Juragan Kebon Sirih Pede, ke Depan Rupiah Bakal Berotot
Rabu, 19 Agustus 2020 - 21:03 WIB
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengakui nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan di bulan Agustus 2020. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, pelemahan rupiah dipicu kekhawatiran terhadap terjadinya gelombang kedua pandemi Covid-19, prospek pemulihan ekonomi global, dan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global akibat kenaikan tensi geopolitik AS–Tiongkok.
"Rupiah kembali mendapat tekanan yang per 18 Agustus 2020 mencatat depresiasi 1,65% secara point to point atau 1,04% secara rerata dibandingkan dengan level Juli 2020. Dibandingkan dengan level akhir 2019, rupiah terdepresiasi 6,48% (ytd)," kata Perry di Jakarta, Rabu (19/8/2020).
Perry menambahkan, pada Juli 2020 rupiah mencatat depresiasi 2,36% secara point to point atau 2,92% secara rerata dibandingkan dengan level Juni 2020. ( Baca juga:MNC Media Terbukti Kuat dengan Model Bisnis yang Unik )
Ke depan, Bank Indonesia memandang nilai tukar rupiah masih berpotensi menguat seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued didukung inflasi yang rendah dan terkendali. Begitu pula dengan defisit transaksi berjalan yang rendah, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun.
Selain itu, prospek pemulihan ekonomi yang menguat pada semester II 2020 juga dapat mendukung prospek penguatan nilai tukar rupiah. Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus menjaga ketersediaan likuiditas, baik di pasar uang maupun pasar valas dan memastikan bekerjanya mekanisme pasar.
"Rupiah kembali mendapat tekanan yang per 18 Agustus 2020 mencatat depresiasi 1,65% secara point to point atau 1,04% secara rerata dibandingkan dengan level Juli 2020. Dibandingkan dengan level akhir 2019, rupiah terdepresiasi 6,48% (ytd)," kata Perry di Jakarta, Rabu (19/8/2020).
Perry menambahkan, pada Juli 2020 rupiah mencatat depresiasi 2,36% secara point to point atau 2,92% secara rerata dibandingkan dengan level Juni 2020. ( Baca juga:MNC Media Terbukti Kuat dengan Model Bisnis yang Unik )
Ke depan, Bank Indonesia memandang nilai tukar rupiah masih berpotensi menguat seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued didukung inflasi yang rendah dan terkendali. Begitu pula dengan defisit transaksi berjalan yang rendah, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun.
Selain itu, prospek pemulihan ekonomi yang menguat pada semester II 2020 juga dapat mendukung prospek penguatan nilai tukar rupiah. Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus menjaga ketersediaan likuiditas, baik di pasar uang maupun pasar valas dan memastikan bekerjanya mekanisme pasar.
(uka)
tulis komentar anda