Nasib Rupiah Masih Merana, Sore Ini Ditutup Anjlok ke Rp16.210
Jum'at, 26 April 2024 - 16:07 WIB
JAKARTA - Nilai tukar (kurs) rupiah pada perdagangan hari ini kembali ditutup melemah 22 poin di level Rp16.210 setelah sebelumnya berada di level Rp16.187 per dolar AS.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, indeks dolar AS menguat lagi setelah Departemen Perdagangan melaporkan bahwa produk domestik bruto AS tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 1,6% pada periode Januari-Maret, lebih lambat dari tingkat pertumbuhan 2,4% yang diperkirakan oleh para ekonom yang disurvei oleh Reuters.
"Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa inflasi yang diukur dengan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti naik 3,7% pada kuartal pertama, melampaui perkiraan kenaikan 3,4%," tulis Ibrahim dalam risetnya, Jumat (26/4/2024).
Kejutan inflasi menempatkan fokus yang lebih besar dari biasanya pada rilis data indeks harga PCE untuk bulan Maret pada hari Jumat. Indeks PCE, dan indeks PCE inti yang memperhitungkan harga pangan dan energi merupakan salah satu ukuran paling penting yang digunakan oleh The Fed dalam mengukur perilaku harga. Inflasi masih berada di atas target inflasi bank sentral AS sebesar 2%.
Investor memperkirakan pertemuan kebijakan Bank of Japan (BOJ) yang berakhir pada hari Jumat tidak akan cukup hawkish untuk mendukung mata uang tersebut. mata uang Jepang. Investor memperkirakan level dolar/yen 155 akan menjadi batasan bagi otoritas Jepang, di mana BOJ dapat melakukan intervensi untuk menopang mata uang tersebut.
Menyusul data PDB, pasar suku bunga berjangka AS memperkirakan peluang penurunan suku bunga Fed sebesar 58% pada bulan September, turun dari 70% pada hari Rabu, menurut alat FedWatch CME Group (NASDAQ:CME). Pedagang suku bunga berjangka pada hari Kamis memperhitungkan kemungkinan 68% bahwa penurunan suku bunga pertama The Fed sejak tahun 2020 dapat terjadi pada pertemuannya di bulan November.
Dari sentimen domestik, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terjaga dalam posisi surplus hingga Maret 2024. APBN hingga Maret atau satu kuartal terlihat positif meskipun tetap waspada karena kondisi geopolitik meningkat. Sedangkan, posisi total dari APBN masih surplus Rp 8,1 triliun atau 0,04 persen dari GDP, dari sisi keseimbangan primer surplus Rp 122,1 triliun.
Kemudian, kinerja surplus itu terjadi karena pendapatan negara lebih besar dibandingkan belanja APBN. Untuk pendapatan negara hingga Maret telah terkumpul Rp 620,01 triliun atau setara 22,1 persen dari target Rp 2.802,3 Triliun pada kuartal pertama. Jika dibandingkan periode tahun sebelumnya, pendapatan ini menurun 4,1 persen.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, indeks dolar AS menguat lagi setelah Departemen Perdagangan melaporkan bahwa produk domestik bruto AS tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 1,6% pada periode Januari-Maret, lebih lambat dari tingkat pertumbuhan 2,4% yang diperkirakan oleh para ekonom yang disurvei oleh Reuters.
"Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa inflasi yang diukur dengan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti naik 3,7% pada kuartal pertama, melampaui perkiraan kenaikan 3,4%," tulis Ibrahim dalam risetnya, Jumat (26/4/2024).
Kejutan inflasi menempatkan fokus yang lebih besar dari biasanya pada rilis data indeks harga PCE untuk bulan Maret pada hari Jumat. Indeks PCE, dan indeks PCE inti yang memperhitungkan harga pangan dan energi merupakan salah satu ukuran paling penting yang digunakan oleh The Fed dalam mengukur perilaku harga. Inflasi masih berada di atas target inflasi bank sentral AS sebesar 2%.
Investor memperkirakan pertemuan kebijakan Bank of Japan (BOJ) yang berakhir pada hari Jumat tidak akan cukup hawkish untuk mendukung mata uang tersebut. mata uang Jepang. Investor memperkirakan level dolar/yen 155 akan menjadi batasan bagi otoritas Jepang, di mana BOJ dapat melakukan intervensi untuk menopang mata uang tersebut.
Menyusul data PDB, pasar suku bunga berjangka AS memperkirakan peluang penurunan suku bunga Fed sebesar 58% pada bulan September, turun dari 70% pada hari Rabu, menurut alat FedWatch CME Group (NASDAQ:CME). Pedagang suku bunga berjangka pada hari Kamis memperhitungkan kemungkinan 68% bahwa penurunan suku bunga pertama The Fed sejak tahun 2020 dapat terjadi pada pertemuannya di bulan November.
Dari sentimen domestik, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terjaga dalam posisi surplus hingga Maret 2024. APBN hingga Maret atau satu kuartal terlihat positif meskipun tetap waspada karena kondisi geopolitik meningkat. Sedangkan, posisi total dari APBN masih surplus Rp 8,1 triliun atau 0,04 persen dari GDP, dari sisi keseimbangan primer surplus Rp 122,1 triliun.
Kemudian, kinerja surplus itu terjadi karena pendapatan negara lebih besar dibandingkan belanja APBN. Untuk pendapatan negara hingga Maret telah terkumpul Rp 620,01 triliun atau setara 22,1 persen dari target Rp 2.802,3 Triliun pada kuartal pertama. Jika dibandingkan periode tahun sebelumnya, pendapatan ini menurun 4,1 persen.
Lihat Juga :
tulis komentar anda