Harga Minyak Mereda Usai Iran Meremehkan Serangan Balik Israel
Sabtu, 20 April 2024 - 04:23 WIB
Saat ini harga Brent jauh di bawah level tertinggi yang sempat dicapai setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, lalu. Saat itu sejumlah ekonomi utama menjatuhkan sanksi terhadap negara penghasil minyak tersebut.
Beberapa pekan sesudahnya, harga minyak sempat menyentuh level USD125 per barel. Selain itu invasi Rusia saat itu juga berdampak terhadap harga emas seiring ketidakpastian karena dipandang sebagai investasi yang aman.
Sementara itu ketegangan yang meningkat di Timur Tengah telah menyebabkan kekhawatiran tentang apakah pengiriman melalui Selat Hormuz antara Oman dan Iran akan terpengaruh. Ini adalah rute pengiriman penting, karena sekitar 20% dari total pasokan minyak dunia melewatinya.
Anggota produsen minyak OPEC - Arab Saudi, Iran, UEA, Kuwait dan Irak - mengirim sebagian besar minyak yang mereka ekspor melalui Selat Hormuz. Iran, sendiri merupakan produsen minyak terbesar ketujuh di dunia, menurut Administrasi Informasi Energi AS, dan anggota OPEC terbesar ketiga.
Lonjakan awal harga minyak adalah "reaksi spontan terhadap kekhawatiran eskalasi perang baru antara Israel dan Iran," kata pakar pasar energi Vandana Hari dari Vanda Insights.
"Hal yang digarisbawahi oleh peristiwa terbaru adalah tingginya kerapuhan dan volatilitas dalam situasi Timur Tengah," tambahnya.
Pasar saham beragam karena investor bereaksi terhadap peristiwa terbaru. Di AS, Dow Jones Industrial Average sekitar 0,5% lebih tinggi pada sesi siang, sementara S&P 500 turun 0,5% dan Nasdaq turun 1,3%.
Di Inggris, indeks saham FTSE 100 ditutup 0,2% lebih tinggi, sementara FTSE 250 berakhir turun 0,3%. Sedangkan untuk Asia, indeks Nikkei 225 Jepang turun 2,7%, sementara Hang Seng Hong Kong jatuh 0,9%.
Beberapa pekan sesudahnya, harga minyak sempat menyentuh level USD125 per barel. Selain itu invasi Rusia saat itu juga berdampak terhadap harga emas seiring ketidakpastian karena dipandang sebagai investasi yang aman.
Sementara itu ketegangan yang meningkat di Timur Tengah telah menyebabkan kekhawatiran tentang apakah pengiriman melalui Selat Hormuz antara Oman dan Iran akan terpengaruh. Ini adalah rute pengiriman penting, karena sekitar 20% dari total pasokan minyak dunia melewatinya.
Anggota produsen minyak OPEC - Arab Saudi, Iran, UEA, Kuwait dan Irak - mengirim sebagian besar minyak yang mereka ekspor melalui Selat Hormuz. Iran, sendiri merupakan produsen minyak terbesar ketujuh di dunia, menurut Administrasi Informasi Energi AS, dan anggota OPEC terbesar ketiga.
Lonjakan awal harga minyak adalah "reaksi spontan terhadap kekhawatiran eskalasi perang baru antara Israel dan Iran," kata pakar pasar energi Vandana Hari dari Vanda Insights.
"Hal yang digarisbawahi oleh peristiwa terbaru adalah tingginya kerapuhan dan volatilitas dalam situasi Timur Tengah," tambahnya.
Pasar saham beragam karena investor bereaksi terhadap peristiwa terbaru. Di AS, Dow Jones Industrial Average sekitar 0,5% lebih tinggi pada sesi siang, sementara S&P 500 turun 0,5% dan Nasdaq turun 1,3%.
Di Inggris, indeks saham FTSE 100 ditutup 0,2% lebih tinggi, sementara FTSE 250 berakhir turun 0,3%. Sedangkan untuk Asia, indeks Nikkei 225 Jepang turun 2,7%, sementara Hang Seng Hong Kong jatuh 0,9%.
(akr)
tulis komentar anda