struktur permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai dan profil risiko yang terjaga. Dari aspek intermediasi, kredit dan piutang pembiayaan tumbuh double digit dengan risiko kredit yang relatif terkendali, sementara penghimpunan dana di pasar modal berhasil melampaui target Rp200 triliun dengan jumlah emiten baru mencetak rekor tertinggi dibandingkan negara-negara kawasan.
Selain itu, minat berinvestasi di pasar modal terus tumbuh dengan jumlah investor bertumbuh lima kali lipat dalam empat tahun terakhir. Di sisi lain, di tengah normalisasi kebijakan moneter yang terus berlanjut, serta tekanan terhadap arus investasi, likuiditas sektor jasa keuangan terjaga berada di atas ambang ketentuan walaupun pengaruhnya telah terlihat dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang termoderasi.
Mahendra melanjutkan solvabilitas industri jasa keuangan juga terpantau solid baik di sektor perbankan, perusahaan pembiayaan, maupun asuransi dan dana pensiun. Bahkan sektor perbankan mencatat Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 27,65%, di atas negara-negara kawasan.
"Pencapaian-pencapaian ini berkat dukungan dari industri dan sinergi yang semakin baik antar otoritas sektor keuangan yaitu OJK, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan LPS yang tergabung dalam KSSK," pungkas Mahendra.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menyampaikan berbagai risiko yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi global melambat antara lain, biaya pinjaman dan beban utang, lemahnya permintaan, serta divergensi pemulihan di negara-negara besar di dunia.
"Selain itu, berbagai faktor risiko geopolitik serta potensi perubahan konstelasi kebijakan politik dari berbagai pemilu di negara besar yang lain menjadikan unknown variable yang perlu dicermati," kata Mahendra dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2024 di The St. Regis Jakarta pada Selasa (20/2/2024).
Kendati demikian, sentimen pasar keuangan global secara umum cenderung positif sejak Desember 2023 lalu, didukung oleh ekspektasi penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) dan perkiraan soft landing di Amerika Serikat (AS).
Hal itu mendorong kembalinya aliran dana masuk ke Emerging Markets (EM) dan menjadi penopang penguatan pasar keuangan global, termasuk pasar keuangan Indonesia. Volatilitas baik di pasar saham, surat utang, maupun nilai tukar juga terpantau menurun.
Sepanjang tahun 2023, Mahendra menyebut sektor jasa keuangan tumbuh positif ditopang oleh struktur permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai dan profil risiko yang terjaga. Dari aspek intermediasi, kredit dan piutang pembiayaan tumbuh double digit dengan risiko kredit yang relatif terkendali, sementara penghimpunan dana di pasar modal berhasil melampaui target Rp200 triliun dengan jumlah emiten baru mencetak rekor tertinggi dibandingkan negara-negara kawasan.
Selain itu, minat berinvestasi di pasar modal terus tumbuh dengan jumlah investor bertumbuh lima kali lipat dalam empat tahun terakhir. Di sisi lain, di tengah normalisasi kebijakan moneter yang terus berlanjut, serta tekanan terhadap arus investasi, likuiditas sektor jasa keuangan terjaga berada di atas ambang ketentuan walaupun pengaruhnya telah terlihat dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang termoderasi.
Mahendra melanjutkan solvabilitas industri jasa keuangan juga terpantau solid baik di sektor perbankan, perusahaan pembiayaan, maupun asuransi dan dana pensiun. Bahkan sektor perbankan mencatat Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 27,65%, di atas negara-negara kawasan.
"Pencapaian-pencapaian ini berkat dukungan dari industri dan sinergi yang semakin baik antar otoritas sektor keuangan yaitu OJK, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan LPS yang tergabung dalam KSSK," pungkas Mahendra.
(nng)
tulis komentar anda