Garap Peran Pengepul dalam Rantai Pasok Kopi Indonesia
Jum'at, 14 Agustus 2020 - 00:36 WIB
JAKARTA - Sustainable Coffee Platform of Indonesia (Scopi) mencatat bahwa, rantai pasok komoditas kopi , terdapat satu peran perantara yaitu, para pengumpul yang belum banyak dieksplorasi. Bahkan, studi terbaru dari Yayasan Inisiatif Dagang Hijau dan Enveritas mengungkap setidaknya 90 persen hasil kopi dari petani di Indonesia dibeli oleh para pengumpul yang jumlahnya mencapai lebih dari 4.000 pengumpul.
Direktur Eksekutif Scopi Paramita Mentari Kesuma mengatakan, kedekatan dengan petani dan aksesnya terhadap pasar secara faktual masih dapat dimaksimalkan sebagai daya dukung penting bagi rantai pasok kopi yang berkelanjutan. Paramita menyebut, kopi sebagai komoditas di tanah air sangat menjanjikan mengingat potensinya yang terus berkembang, baik di pasar domestik maupun internasional.
"Sebanyak 99 persen produksi kopi Indonesia dihasilkan kelompok petani kecil yang menghasilkan panen kopi jenis robusta dan arabika," ujar Paramita, Jakarta, Kamis (13/8/2020).
(Baca Juga: Jos Gandos! Ekspor Kopi Tetap Wangi di Tengah Pandemi )
Meski demikian, dia bilang, produktivitas komoditas kopi Indonesia masih di bawah Vietnam, sehingga masih sangat mungkin untuk ditingkatkan. Selain itu, masih ada tantangan lainnya yang dihadapi pengumpul sekaligus petani kopi saat ini. Di mana, turunnya harga komoditas kopi akibat pandemi-19 yang terjadi secara global.
Hal itu, kata dia, berimbas pembatasan transportasi dan, menurunnya kegiatan ekspor kopi ke luar negeri. "Saat ini, harga kopi Arabika Indonesia turun yang disebabkan banyaknya pembatalan pesanan karena kedai kopi ditutup atau memiliki jam operasional yang terbatas," katanya.
Paramita berujar, pihaknya menyadari bahwa para pengumpul memiliki peran dan fungsi penting dalam rantai pasok kopi Indonesia, juga di negara-negara produsen kopi lain seperti Vietnam, Kolombia dan Uganda. Di Indonesia, pengumpul tidak hanya terlibat dalam jual-beli kopi dengan petani, tetapi dukungan lain juga diberikan pengumpul kepada petani seperti akses terhadap agri-input, akses finansial dan sebagainya.
(Baca Juga: Empat Tips Meracik Indonesia Tetap Jadi Negara Produsen Kopi Terbesar Dunia )
Jika terdapat kolaborasi efektif dan adaptif antara pengumpul, petani kopi dan aktor lain dalam rantai pasok kopi, khususnya dalam situasi pandemi saat ini, diharapkan dapat menjaga stabilitas pasar kopi Indonesia dan mendorong ekosistem bisnis kopi yang berkelanjutan.
Scopi, lanjut Pramita, juga menjelaskan hasil studi yang dilakukan di empat negara penghasil kopi yakni,Indonesia, Vietnam, Uganda, dan Kolombia dari kurun waktu 2018 hingga 2020 ini memotret kemiripan peran para pengumpul di keempat negara tersebut. Khusus di Indonesia, studi ini mengungkap adanya tiga jenis pengumpul, yaitu di tingkat desa, tingkat kabupaten atau kota, dan desa.
Ketiganya memberikan layanan yang serupa kepada petani, antara lain memberikan pinjaman, menyediakan pupuk dan benih berkualitas, serta melakukan pelatihan.
Direktur Eksekutif Scopi Paramita Mentari Kesuma mengatakan, kedekatan dengan petani dan aksesnya terhadap pasar secara faktual masih dapat dimaksimalkan sebagai daya dukung penting bagi rantai pasok kopi yang berkelanjutan. Paramita menyebut, kopi sebagai komoditas di tanah air sangat menjanjikan mengingat potensinya yang terus berkembang, baik di pasar domestik maupun internasional.
"Sebanyak 99 persen produksi kopi Indonesia dihasilkan kelompok petani kecil yang menghasilkan panen kopi jenis robusta dan arabika," ujar Paramita, Jakarta, Kamis (13/8/2020).
(Baca Juga: Jos Gandos! Ekspor Kopi Tetap Wangi di Tengah Pandemi )
Meski demikian, dia bilang, produktivitas komoditas kopi Indonesia masih di bawah Vietnam, sehingga masih sangat mungkin untuk ditingkatkan. Selain itu, masih ada tantangan lainnya yang dihadapi pengumpul sekaligus petani kopi saat ini. Di mana, turunnya harga komoditas kopi akibat pandemi-19 yang terjadi secara global.
Hal itu, kata dia, berimbas pembatasan transportasi dan, menurunnya kegiatan ekspor kopi ke luar negeri. "Saat ini, harga kopi Arabika Indonesia turun yang disebabkan banyaknya pembatalan pesanan karena kedai kopi ditutup atau memiliki jam operasional yang terbatas," katanya.
Paramita berujar, pihaknya menyadari bahwa para pengumpul memiliki peran dan fungsi penting dalam rantai pasok kopi Indonesia, juga di negara-negara produsen kopi lain seperti Vietnam, Kolombia dan Uganda. Di Indonesia, pengumpul tidak hanya terlibat dalam jual-beli kopi dengan petani, tetapi dukungan lain juga diberikan pengumpul kepada petani seperti akses terhadap agri-input, akses finansial dan sebagainya.
(Baca Juga: Empat Tips Meracik Indonesia Tetap Jadi Negara Produsen Kopi Terbesar Dunia )
Jika terdapat kolaborasi efektif dan adaptif antara pengumpul, petani kopi dan aktor lain dalam rantai pasok kopi, khususnya dalam situasi pandemi saat ini, diharapkan dapat menjaga stabilitas pasar kopi Indonesia dan mendorong ekosistem bisnis kopi yang berkelanjutan.
Scopi, lanjut Pramita, juga menjelaskan hasil studi yang dilakukan di empat negara penghasil kopi yakni,Indonesia, Vietnam, Uganda, dan Kolombia dari kurun waktu 2018 hingga 2020 ini memotret kemiripan peran para pengumpul di keempat negara tersebut. Khusus di Indonesia, studi ini mengungkap adanya tiga jenis pengumpul, yaitu di tingkat desa, tingkat kabupaten atau kota, dan desa.
Ketiganya memberikan layanan yang serupa kepada petani, antara lain memberikan pinjaman, menyediakan pupuk dan benih berkualitas, serta melakukan pelatihan.
(akr)
tulis komentar anda