Erick Minta BUMN Bersiap Hadapi Gejolak Ekonomi dan Geopolitik Global
Kamis, 18 April 2024 - 13:39 WIB
JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir meminta BUMN untuk mengantisipasi dampak dari gejolak ekonomi dan geopolitik belakangan ini. Di antaranya adalah dampak dari naiknya harga minyak dunia serta penguatan dolar AS (USD) terhadap mata uang lokal.
"Situasi geopolitik semakin bergejolak dengan memanasnya konflik Israel dan Iran beberapa hari yang lalu," ujar Erick dalam keterangannya, dikutip Kamis (18/4/2024).
Erick menyebutkan, gejolak tersebut antara lain telah memicu menguatnya dolar AS terhadap rupiah. Kemudian, mendorong kenaikan harga minyak WTI dan Brent yang masing-masing telah menembus USD85,7 dan USD90,5 per barel. "Harga minyak bahkan diprediksi beberapa ekonom bisa mencapai USD100 per barel apabila konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat," imbuhnya.
Kondisi-kondisi tersebut, lanjut Erick, telah melemahkan nilai tukar rupiah menjadi Rp16.000-16.300 per USD dalam beberapa hari terakhir. Nilai tukar rupiah bahkan diprediksi masih bisa melemah hingga lebih dari Rp16.500 per USD apabila tensi geopolitik tidak menurun.
Situasi ekonomi dan geopolitik tersebut sudah dan akan berdampak kepada keluarnya dana asing yang kemudian akan memicu melemahnya rupiah dan naiknya imbal hasil obligasi. Biaya impor bahan baku dan pangan juga akan semakin mahal karena gangguan rantai pasok, sehingga berpotensi akan menggerus neraca perdagangan Indonesia.
Karena itu, Erick meminta BUMN melakukan langkah cepat guna meminimalisir dampak gejolak global itu melalui peninjauan ulang biaya operasional, belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, rencana aksi korporasi, serta melakukan uji stres dalam melihat kondisi BUMN dalam situasi terkini.
Erick meminta BUMN perbankan menjaga secara proporsional porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak. Erick menyebut BUMN yang terdampak pada bahan baku impor dan BUMN dengan porsi utang luar negeri (dalam dolar AS) yang besar seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, MIND ID, agar mengoptimalkan pembelian dolar AS dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
"Serta melakukan kajian sensitivitas terhadap pembayaran pokok dan atau bunga utang dalam dolar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat," lanjut Erick.
"Situasi geopolitik semakin bergejolak dengan memanasnya konflik Israel dan Iran beberapa hari yang lalu," ujar Erick dalam keterangannya, dikutip Kamis (18/4/2024).
Erick menyebutkan, gejolak tersebut antara lain telah memicu menguatnya dolar AS terhadap rupiah. Kemudian, mendorong kenaikan harga minyak WTI dan Brent yang masing-masing telah menembus USD85,7 dan USD90,5 per barel. "Harga minyak bahkan diprediksi beberapa ekonom bisa mencapai USD100 per barel apabila konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat," imbuhnya.
Baca Juga
Kondisi-kondisi tersebut, lanjut Erick, telah melemahkan nilai tukar rupiah menjadi Rp16.000-16.300 per USD dalam beberapa hari terakhir. Nilai tukar rupiah bahkan diprediksi masih bisa melemah hingga lebih dari Rp16.500 per USD apabila tensi geopolitik tidak menurun.
Situasi ekonomi dan geopolitik tersebut sudah dan akan berdampak kepada keluarnya dana asing yang kemudian akan memicu melemahnya rupiah dan naiknya imbal hasil obligasi. Biaya impor bahan baku dan pangan juga akan semakin mahal karena gangguan rantai pasok, sehingga berpotensi akan menggerus neraca perdagangan Indonesia.
Karena itu, Erick meminta BUMN melakukan langkah cepat guna meminimalisir dampak gejolak global itu melalui peninjauan ulang biaya operasional, belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, rencana aksi korporasi, serta melakukan uji stres dalam melihat kondisi BUMN dalam situasi terkini.
Erick meminta BUMN perbankan menjaga secara proporsional porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak. Erick menyebut BUMN yang terdampak pada bahan baku impor dan BUMN dengan porsi utang luar negeri (dalam dolar AS) yang besar seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, MIND ID, agar mengoptimalkan pembelian dolar AS dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
"Serta melakukan kajian sensitivitas terhadap pembayaran pokok dan atau bunga utang dalam dolar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat," lanjut Erick.
Lihat Juga :
tulis komentar anda