Anggaran Makan Siang Gratis Diusulkan dari Cukai Rokok
Selasa, 05 Maret 2024 - 14:48 WIB
JAKARTA - Direktur Kelompok Kerja Transisi Indonesia (Indonesia Transition Working Group), Salamuddin Daeng berpendapat, banyak kelompok sosial menuduh bahwa kebiasaan merokok menjadi penyebab dari kemiskinan atau kekurangan gizi pada kelompok sosial yang rentan di dalam masyarakat Indonesia. Walaupun tuduhan ini perlu dibuktikan melalui survey ilmiah, memang faktanya di Indonesia ada 70 juta orang merokok . Angka ini terus naik setiap tahun.
"Dengan pasar rokok yang cukup besar ini, tentu menjanjikan bagi ekonomi dan pendapatan negara. Faktanya memang pendapatan negara dalam bentuk cukai rokok luar biasa besar. Setiap btang rokok dikenakan cukai rata rata 40%. Jika harga rokok per batang adalah 1.000 rupiah maka setiap maka negara mendapatkan bagian 400 rupiah," kata Daeng di Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Menurut Daeng, penerimaan negara dari cukai rokok sangat besar. Penerimaan negara yang disetorkan para perokok setiap tahunnya jauh melebihi pendapatan negara dari migas atau gabungan dana bagi hasil migas dan royalti sumber daya alam.
"Bahkan penerimaan negara dari cukai rokok hampir dua kali lipat penerimaan negara dari bagi hasil minyak dan gas," terangnya.
Penulis buku 'Kriminalisasi Berujung Monopoli' itu mengungkapkan, realisasi penerimaan negara dari cukai rokok sepanjang 2023 turun 2,35% year-on-year (yoy) menjadi hanya Rp213,48 triliun dibandingkan dengan periode sebelumnya. Walaupun turun tapi angkanya sangat besar.
Biar menarik, bandingkan dengan pendapatan negara dari bagi hasil migas. Sebagaimana dikatakan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, bahwa raihan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari Ditjen Migas mampu melebihi dari target yang dipatok pada tahun 2023 lalu, realisasi PNBP Migas tercatat sebesar Rp117 triliun dari target Rp103,6 triliun.
Apakah penerimaan negara dari cukai rokok bisa lebih besar lagi, tentu saja. Karena masih banyak persoalan dalam rokok illegal, cukai palsu, masalah pendataan penjualan rokok yang masih belum bagus dan rawan manipulasi dari berbagai pihak.
"Dengan pasar rokok yang cukup besar ini, tentu menjanjikan bagi ekonomi dan pendapatan negara. Faktanya memang pendapatan negara dalam bentuk cukai rokok luar biasa besar. Setiap btang rokok dikenakan cukai rata rata 40%. Jika harga rokok per batang adalah 1.000 rupiah maka setiap maka negara mendapatkan bagian 400 rupiah," kata Daeng di Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Menurut Daeng, penerimaan negara dari cukai rokok sangat besar. Penerimaan negara yang disetorkan para perokok setiap tahunnya jauh melebihi pendapatan negara dari migas atau gabungan dana bagi hasil migas dan royalti sumber daya alam.
"Bahkan penerimaan negara dari cukai rokok hampir dua kali lipat penerimaan negara dari bagi hasil minyak dan gas," terangnya.
Penulis buku 'Kriminalisasi Berujung Monopoli' itu mengungkapkan, realisasi penerimaan negara dari cukai rokok sepanjang 2023 turun 2,35% year-on-year (yoy) menjadi hanya Rp213,48 triliun dibandingkan dengan periode sebelumnya. Walaupun turun tapi angkanya sangat besar.
Biar menarik, bandingkan dengan pendapatan negara dari bagi hasil migas. Sebagaimana dikatakan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, bahwa raihan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari Ditjen Migas mampu melebihi dari target yang dipatok pada tahun 2023 lalu, realisasi PNBP Migas tercatat sebesar Rp117 triliun dari target Rp103,6 triliun.
Baca Juga
Apakah penerimaan negara dari cukai rokok bisa lebih besar lagi, tentu saja. Karena masih banyak persoalan dalam rokok illegal, cukai palsu, masalah pendataan penjualan rokok yang masih belum bagus dan rawan manipulasi dari berbagai pihak.
tulis komentar anda