Cara Menghitung THR Karyawan yang Kerja di Bawah 12 Bulan
Jum'at, 29 Maret 2024 - 07:46 WIB
JAKARTA - Menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran, tunjangan hari raya atau THR menjadi topik hangat yang ramai diperbincangkan. Pendapatan non-upah ini ditunggu-tunggu karena biasanya digunakan untuk mudik ke kampung halaman.
Pemerintah baru-baru ini telah resmi mengeluarkan aturan tentang pembayaran THR Lebaran 2024, melalui Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Sesuai aturan tersebut, tunjangan hari raya harus diberikan ke semua pekerja/buruh.
"Pemberian THR keagamaan merupakan kewajiban pengusaha kepada pekerja sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2021 diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya bagi Pekerja/ Buruh di Perusahaan," kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah dalam jumpa pers di Jakarta, baru-baru ini.
Dalam ketentuan, pemerintah menetapkan bahwa pembayaran THR wajib dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri atau di pekan-pekan terakhir bulan Ramadan. Adapun jenis-jenis status pekerja yang berhak menerima THR, yakni Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), buruh harian, pekerja rumah tangga, tenaga honorer hingga pekerja outsourcing. Sesuai ketentuan, bagi buruh yang bekerja 12 bulan, diberi THR 1 bulan upah, yang kurang dari 12 bulan diberi proporsional.
Pegawai kontrak yang bekerja terus-menerus selama 12 bulan atau lebih, akan mendapatkan THR sebesar satu bulan upah. Sementara, pegawai kontrak yang bekerja kurang dari waktu tersebut akan mendapatkan THR sesuai lama masa kerjanya. Rumus perhitungan besaran THR bagi pegawai yang bekerja kurang dari 12 bulan tapi lebih dari satu bulan: Masa kerja : 12 x upah selama satu bulan
Sebagai contoh, pekerja kontrak selama 6 bulan. Dia memiliki upah sebesar Rp6 juta setiap bulannya maka jumlah THR yang akan diterimanya adalah 6:12 x Rp6 juta = Rp3 juta. Adapun untuk pekerja atau buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas atau freelance juga berhak mendapatkan THR dari perusahaan. Pekerja lepas yang bekerja selama 12 bulan atau lebih akan mendapatkan THR sebesar satu bulan upah, dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Sementara, pekerja lepas yang bekerja kurang dari 12 bulan mendapatkan THR sebesar upah satu bulan dihitung rata-rata upah yang diterima setiap bulan selama masa kerja. Misalnya, pekerja lepas selama 3 bulan menerima upah Rp4 juta pada Januari, Rp5 juta pada Februari, dan Rp4,5 juta pada Maret dengan demikian THR yang akan diterima rata-rata upah setiap bulan Rp4,5 juta.
Sebagai informasi, pekerja yang besaran upahnya ditetapkan berdasarkan satuan hasil, maka upah satu bulan dihitung berdasarkan upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Perusahaan yang menetapkan THR berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan maka nilai THR keagamaan wajib dibayarkan sesuai ketentuan.
Pemerintah baru-baru ini telah resmi mengeluarkan aturan tentang pembayaran THR Lebaran 2024, melalui Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Sesuai aturan tersebut, tunjangan hari raya harus diberikan ke semua pekerja/buruh.
"Pemberian THR keagamaan merupakan kewajiban pengusaha kepada pekerja sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2021 diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya bagi Pekerja/ Buruh di Perusahaan," kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah dalam jumpa pers di Jakarta, baru-baru ini.
Dalam ketentuan, pemerintah menetapkan bahwa pembayaran THR wajib dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri atau di pekan-pekan terakhir bulan Ramadan. Adapun jenis-jenis status pekerja yang berhak menerima THR, yakni Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), buruh harian, pekerja rumah tangga, tenaga honorer hingga pekerja outsourcing. Sesuai ketentuan, bagi buruh yang bekerja 12 bulan, diberi THR 1 bulan upah, yang kurang dari 12 bulan diberi proporsional.
Pegawai kontrak yang bekerja terus-menerus selama 12 bulan atau lebih, akan mendapatkan THR sebesar satu bulan upah. Sementara, pegawai kontrak yang bekerja kurang dari waktu tersebut akan mendapatkan THR sesuai lama masa kerjanya. Rumus perhitungan besaran THR bagi pegawai yang bekerja kurang dari 12 bulan tapi lebih dari satu bulan: Masa kerja : 12 x upah selama satu bulan
Sebagai contoh, pekerja kontrak selama 6 bulan. Dia memiliki upah sebesar Rp6 juta setiap bulannya maka jumlah THR yang akan diterimanya adalah 6:12 x Rp6 juta = Rp3 juta. Adapun untuk pekerja atau buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas atau freelance juga berhak mendapatkan THR dari perusahaan. Pekerja lepas yang bekerja selama 12 bulan atau lebih akan mendapatkan THR sebesar satu bulan upah, dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Sementara, pekerja lepas yang bekerja kurang dari 12 bulan mendapatkan THR sebesar upah satu bulan dihitung rata-rata upah yang diterima setiap bulan selama masa kerja. Misalnya, pekerja lepas selama 3 bulan menerima upah Rp4 juta pada Januari, Rp5 juta pada Februari, dan Rp4,5 juta pada Maret dengan demikian THR yang akan diterima rata-rata upah setiap bulan Rp4,5 juta.
Sebagai informasi, pekerja yang besaran upahnya ditetapkan berdasarkan satuan hasil, maka upah satu bulan dihitung berdasarkan upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Perusahaan yang menetapkan THR berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan maka nilai THR keagamaan wajib dibayarkan sesuai ketentuan.
(nng)
tulis komentar anda