HUT ke-49, LP3ES Ingatkan Tugas Kesejarahan Melawan Oligarki Pembajak Demokrasi
Rabu, 19 Agustus 2020 - 22:16 WIB
JAKARTA - Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial ( LP3ES ) hari ini merayakan ulang tahunnya yang ke-49. Hampir separuh abad berkiprah, lembaga yang telah melahirkan banyak intelektual yang menerangi Indonesia ini mengingatkan kembali tugas kesejarahannya, melawan oligarki yang membajak demokrasi .
Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto dalam keterangan persnya menyebutkan, banyak tokoh pemikir, menteri, hingga kepala negara yang telah mewarnai negeri ini pernah berkiprah di lembaga tersebut. Sebut saja diantaranya, Soemitro Djojohadikoesoemo, Emil Salim, Manuel Kaisiepo, Rizal Ramli, hingga Presiden Abdurrahman Wahid.
"Dia yang tidak tahu sejarah adalah laksana selembar daun yang tidak menyadari bahwa dia hanyalah bagian dari sebatang ranting pada sebuah dahan dari sebuah pohon. Ungkapan ini menjadi landasan pemikiran mengapa pada perayaan hari ulang tahun ke-49 ini, LP3ES menghadirkan pendiri LP3ES Ismid Hadad dan tokoh senior yang juga merupakan intelektual terkemuka Indonesia Fachry Ali," ungkapnya.
(Baca Juga: LP3ES Nilai Pemerintah Belum Serius Penuhi Hak Dasar Warga Negara)
Keduanya memberikan orasi tentang sejarah kelahiran LP3ES pada 1971, konteks ekonomi politik yang melatarbelakangi kelahirannya, mengisahkan perjalanan peran think tank ini selama Orde Baru dan mencoba merumuskan peran yang tepat untuk hari ini.
Fachry dalam orasinya menyebutkan, tokoh-tokoh yang menghidupi, atau dalam istilahnya konstituen LP3ES adalah metropolitan super sctructure, yaitu sekelompok anak muda yang terpelajar, menguasai bahasa asing, mobile dan ingin memberi jarak pada masa lalu. LP3ES, jelas dia, berisi orang-orang muda yang jengah dengan otoriterisme Sukarno dan kebijakannya yang menyebabkan inflasi ekonomi.
Sekelompok anak muda ini adalah juga unsur-unsur dari Masyumi dan PSI yang waktu itu diberangus oleh Sukarno. Maka pada mulanya, suasana kebatinan yang melatarbelakangi kelahiran LP3ES adalah perlawanan dan kritik terhadap rezim kekuasaan pada masa itu.
Lebih lanjut Fachry juga menyebut tokoh-tokoh LP3ES sebagai modernizing intellectual yaitu kelompok intelektual yang mau melakukan modernisasi dan melakukan pembangunan. Di sini ada Sumitro, Widjojo Nitisastro dan Emil Salim yang memberikan fondasi bagi kelahiran Orde Baru. Pada mulanya LP3ES memang mesra dengan Orde Baru. Intelektual LP3ES memberikan blue print bagi ideologi pembangunan Orde Baru. Ide-ide pembangunan ini terefleksi dari topik-topik Prisma, jurnal terbitan LP3ES, yang menjadi kiblat intelektual Indonesia.
Namun seiring waktu, ternyata Orde Baru terbukti berubah menjadi otoriter terutama pada tahun 1980-an dan mulai memberangus kelompok kritis, media dan menggusur kaum miskin demi pembangunan. Sejak saat itu LP3ES berbalik mengambil posisi kritis kepada Orde Baru. Hal ini lagi-lagi terefleksi pada terbitan Prisma pada waktu itu yang mulai menyorot topik-topik yang membela kaum terpinggirkan.
Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto dalam keterangan persnya menyebutkan, banyak tokoh pemikir, menteri, hingga kepala negara yang telah mewarnai negeri ini pernah berkiprah di lembaga tersebut. Sebut saja diantaranya, Soemitro Djojohadikoesoemo, Emil Salim, Manuel Kaisiepo, Rizal Ramli, hingga Presiden Abdurrahman Wahid.
"Dia yang tidak tahu sejarah adalah laksana selembar daun yang tidak menyadari bahwa dia hanyalah bagian dari sebatang ranting pada sebuah dahan dari sebuah pohon. Ungkapan ini menjadi landasan pemikiran mengapa pada perayaan hari ulang tahun ke-49 ini, LP3ES menghadirkan pendiri LP3ES Ismid Hadad dan tokoh senior yang juga merupakan intelektual terkemuka Indonesia Fachry Ali," ungkapnya.
(Baca Juga: LP3ES Nilai Pemerintah Belum Serius Penuhi Hak Dasar Warga Negara)
Keduanya memberikan orasi tentang sejarah kelahiran LP3ES pada 1971, konteks ekonomi politik yang melatarbelakangi kelahirannya, mengisahkan perjalanan peran think tank ini selama Orde Baru dan mencoba merumuskan peran yang tepat untuk hari ini.
Fachry dalam orasinya menyebutkan, tokoh-tokoh yang menghidupi, atau dalam istilahnya konstituen LP3ES adalah metropolitan super sctructure, yaitu sekelompok anak muda yang terpelajar, menguasai bahasa asing, mobile dan ingin memberi jarak pada masa lalu. LP3ES, jelas dia, berisi orang-orang muda yang jengah dengan otoriterisme Sukarno dan kebijakannya yang menyebabkan inflasi ekonomi.
Sekelompok anak muda ini adalah juga unsur-unsur dari Masyumi dan PSI yang waktu itu diberangus oleh Sukarno. Maka pada mulanya, suasana kebatinan yang melatarbelakangi kelahiran LP3ES adalah perlawanan dan kritik terhadap rezim kekuasaan pada masa itu.
Lebih lanjut Fachry juga menyebut tokoh-tokoh LP3ES sebagai modernizing intellectual yaitu kelompok intelektual yang mau melakukan modernisasi dan melakukan pembangunan. Di sini ada Sumitro, Widjojo Nitisastro dan Emil Salim yang memberikan fondasi bagi kelahiran Orde Baru. Pada mulanya LP3ES memang mesra dengan Orde Baru. Intelektual LP3ES memberikan blue print bagi ideologi pembangunan Orde Baru. Ide-ide pembangunan ini terefleksi dari topik-topik Prisma, jurnal terbitan LP3ES, yang menjadi kiblat intelektual Indonesia.
Namun seiring waktu, ternyata Orde Baru terbukti berubah menjadi otoriter terutama pada tahun 1980-an dan mulai memberangus kelompok kritis, media dan menggusur kaum miskin demi pembangunan. Sejak saat itu LP3ES berbalik mengambil posisi kritis kepada Orde Baru. Hal ini lagi-lagi terefleksi pada terbitan Prisma pada waktu itu yang mulai menyorot topik-topik yang membela kaum terpinggirkan.
tulis komentar anda